Search

Jumat, 04 Juni 2010

Tertarik Otsus, Kaltim Studi ke Papua

Tertarik Otsus, Kaltim Studi ke Papua

Ditulis oleh redaksi binpa
Rabu, 02 Juni 2010 16:42

JAYAPURA—Sebagai daerah penghasil devisa ke empat tebesar untuk Indonesia dalam bidang Pertambangan, kehutanan dan energi, Provinsi Kalimantan Timur tertarik untuk belajar ke Papua mengenai Otsus Papua.

“Kami ingin mengambil pengalaman-pengalaman berharga dari Papua, persoalan Otsus ini menarik karena semacam bargaining ke Pusat,” terang wakil ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi kepada Media ini seusai melakukan pertemuan dengan Plt. Sekda Provinsi Papua Drs Elia Ibrahim Loupatty di ruang kerja Sekda, Selasa (3/6) kemarin.

Mulyadi yang datang bersama 12 anggota DPRD Kaltim ke Papua ini mengaku bahwa Kalimantan Timur memiliki kemiripan dengan Papua, sama-sama merupakan daerah penghasil devisa khususnya di bidang Pertambangan namun kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur jauh berbeda dengan Papua. “Dari pertemuan ini kami jelas masih jauh berbeda dengan Papua, masalah kesehatan, pendidikan dan sosial serta lainnya, teratasi dengan terprogram dengan baik di Papua, dengankan kami (Kaltim) masyarakat kami masih sangat jauh dari yang kami harapkan,” ungkapnya.
Sedangkan terkait dengan masalah perbatasan, jelasnya, Kaltim tidak berbeda jauh dengan Papua, namun yang menarik adalah masalah perbatasan dan bagaimana menangani masyarakat di daerah tersebut.

“kami sudah membuat badan perbatasan, tapi untuk perbatasan ini kewenangan kami sangat terbatas, karena pesoalan perbatsan katanya adalah tugas pemerintah pusat, namun hingga saat ini perhatian pusatpun belum ada, makanya kami belajar ke Papua,” terangnya.
Hal yang tidak kalah menarik, sambungnya, keterlibatan masyarakat adat, perempuan dan agama yang terhimpun dalam satu lembaga kultur seperti MRP. Menurutnya, kehadiran MRP ini sebagai satu alat perekat yang cukup baik untuk memperjuangkan hak-hak rakyat kecil di daerahnya.

“Kami juga kagum dengan adanya lembaga seperti MRP, kami harap apa yang kami dapat ini bisa menjadi pengalaman yang baik untuk mengembangkan masyarakat kami yang masih jauh dari kesejahateraan,” ungkapnya
Sementara itu Plt. Sekda Provinsi Papua, Drs Elia Ibrahim Loupatty, yang menerima kunjungan tim DPRD Provinsi Kalimantan Timur menjelaskan bahwa kunjungan DPRD Kaltim dalam rangka mempelajari strategi pembangunan di Papua.

“Mereka sangat tertarik dengan Papua, mereka bahkan minta agar Pemerintah Provinsi Papua bisa membagi pengalaman dengan mereka, mereka juga minta contoh beberapa Pergub yang kami hasilkan,” jelas Loupatty.
Sekda juga menyebutkan, bahwa kedatangan tim DPRD Kaltim ini bukan merupakan hal yang pertama, sedikitnya dalam tahun 2010 ini sudah ada tiga daerah yang mengunjungi Papua, mereka selain belajar Respek, Kebijakan Pendidikan, Kesehatan dan tidak kalah ketinggalan adalah Otsus Papua.

“Papua menjadi salah satu daerah yang banyak dikunjungi, karena berada jauh dari pusat, berbatasan dengan negara tetangga namun dalam sistem pemerintahan dan kebijakan publik sangat bagus, itu yang buat mereka banyak belajar ke kita,” tandas Loupatty. (hen)

Jumat, 21 Mei 2010

BAHAYA POLITIK ALIRAN - Aksi Demo : Forum Komunikasi Kristen Indonesia (FKKI)

Dari namanya organisasi ini menunjukkan bahwa dibelakang aksi penolakan syari’at Islam di Jayapura terdapat indikasi kuat, penggeraknya adalah bukan orang Papua asli. Apalagi bunyi spanduknya sudah menunjukkan pada kita sangat jelas, terang-benderang bahwa yang perlu perlindungan akan pelaksanaan syari’at adalah kaum minoritas Kristen Indonesia. Sebab selama ini mereka dikenal kelompok Islam phobia, kelompok takut di dalam NKRI, sehingga membutuhkan perlindungan tetap pada Pancasila dan UUD 45. Pertanyaannya sekarang adalah, adakah kebutuhan orang Papua pada Pancasila dan UUD 45, sebagaimana bunyi spanduk : ”Pancasila Yes, Syariah No”, ini? Jawabannya tidak! Selama ini wacana Syari’ah dan Islam phobia adalah wacana orang di Senayan ( DPR RI) Jakarta.

Wacana pelaksanaan syari’ah Islam oleh Partai Islam semisal PPP, PKS, PBB dan PBR yang takut di senayan selama ini adalah Partai Damai Sejahtera (PDS) dan sebahagian PDI-P. Kalau begitu benarkah orang dari luar Papua yang berarti bukan orang Papua yang punya hajat dalam aksi penolakan syari’at Islam di Jayapura baru-baru ini di gedung DPRD dan Kantor Gubernur (Selasa, 05 Agustus 2008 ) kemarin? Jawabannya ya, tapi mengapa dilakukan di Papua? Karena di Papua mayoritas penganut agama Kristen Protestan di Utara dan Katolik di Selatan dan Islam di sentra-sentra kota.

Ini berarti aksi sepenuhnya digerakkan oleh oknum orang non Papua yang telah lama berkencimpung penyebaran agama dalam masyarakat orang Papua. Apa tujuannya? Melindungi diri sebagai minoritas takut, dalam mayoritas bangsa Indonesia yang memang sering menindas minoritas kristen. Kita tahu selama ini umat Kristiani dianiaya oleh saudara mereka yang mayoritas beragama Islam. Kejadian demikian pemandangan biasa di Indonesia selama ini.

Ambon Jilid II

Menarik dicermati, karena beberapa minggu lalu ada insinden di Cakung Jakarta Timur, oleh kelompok Islam garis keras (FPI?), bersama warga setempat melakukan aksi untuk menutup sebuah lembaga pendidikan tinggi theologia milik kelompok Kristen Indonesia. Karena ada dugaan para mahasiswanya melakukan kegiatan konversi agama dengan rayuan dan paksaan dogma kelompok itu kepada warga sekitar kampus. Tapi mengapa setelah kejadian di Jakarta Timur, kok yang direpotkan orang Papua? Adakah orang Papua mau mengerti apa yang baik pancasila atau syari’ah yang selama ini bukan wacana apalagi kebutuhan mereka sesungguhnya? Yang benar saja, bahwa sebernarnya orang Papua mau merdeka sama sekali terlepas dari kebutuhan minoritas masalah Indonesia.

Dalam gerakan Papua, Viktor F Yeimo, mencoba menganalisi adanya, gejala-gejala terkini yang menunjukkan sinyal adanya proses infiltrasi dalam kegiatan-kegiatan kerohanian (baca : Zionisme -Mossad Mengancam Papua Barat, Bagian II, http://cewehitammanis.blog.dada.net/post/1206966671/FRON-PEPERA.html).Dia menyebut ada infiltirasi oleh kelompok lain dalam gerakan perjuangan Papua. Apakah gejala yang dimaksudkan sesungguhnya nyata dibuktikan dalam penggalangan aksi demo FKKI oleh orang non Papua yang mendapati dirinya dalam negara mereka bernama Indonesia? Sebagai minoritas takut, mereka (orang kristen non Papua) lalu bersembunyi di balik keunikan Papua. Tapi mengapa kita terkesan membiarkan diri, ditanah air kita, Papua Barat, bagi munculnya politik sektarian (aliran) Indonesia yang tidak pernah selesai sejak pra prolamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dengan penghapusan tujuh kata bagi pelaksanaan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya itu?

Beberapa minggu lalu selama kunjungan penulis di beberapa kota di Papua termasuk di Jayapura, penulis bertemu dengan beberapa tokoh nasional Papua. Minggu berikutnya ada surat oleh kawan Amerika dan mengirim lengkap hasil wawancara Thaha Al-Hamid. Intinya dia bertanya adakah keadaan di Papua memang gawat darurat, sehingga sangat mengkhawatirkan sebagaimana di konstantir pemuka Papua? Saya jawab tidak, kondisi Papua sangat kondusif. Lalu siapa yang memainkan issu benturan antar agama di Papua sesungguhnya?

Piagam Jakarta (baca; penghapusan tujuh kata) tidak ada hubungannya dengan Papua. Tapi mengapa wacana ini mereka bawa ke Papua? Tapi juga mengapa mereka memanfaatkan kelemahan dam kelengahan orang Papua, yang sesungguhnya tidak peduli soal wacana mereka? Karena itu terus terang, kita merasa kecolongan. Mereka “memakai” orang Papua untuk kepentingan perlindungan diri mereka sebagai minoritas takut, dalam apa yang dinamakan nasionalisme NKRI, ataukah kelompok “hijau” bermain disini untuk mencari proyek baru?

Lalu mengapa orang Papua mau “dipakai” dan daerahnya dibiarkan digunakan untuk kebutuhan mereka? Mungkin rasa solidaritas. Tapi apakah sesungguhnya esensi kebutuhan Papua memang sebagaimana dinyatakan dalam bunyi spanduk yang tertulis : ”Pancasila Yes, Syariah No”, “Gubernur, DPRP berilah kami cenderamata Perdasi dan Perdasus sebagai jaminan janji imanmu bagi Tuhan dan rakyat Papua”. Apakah memang benar orang Papua butuh Pancasila, UUD, Syari'ah ataukah “M” yang sesungguhnya?

Intelek Papua bukan terjerumus tapi dijerumuskan oleh pihak lain, mereka, sebagai minoritas dalam mayoritas lain. Tapi aksi ini sendiri dapat dibiarkan berjalan lancar, tidak sebagaimana selama ini lima-sepuluh orang berkumpul saja di cegah, dihalang-halangi. Kemana fungsi intel dan pengawasan militer sehingga sekian ratus orang bisa berkumpul? Atau siapa penggerak sesungguhnya dan apa tujuan yang ingin di capainya? Ambon jilid II, sebab wacana konstitusi NKRI, adalah urusan politisi Indonesia di Senayan (DPR RI) Jakarta, bukan, jadi seharusnya jangan, perhatian penting orang Papua sehingga menggelar aksi segala.

Menetapkan Pancasila dan menolak syari’ah benar mau, tapi sama sekali bukan kebutuhan dan hakekat kehendak orang Papua mendesak soal itu. Apalagi tuntutan orang Papua selama ini sesungguhnya bukankah bukan merdeka? Bukan Otsus, agama, Pancasila, UUD apalagi Syari'ah? Siapa yang diuntungkan dengan aksi demo besar di kantor gubrnur dan DPRD Papua? Yesus, Muhammad, ataukah itu kebutuhan dasar orang Papua? Apakah dengan demikian Yesus bahagia ataukah muhammad sedih karenanya? Lalu sebenarnya yang butuh Papua ada Syari'ah itu siapa? Bukankah Papua statusnya sebagai Otsus?

Apakah para intelek Papua terlalu bodoh membiarkan diri dan wilayahnya di pakai sebagai kendaraan bagi wacana politik sektarianisme dan kebutuhan perut minoritas Kristen Indonesia? Apakah intelektual Papua memperlakukan dirinya benar mau “dipakai”. Demikiankah orang Papua perlakukan diri dan daerahnya oleh orang lain? Atau diperlakukan bodoh, pada kepentingan dan kebutuhan diluar kebutuhan asasinya? Bukankah sesungguhnya Muhammad, Yesus, tidak untuk dimakan tapi hanya ajaran kebenaran dan kebaikan semata? Yesus tidak gembira dengan aksi atas nama agama yang dia bawa itu, demikian Muhammad tidak sedih dan menangis dengan gagalnya pelaksanaan syari’at. Tapi mereka dua sebagai pesuruh dan utusan Tuhan datang kedunia hanya menyuruh kita percaya, selesai!

Aktor Dibalik Aksi

Dibalik semua aksi, ”Pancasila Yes, Syariah No”, di Jayapura Papua, sesungguhnya dibelakangnya ada partai politik. Partai politik itu bermain dan mendanai aksi. Karena beberapa hal, pertama bahwa Papua bagi partai sektarian adalah basis pendulang suara dalam pemilu 2009 nanti, kedua, beberapa partai politik berasaskan syari’at islam memajukan caleg DPR/DPRD Tk I-II, orang-orang pribumi Papua. Jika Partai asas islam semisal PBB, PPP, PBR dan PKS memajukan calegnya asli orang Papua pasti akan menang dalam pemilu 2009 nanti. Maka aktor dibalik aksi, selain kecolongan tapi juga terbantahkan tesis selama ini yang mengatakan dominansi nilai spritual dari luar yang baru.

Dominasi nilai agama (baca: Fanatisme kepemelukan agama) sebagaimana dugaan orang luar selama ini, bahwa Papua identik dengan kelompok spritual tertentu. Tapi dengan adanya caleg-caleg partai asas islam dominan putra daerah, maka partai itu pasti akan menang dalam pemilu tahun 2009 nanti dan didukung rakyat Papua. Karena itu jika parpol berasas islam menang di pegunungan Papua nanti, maka asumsi bahwa Papua dominan nilai primordialisme spritual tertentu tidak dipertahankan lagi. Itu artinya Partai politik sektarian yang selama ini mendulang suara sudah tidak mungkin lagi mendapat dukungan mayoritas Kristen Papua.

Tapi kenapa kaum intelek Papua, utamanya dari kaum teolog terlalu bodoh memperlakukan diri mereka sendiri sebagai tidak tahu kalau dirinya bukan itu?
Apakah memang sesungguhnya orang Papua terlalu butuh dengan Yesus dan Muhammad? Bukankah kebutuhan orang Papua mau merdeka, bukan urus Pancasila, UUD dan syari'ah? Bukankah itu bukan wacana Papua sesungguhnya?

Ada kesan, tidak sebagaimana selama ini, warga gereja tidak ada masalah, malah bisa bebas, menggalang massa. Tapi mengapa pemerintah dan TNI/POLRI Papua kecolongan sekian banyak orang terlibat aksi damai bisa dibiarkan? Benarkah alasan ini, karena memang, orang Papua bukan mau merdeka tapi urus barang-barang milik Indonesia (Syari'ah, UUD dan Pancasila). Lalu nasib Papua Merdeka bagaimana?

Tegakah intelek Papua membiarkan daerahnya di jadikan tikus percobaan? Papua kita yang memang benar mayoritas Kristen Protestan dan Katolik sebelum Islam, tapi maukah daearh kita di jadikan kelinci percobaan pertarungan politik primordialisme Indonesia? Maukah kita membiarkan diri Papua di jadikan landasan bukan kebutuhan Papua tapi kebutuhan mereka? Papua memang tidak, sama sekali tidak butuh syari'ah, tapi betulkah Papua butuh Pancasila, UUD 45? Apa sih yang dibutuhkan Papua sesungguhnya? Muhammad?, Yesus?, Merdeka?, Pancasila?,UUD 45? Ataukah Hidup Merdeka, Damai Sejahtera? Kita bingung disini !!!

BAHAYA POLITIK ALIRAN - Aksi Demo : Forum Komunikasi Kristen Indonesia (FKKI)

Dari namanya organisasi ini menunjukkan bahwa dibelakang aksi penolakan syari�at Islam di Jayapura terdapat indikasi kuat, penggeraknya adalah bukan orang Papua asli. Apalagi bunyi spanduknya sudah menunjukkan pada kita sangat jelas, terang-benderang bahwa yang perlu perlindungan akan pelaksanaan syari�at adalah kaum minoritas Kristen Indonesia. Sebab selama ini mereka dikenal kelompok Islam phobia, kelompok takut di dalam NKRI, sehingga membutuhkan perlindungan tetap pada Pancasila dan UUD 45. Pertanyaannya sekarang adalah, adakah kebutuhan orang Papua pada Pancasila dan UUD 45, sebagaimana bunyi spanduk : �Pancasila Yes, Syariah No�, ini? Jawabannya tidak! Selama ini wacana Syari�ah dan Islam phobia adalah wacana orang di Senayan ( DPR RI) Jakarta.

Wacana pelaksanaan syari�ah Islam oleh Partai Islam semisal PPP, PKS, PBB dan PBR yang takut di senayan selama ini adalah Partai Damai Sejahtera (PDS) dan sebahagian PDI-P. Kalau begitu benarkah orang dari luar Papua yang berarti bukan orang Papua yang punya hajat dalam aksi penolakan syari�at Islam di Jayapura baru-baru ini di gedung DPRD dan Kantor Gubernur (Selasa, 05 Agustus 2008 ) kemarin? Jawabannya ya, tapi mengapa dilakukan di Papua? Karena di Papua mayoritas penganut agama Kristen Protestan di Utara dan Katolik di Selatan dan Islam di sentra-sentra kota.

Ini berarti aksi sepenuhnya digerakkan oleh oknum orang non Papua yang telah lama berkencimpung penyebaran agama dalam masyarakat orang Papua. Apa tujuannya? Melindungi diri sebagai minoritas takut, dalam mayoritas bangsa Indonesia yang memang sering menindas minoritas kristen. Kita tahu selama ini umat Kristiani dianiaya oleh saudara mereka yang mayoritas beragama Islam. Kejadian demikian pemandangan biasa di Indonesia selama ini.

Ambon Jilid II

Menarik dicermati, karena beberapa minggu lalu ada insinden di Cakung Jakarta Timur, oleh kelompok Islam garis keras (FPI?), bersama warga setempat melakukan aksi untuk menutup sebuah lembaga pendidikan tinggi theologia milik kelompok Kristen Indonesia. Karena ada dugaan para mahasiswanya melakukan kegiatan konversi agama dengan rayuan dan paksaan dogma kelompok itu kepada warga sekitar kampus. Tapi mengapa setelah kejadian di Jakarta Timur, kok yang direpotkan orang Papua? Adakah orang Papua mau mengerti apa yang baik pancasila atau syari�ah yang selama ini bukan wacana apalagi kebutuhan mereka sesungguhnya? Yang benar saja, bahwa sebernarnya orang Papua mau merdeka sama sekali terlepas dari kebutuhan minoritas masalah Indonesia.

Dalam gerakan Papua, Viktor F Yeimo, mencoba menganalisi adanya, gejala-gejala terkini yang menunjukkan sinyal adanya proses infiltrasi dalam kegiatan-kegiatan kerohanian (baca : Zionisme -Mossad Mengancam Papua Barat, Bagian II, http://cewehitammanis.blog.dada.net/post/1206966671/FRON-PEPERA.html).Dia menyebut ada infiltirasi oleh kelompok lain dalam gerakan perjuangan Papua. Apakah gejala yang dimaksudkan sesungguhnya nyata dibuktikan dalam penggalangan aksi demo FKKI oleh orang non Papua yang mendapati dirinya dalam negara mereka bernama Indonesia? Sebagai minoritas takut, mereka (orang kristen non Papua) lalu bersembunyi di balik keunikan Papua. Tapi mengapa kita terkesan membiarkan diri, ditanah air kita, Papua Barat, bagi munculnya politik sektarian (aliran) Indonesia yang tidak pernah selesai sejak pra prolamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dengan penghapusan tujuh kata bagi pelaksanaan syari�at islam bagi pemeluk-pemeluknya itu?

Beberapa minggu lalu selama kunjungan penulis di beberapa kota di Papua termasuk di Jayapura, penulis bertemu dengan beberapa tokoh nasional Papua. Minggu berikutnya ada surat oleh kawan Amerika dan mengirim lengkap hasil wawancara Thaha Al-Hamid. Intinya dia bertanya adakah keadaan di Papua memang gawat darurat, sehingga sangat mengkhawatirkan sebagaimana di konstantir pemuka Papua? Saya jawab tidak, kondisi Papua sangat kondusif. Lalu siapa yang memainkan issu benturan antar agama di Papua sesungguhnya?

Piagam Jakarta (baca; penghapusan tujuh kata) tidak ada hubungannya dengan Papua. Tapi mengapa wacana ini mereka bawa ke Papua? Tapi juga mengapa mereka memanfaatkan kelemahan dam kelengahan orang Papua, yang sesungguhnya tidak peduli soal wacana mereka? Karena itu terus terang, kita merasa kecolongan. Mereka �memakai� orang Papua untuk kepentingan perlindungan diri mereka sebagai minoritas takut, dalam apa yang dinamakan nasionalisme NKRI, ataukah kelompok �hijau� bermain disini untuk mencari proyek baru?

Lalu mengapa orang Papua mau �dipakai� dan daerahnya dibiarkan digunakan untuk kebutuhan mereka? Mungkin rasa solidaritas. Tapi apakah sesungguhnya esensi kebutuhan Papua memang sebagaimana dinyatakan dalam bunyi spanduk yang tertulis : �Pancasila Yes, Syariah No�, �Gubernur, DPRP berilah kami cenderamata Perdasi dan Perdasus sebagai jaminan janji imanmu bagi Tuhan dan rakyat Papua�. Apakah memang benar orang Papua butuh Pancasila, UUD, Syari'ah ataukah �M� yang sesungguhnya?

Intelek Papua bukan terjerumus tapi dijerumuskan oleh pihak lain, mereka, sebagai minoritas dalam mayoritas lain. Tapi aksi ini sendiri dapat dibiarkan berjalan lancar, tidak sebagaimana selama ini lima-sepuluh orang berkumpul saja di cegah, dihalang-halangi. Kemana fungsi intel dan pengawasan militer sehingga sekian ratus orang bisa berkumpul? Atau siapa penggerak sesungguhnya dan apa tujuan yang ingin di capainya? Ambon jilid II, sebab wacana konstitusi NKRI, adalah urusan politisi Indonesia di Senayan (DPR RI) Jakarta, bukan, jadi seharusnya jangan, perhatian penting orang Papua sehingga menggelar aksi segala.

Menetapkan Pancasila dan menolak syari�ah benar mau, tapi sama sekali bukan kebutuhan dan hakekat kehendak orang Papua mendesak soal itu. Apalagi tuntutan orang Papua selama ini sesungguhnya bukankah bukan merdeka? Bukan Otsus, agama, Pancasila, UUD apalagi Syari'ah? Siapa yang diuntungkan dengan aksi demo besar di kantor gubrnur dan DPRD Papua? Yesus, Muhammad, ataukah itu kebutuhan dasar orang Papua? Apakah dengan demikian Yesus bahagia ataukah muhammad sedih karenanya? Lalu sebenarnya yang butuh Papua ada Syari'ah itu siapa? Bukankah Papua statusnya sebagai Otsus?

Apakah para intelek Papua terlalu bodoh membiarkan diri dan wilayahnya di pakai sebagai kendaraan bagi wacana politik sektarianisme dan kebutuhan perut minoritas Kristen Indonesia? Apakah intelektual Papua memperlakukan dirinya benar mau �dipakai�. Demikiankah orang Papua perlakukan diri dan daerahnya oleh orang lain? Atau diperlakukan bodoh, pada kepentingan dan kebutuhan diluar kebutuhan asasinya? Bukankah sesungguhnya Muhammad, Yesus, tidak untuk dimakan tapi hanya ajaran kebenaran dan kebaikan semata? Yesus tidak gembira dengan aksi atas nama agama yang dia bawa itu, demikian Muhammad tidak sedih dan menangis dengan gagalnya pelaksanaan syari�at. Tapi mereka dua sebagai pesuruh dan utusan Tuhan datang kedunia hanya menyuruh kita percaya, selesai!

Aktor Dibalik Aksi

Dibalik semua aksi, �Pancasila Yes, Syariah No�, di Jayapura Papua, sesungguhnya dibelakangnya ada partai politik. Partai politik itu bermain dan mendanai aksi. Karena beberapa hal, pertama bahwa Papua bagi partai sektarian adalah basis pendulang suara dalam pemilu 2009 nanti, kedua, beberapa partai politik berasaskan syari�at islam memajukan caleg DPR/DPRD Tk I-II, orang-orang pribumi Papua. Jika Partai asas islam semisal PBB, PPP, PBR dan PKS memajukan calegnya asli orang Papua pasti akan menang dalam pemilu 2009 nanti. Maka aktor dibalik aksi, selain kecolongan tapi juga terbantahkan tesis selama ini yang mengatakan dominansi nilai spritual dari luar yang baru.

Dominasi nilai agama (baca: Fanatisme kepemelukan agama) sebagaimana dugaan orang luar selama ini, bahwa Papua identik dengan kelompok spritual tertentu. Tapi dengan adanya caleg-caleg partai asas islam dominan putra daerah, maka partai itu pasti akan menang dalam pemilu tahun 2009 nanti dan didukung rakyat Papua. Karena itu jika parpol berasas islam menang di pegunungan Papua nanti, maka asumsi bahwa Papua dominan nilai primordialisme spritual tertentu tidak dipertahankan lagi. Itu artinya Partai politik sektarian yang selama ini mendulang suara sudah tidak mungkin lagi mendapat dukungan mayoritas Kristen Papua.

Tapi kenapa kaum intelek Papua, utamanya dari kaum teolog terlalu bodoh memperlakukan diri mereka sendiri sebagai tidak tahu kalau dirinya bukan itu?
Apakah memang sesungguhnya orang Papua terlalu butuh dengan Yesus dan Muhammad? Bukankah kebutuhan orang Papua mau merdeka, bukan urus Pancasila, UUD dan syari'ah? Bukankah itu bukan wacana Papua sesungguhnya?

Ada kesan, tidak sebagaimana selama ini, warga gereja tidak ada masalah, malah bisa bebas, menggalang massa. Tapi mengapa pemerintah dan TNI/POLRI Papua kecolongan sekian banyak orang terlibat aksi damai bisa dibiarkan? Benarkah alasan ini, karena memang, orang Papua bukan mau merdeka tapi urus barang-barang milik Indonesia (Syari'ah, UUD dan Pancasila). Lalu nasib Papua Merdeka bagaimana?

Tegakah intelek Papua membiarkan daerahnya di jadikan tikus percobaan? Papua kita yang memang benar mayoritas Kristen Protestan dan Katolik sebelum Islam, tapi maukah daearh kita di jadikan kelinci percobaan pertarungan politik primordialisme Indonesia? Maukah kita membiarkan diri Papua di jadikan landasan bukan kebutuhan Papua tapi kebutuhan mereka? Papua memang tidak, sama sekali tidak butuh syari'ah, tapi betulkah Papua butuh Pancasila, UUD 45? Apa sih yang dibutuhkan Papua sesungguhnya? Muhammad?, Yesus?, Merdeka?, Pancasila?,UUD 45? Ataukah Hidup Merdeka, Damai Sejahtera? Kita bingung disini !!!

Senin, 17 Mei 2010

SPM Mobile

Baca SPMNews di HP (Hand Phone/ Mobile Phone) Anda menggunakan Alamat ini



  1. Click http://feedm8.com/papuapost di sini untuk membaca SPMNews dalam

  2. Atau Buat Blog Mobile Anda Sendiri dan Hasilkan Duit



Sabtu, 15 Mei 2010

Pendekatan Kesejahteran Bagi TPN/OPM

KUNJUNGAN : Menkokesra Agung Laksono saat tiba di tempat acara peluncuran PNPM Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat untuk Papuadi Kota Jayapura, Sabtu [15/5].

KUNJUNGAN : Menkokesra Agung Laksono saat tiba di tempat acara peluncuran PNPM Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat untuk Papuadi Kota Jayapura, Sabtu [15/5].
JAYAPUA [PAPOS] - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Agung Laksono menegaskan, pemerintah Indonesia terus melakukan pendekatan-pendekatan persuasive, untuk mengajak masyarakat Papua yang masih berseberangan untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, pendekatan dengan mengangkat senjata sudah bukan saatnya lagi, tetapi bagaimana saat ini lebih kepada pendekatan kesejahteraan. Dengan kesejahteraan masyarakat Papua akan terus membaik, maka sudah tidak ada lagi gejolak yang terjadi di atas Tanah Papua.

Terkait dengan masih adanya gerakan TPN/OPM di beberapa wilayah di Papua, Agung Laksono mengatakan, akan terus melakukan upaya-upaya pendekatan seperti yang dilakukan Menkokesra sebelumnya.

“Saya akan lakukan apa yang dibuat oleh Aburizal Bakrie dengan menurunkan TPN/OPM dari gunung, tapi tidak dengan menggunakan cara-cara kekerasan,” ujarnya kepada wartawan disela-sela kunjungannya ke RSUD Dok II Jayapura, Sabtu [15/5] kemarin.

Dikatakan, masalah TPN/OPM di Tanah Papua akan ditangani dengan baik, karena itulah yang menjadi perhatian pemerintah. Namum, ini juga membutuhkan kerja sama dengan semua pihak. Karena tanpa dukungan mustahil itu bisa kita lakukan. Jelasnya

Oleh sebab itu, dengan kepulangan orang tua kami yang cukup dikenal di Papua, yakni Nicolas Jouwe, pemerintah sangat mengharapkan bisa menggugah hati TPN/OPM yang lain untuk turun dari gunung dan setia kepada NKRI. Dan bersama-sama membangun Papua menuju Papua baru yang damai dan sejahtera, untuk memperkokoh NKRI dari sabang sampai merauke. [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos
Senin, 17 Mei 2010 00:00

Pendiri OPM Sah Jadi WNI

PATRIASI : Pendiri OPM Nicholas Jouwe diapit Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar dan Menkokesra Agung Laksono usai menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia kepada Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5), di Gedung Negara.JAYAPURA [PAPOS] – Pendiri Organisasi Papua Merdeka [OPM] dan perancang bendera bintang kejora, Nicholas Jouwe dikukuhkan secara sah menjadi warga negara Indonesia oleh Menteri Hukum dan HAM dan tinggal di Jayapura, setelah lima puluh (50) tahun lari ke negeri Belanda.

Sabtu (15/5) lalu telah menjadi kemenangan besar bagi warga Papua atas kembalinya Nicholas Jouwe ke Pangkuan NKRI yang mana awalnya bahwa Nicholas Jouwe menganggap bahwa Papua adalah bangsa Melanesia dan bukan bagian dari NKRI.

Dengan kembalinya Nicholas Jouwe ke Pangkuan NKRI, Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar langsung menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5) malam, di Gedung Negara, di hadiri Menko Kesra Agung Laksono, Muspida Provinsi Papua, Sekda Provinsi Papua, Drs Ibrahim Loupatty,MM, Pangdam XVII/Cenderwasih Mayjen TNI Hotma Marbun, Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Bekto Suprapto M.Si, dan para undangan dari para pejabat pemerintah dan sipil di Papua.

Dalam sambutan Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar mengatakan, dengan kembalinya Nicholas Jouwe ke Papua adalah sebuah kemenangan besar bagi warga Papua, sehingga dengan kepulangannya bisa menyadarkan sebagian besar warga Papua yang berkutat dengan ideologi Papua merdeka.

Dikatakan, dengan kembali Nicholas Jouwe ke pangkuan NKRI merupakan satu penghargaan besar setelah 50 tahun meninggalkan Indonesia. Namun dengan kembalinya Nicholas Jouwe tetap menetapkan dirinya untuk menjadi kesatuan Republik Indonesia.

Patrlialis mengatakan, kembalinya Nicholas menjadi contoh dan teladan bagi seluruh Rakyat Papua, khususnya bagi yang masih berada di luar negeri untuk kembalinya ke Papua dan bisa membangun lebik Papua baik.

“ Sekembalinya Nicholas Jouwe, kami menghimbau untuk saatnya sekarang membangun Papua dan masa depan yang lebih baik,” pungkas patralis

Patrialis mengungkapan bahwa berdasarkan catatan Kemenkumham, terdapat lima kategori untuk menjadi WNI, yakni proses naturalisasi sebanyak 710 orang, menikah secara sah (233 orang), pasangan warga negara asing dengan WNI sebelum 17 Agustus (10.577 orang), orang kehilangan status kewarganegaraan yang kembali jadi WNI (4.256 orang), dan pemukim keturunan yang sudah turun menurun menjadi WNI (3.654 orang).

Hal yang sama disampikan, Menkokesra Agung Laksono, bahwa kepulangan pendiri OPM menjadi warga Indonesia, merupakan anugrah dan kebanggaan bagi Indonesia terutama Papua karena tokoh besar yang selama puluhan tahun berbeda pandangan politik telah sadar bahwa perjuangan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun, sia-sia.

“Saya harap kelompok-kelompok yang masih berseberangan dengan NKRI, sudah saatnya sadar apa yang diperjuangkan hanya mimpi belaka, seperti yang telah diungkapkan sang pendiri OPM,” ujar Agung Laksono.

Sementara itu, Nicholas Jouwe mengatakan, dirinya sangat bangga dan senang bisa kembali ke Tanah Papua bahwakan mengakui telah menjadi Warga Negara Indoneisa. “ Saya sangat terharu, ternyata RI dibawah kepemimpinan SBY dengan benar-benar berniat untuk membangun Papua yang lebih baik dan sejahtera, dengan menerima saya kembali sebagai warganya,’’ Ujar Nicholas dalam pertemuan itu.

Dalam penyampaiannya mengungkapkan bahwa selama dirinya meninggalkan Negara Indonesia sejak usia 24 tahun untuk mengasinkan ke Negara Belanda, namun atas perjuangan yang di lakukan selama ini sia-sia dan mimpi belaka.

Nicholas mengatakan bahwa selama 24 tahun meninggalakan Negara Indonesia, sehingga dengan dalam usia yang sudah berumur 87 tahun ini sadar dan ingin ke Pangkuan NKRI terutama Papua. “ soal perbedaan pandangan politik telah membuat saya jauh dari Negeri namun perjuangan yang di lakukan itu hanya sia-sia belaka,” Ujarnya

Dikatakannya, dengan kembalinya ke Papua, bertekad ingin membangun Papua yang lebih aman dan sejahtera. Tak hanya itu, Nicholas juga tak lupa untuk menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI SBY, menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menkokesra Agung Laksono, serta mantan menkokesra Aburizal Bakrie dan tentu rakyat Inodnesia khususnya Papua. Pungkasnya

Sementara Nicholas Jouwe kepada wartawan mengatakan, dirinya sangat gembira untuk menjadi putra Indonesia. “ Saya sudah pasti gembira karena saya diterima menjadi putra Indonesia, rencana ke depan akan membangun Papua yang aman dan makmur. Karena tidak ada dunia yang mendukung impian merdeka,” tandasnya.

Dikatakan soal rencana Nicholas akan bertemu OPM di hutan, menurutnya tidak perlu dilakukan tapi harusnya mereka yang mencari saya dan bukan saya yang mencari mereka karena mereka adalah orang-orang liar bahkan mereka yang dihutan itu tidak kenal hukum jadi sekali liar tetap liar dan kalau mau menjadi orang baik maka datang kepada kami.

“ Soal OPM selalu memperjuangkan komitmennya, namun itu adalah kebodohan mereka sendiri bahkan sangat disayangkan dengan kebodohan mereka sudah mensengsarakan diri mereka sendiri. Bangsa Papua tidak akan goyang dengan tingkahlaku mereka,” tegas Nicholas.

Di tanya Soal penembakan yang terjadi di Papua belakang ini, Nicolas enggan berkomentar namun menurutnya belum tentu OPM yang melakukannya tapi ada instansi lain yang melakukan.

“ Tidak ada satu hakim di dunia ini yang bisa mengalahkan Indonesia tentang masalah integrasi Papua ke dalam NKRI. Indonesia benar soal Papua namun PBB saja yang main kotor,” ujar Nicholas.

Sementara itu, Ketua Delegasi Kepulangan Nicholas Jowe, Febiola Jowe, mengatakan kembalinya Nicoolas ke tanah air setelah Presiden SBY menemui dirinya. "Beliau mengatakan apa yang bisa dilakukan untuk Nickolas demi kemajuan Papua," ujarnya.

"Saat itu saya berkata kembalikan Nicholas Jouwe ke Indonesia sesuai surat yang pernah diajukannya," ucap Febiola.

Akhirnya Nicholas memutuskan Faebiola untuk mengurus kepulangannya ke Indonesia dengan membentuk tim delegasi hingga mantan tokoh OPM itu kembali ke Papua agar tidak terjadi konflik.[loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Senin, 17 Mei 2010 00:00


Pendekatan Kesejahteran Bagi TPN/OPM

KUNJUNGAN : Menkokesra Agung Laksono saat tiba di tempat acara peluncuran PNPM Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat untuk Papuadi Kota Jayapura, Sabtu [15/5].

KUNJUNGAN : Menkokesra Agung Laksono saat tiba di tempat acara peluncuran PNPM Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat untuk Papuadi Kota Jayapura, Sabtu [15/5].
JAYAPUA [PAPOS] - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Agung Laksono menegaskan, pemerintah Indonesia terus melakukan pendekatan-pendekatan persuasive, untuk mengajak masyarakat Papua yang masih berseberangan untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, pendekatan dengan mengangkat senjata sudah bukan saatnya lagi, tetapi bagaimana saat ini lebih kepada pendekatan kesejahteraan. Dengan kesejahteraan masyarakat Papua akan terus membaik, maka sudah tidak ada lagi gejolak yang terjadi di atas Tanah Papua.

Terkait dengan masih adanya gerakan TPN/OPM di beberapa wilayah di Papua, Agung Laksono mengatakan, akan terus melakukan upaya-upaya pendekatan seperti yang dilakukan Menkokesra sebelumnya.

�Saya akan lakukan apa yang dibuat oleh Aburizal Bakrie dengan menurunkan TPN/OPM dari gunung, tapi tidak dengan menggunakan cara-cara kekerasan,� ujarnya kepada wartawan disela-sela kunjungannya ke RSUD Dok II Jayapura, Sabtu [15/5] kemarin.

Dikatakan, masalah TPN/OPM di Tanah Papua akan ditangani dengan baik, karena itulah yang menjadi perhatian pemerintah. Namum, ini juga membutuhkan kerja sama dengan semua pihak. Karena tanpa dukungan mustahil itu bisa kita lakukan. Jelasnya

Oleh sebab itu, dengan kepulangan orang tua kami yang cukup dikenal di Papua, yakni Nicolas Jouwe, pemerintah sangat mengharapkan bisa menggugah hati TPN/OPM yang lain untuk turun dari gunung dan setia kepada NKRI. Dan bersama-sama membangun Papua menuju Papua baru yang damai dan sejahtera, untuk memperkokoh NKRI dari sabang sampai merauke. [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos
Senin, 17 Mei 2010 00:00

Pendiri OPM Sah Jadi WNI

PATRIASI : Pendiri OPM Nicholas Jouwe diapit Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar dan Menkokesra Agung Laksono usai menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia kepada Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5), di Gedung Negara.JAYAPURA [PAPOS] � Pendiri Organisasi Papua Merdeka [OPM] dan perancang bendera bintang kejora, Nicholas Jouwe dikukuhkan secara sah menjadi warga negara Indonesia oleh Menteri Hukum dan HAM dan tinggal di Jayapura, setelah lima puluh (50) tahun lari ke negeri Belanda.

Sabtu (15/5) lalu telah menjadi kemenangan besar bagi warga Papua atas kembalinya Nicholas Jouwe ke Pangkuan NKRI yang mana awalnya bahwa Nicholas Jouwe menganggap bahwa Papua adalah bangsa Melanesia dan bukan bagian dari NKRI.

Dengan kembalinya Nicholas Jouwe ke Pangkuan NKRI, Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar langsung menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5) malam, di Gedung Negara, di hadiri Menko Kesra Agung Laksono, Muspida Provinsi Papua, Sekda Provinsi Papua, Drs Ibrahim Loupatty,MM, Pangdam XVII/Cenderwasih Mayjen TNI Hotma Marbun, Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Bekto Suprapto M.Si, dan para undangan dari para pejabat pemerintah dan sipil di Papua.

Dalam sambutan Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar mengatakan, dengan kembalinya Nicholas Jouwe ke Papua adalah sebuah kemenangan besar bagi warga Papua, sehingga dengan kepulangannya bisa menyadarkan sebagian besar warga Papua yang berkutat dengan ideologi Papua merdeka.

Dikatakan, dengan kembali Nicholas Jouwe ke pangkuan NKRI merupakan satu penghargaan besar setelah 50 tahun meninggalkan Indonesia. Namun dengan kembalinya Nicholas Jouwe tetap menetapkan dirinya untuk menjadi kesatuan Republik Indonesia.

Patrlialis mengatakan, kembalinya Nicholas menjadi contoh dan teladan bagi seluruh Rakyat Papua, khususnya bagi yang masih berada di luar negeri untuk kembalinya ke Papua dan bisa membangun lebik Papua baik.

� Sekembalinya Nicholas Jouwe, kami menghimbau untuk saatnya sekarang membangun Papua dan masa depan yang lebih baik,� pungkas patralis

Patrialis mengungkapan bahwa berdasarkan catatan Kemenkumham, terdapat lima kategori untuk menjadi WNI, yakni proses naturalisasi sebanyak 710 orang, menikah secara sah (233 orang), pasangan warga negara asing dengan WNI sebelum 17 Agustus (10.577 orang), orang kehilangan status kewarganegaraan yang kembali jadi WNI (4.256 orang), dan pemukim keturunan yang sudah turun menurun menjadi WNI (3.654 orang).

Hal yang sama disampikan, Menkokesra Agung Laksono, bahwa kepulangan pendiri OPM menjadi warga Indonesia, merupakan anugrah dan kebanggaan bagi Indonesia terutama Papua karena tokoh besar yang selama puluhan tahun berbeda pandangan politik telah sadar bahwa perjuangan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun, sia-sia.

�Saya harap kelompok-kelompok yang masih berseberangan dengan NKRI, sudah saatnya sadar apa yang diperjuangkan hanya mimpi belaka, seperti yang telah diungkapkan sang pendiri OPM,� ujar Agung Laksono.

Sementara itu, Nicholas Jouwe mengatakan, dirinya sangat bangga dan senang bisa kembali ke Tanah Papua bahwakan mengakui telah menjadi Warga Negara Indoneisa. � Saya sangat terharu, ternyata RI dibawah kepemimpinan SBY dengan benar-benar berniat untuk membangun Papua yang lebih baik dan sejahtera, dengan menerima saya kembali sebagai warganya,�� Ujar Nicholas dalam pertemuan itu.

Dalam penyampaiannya mengungkapkan bahwa selama dirinya meninggalkan Negara Indonesia sejak usia 24 tahun untuk mengasinkan ke Negara Belanda, namun atas perjuangan yang di lakukan selama ini sia-sia dan mimpi belaka.

Nicholas mengatakan bahwa selama 24 tahun meninggalakan Negara Indonesia, sehingga dengan dalam usia yang sudah berumur 87 tahun ini sadar dan ingin ke Pangkuan NKRI terutama Papua. � soal perbedaan pandangan politik telah membuat saya jauh dari Negeri namun perjuangan yang di lakukan itu hanya sia-sia belaka,� Ujarnya

Dikatakannya, dengan kembalinya ke Papua, bertekad ingin membangun Papua yang lebih aman dan sejahtera. Tak hanya itu, Nicholas juga tak lupa untuk menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI SBY, menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menkokesra Agung Laksono, serta mantan menkokesra Aburizal Bakrie dan tentu rakyat Inodnesia khususnya Papua. Pungkasnya

Sementara Nicholas Jouwe kepada wartawan mengatakan, dirinya sangat gembira untuk menjadi putra Indonesia. � Saya sudah pasti gembira karena saya diterima menjadi putra Indonesia, rencana ke depan akan membangun Papua yang aman dan makmur. Karena tidak ada dunia yang mendukung impian merdeka,� tandasnya.

Dikatakan soal rencana Nicholas akan bertemu OPM di hutan, menurutnya tidak perlu dilakukan tapi harusnya mereka yang mencari saya dan bukan saya yang mencari mereka karena mereka adalah orang-orang liar bahkan mereka yang dihutan itu tidak kenal hukum jadi sekali liar tetap liar dan kalau mau menjadi orang baik maka datang kepada kami.

� Soal OPM selalu memperjuangkan komitmennya, namun itu adalah kebodohan mereka sendiri bahkan sangat disayangkan dengan kebodohan mereka sudah mensengsarakan diri mereka sendiri. Bangsa Papua tidak akan goyang dengan tingkahlaku mereka,� tegas Nicholas.

Di tanya Soal penembakan yang terjadi di Papua belakang ini, Nicolas enggan berkomentar namun menurutnya belum tentu OPM yang melakukannya tapi ada instansi lain yang melakukan.

� Tidak ada satu hakim di dunia ini yang bisa mengalahkan Indonesia tentang masalah integrasi Papua ke dalam NKRI. Indonesia benar soal Papua namun PBB saja yang main kotor,� ujar Nicholas.

Sementara itu, Ketua Delegasi Kepulangan Nicholas Jowe, Febiola Jowe, mengatakan kembalinya Nicoolas ke tanah air setelah Presiden SBY menemui dirinya. "Beliau mengatakan apa yang bisa dilakukan untuk Nickolas demi kemajuan Papua," ujarnya.

"Saat itu saya berkata kembalikan Nicholas Jouwe ke Indonesia sesuai surat yang pernah diajukannya," ucap Febiola.

Akhirnya Nicholas memutuskan Faebiola untuk mengurus kepulangannya ke Indonesia dengan membentuk tim delegasi hingga mantan tokoh OPM itu kembali ke Papua agar tidak terjadi konflik.[loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Senin, 17 Mei 2010 00:00


Jumat, 14 Mei 2010

SITUASI AKHIR PUNCAK JAYA: Dearah Operasi Militer (DOM) Diterapkan, Penduduk Diungsikan

Puncak Jaya SPMNews:  Permintaan Bupati Puncak Jaya, serta ketua Dewan Puncak Jaya kepada Gubernur, Pangdam, serta ke Pemerintah Puasat  untuk menjadikan Puncak Jaya sebagai Derah Operasi Militer (DOM)  di wilaya Puncak Jaya akhirnya dikabulkan oleh TNI/POLRI.  Menurut info yang kami terima dari orang terpercaya di PEMKAB Puncak Jaya bahwa operasi besar-besaran akan dilakukan didalam minggu besok 17 Juni 2010. Persiapan dilakukan dari 4 titik (Empat Kabupaten) untuk pendropan pasukan TNI/POLRI, dari arah Tolikara, Puncak Jaya, Ilaga ( Kab. Puncak).

Menurut orang terpercaya tersebut mengatakan bahwa Anggaran yang dianggarkan dari dana Rakyat/ OTONOMI Khusus sebesar Rp.100m.

Semua rakyat di sekitar Tingginambut dan Pilia, Monia  di ungsikan ke kampung-kampung yang jauh dari daerah yang ditargetkan menjai Daerah Operasi Militer (DOM).

Sebagian dari mereka memilih untuk mengungsi ke Wamena, ada ke Puncak Jaya, ada yang ke Tolikara. Operasi akan di jalankan jika ada komando bergerak dari Kapolda Papua dan Pangdam Papua, sedangkan komando untuk pendropan Pasukan serta Alat perang sudah dilakukan didalam minggu ini.

Pendropan pasukan membuat rakyat di 4 Kabupaten panic karena trauma dengan perlakuan TNI/POLRI didalam operasi-operasi sebelumnya.

Goliat Tabuni, Gen. TRWP nyatakan siap untuk berperang, namun ia masih mengadakan perhitungan amunisi karena mereka kekurangan Amunisi. Adik kandungnya seorang perempuan dikirim ke Vanimo untuk membeli amunisi, sayangnya ia masuk ke alamat dan orang yang salah sehingga dana sumbangan untuk membeli amunisi lenyap di pertengahan usahanya.

Demikian

Laporan: Wone Nit Mban-Mban Maluk Age me, Koniyak Ake Mbanggo o

Wa, wa.

Vanimo malam minggu paga it Obiur, Herman ouri inom aap inanggonen worak engga wogoragarak niyo

nonggonagarik Blek Wara nogonagarik aap leek arek mbaka ninagalogwe Reny Ruth Yikwa, Ester Game

imbirak pasar Blek Wara jualan ekwe mbaka jualan yage mbanggwe, inebe yage mbaninakwe, ekarak

me rumah sakit agarik.

Aap inebe wim arinime igak me, kumi Lombok wonogwe mbaka yage mbaninaka o; nde it ninagalogwe

nen yogwe logonet wone TRWP yi kit aap arek nen ekotap me program selanjutnya erak arek nggaruk

togon ekwi lek, ta tombegak kwak erit nogwe me, kit time op kigak nit yime apit arek ninorugun

me, kinaruk paga pogo o. Ninawone mbaniyak kenok yabu egu pogotak arek menat nggi kanip o, yinuk

Ester RS Vanimo logonet telepon e’nake, o. wa.

Ester nen ari logonet Polisi operasi e’ninaburak yagarak nogo e’ninakwi lek arek age mbaki, at

Obiur aipar nogo auri inom, Jhon Pun apuri aap inom komando yoragarak niyo nenok ninori wagarak

o, ndi at Mariyan aipar inom nogwe logonet Jhon Pun mondok angop ngarik-nggarek arek warogo

pinagarak me, wone ninoba anggin agarak o, Jayapura napaniyak nduk persiapan ekirak kwe Wone

nawuri ekwi tati nggi kogwe kigak perak op ariyak kagak logorak mbake nagarik, nawuri kin

wakinaki o, wa.

Ndi ambi ty ap yime nen e’ninabuwak lak, nit mban-mban arek e’ninakwi me niniki wakolagi o,

nawuri kit aap nen arek wone yi ekotak me, kit ninawone ty yinipugwi arek ninaruk logowi o,

yinuk Ester, Reny imbirak inone yo’nega.

Sekjen II auri inom an aap nimbirak yirak nebe lek negak ekotak me, nimbirak yirak wage agarik

yegenagarik awuri ik maginake mbake telp yogi, puk a’no o, nit awo arek yalanggok ekwe me, wone

irip paga maluk age kero yinuk yogirak me, pindah eginabirak arek papa Graun inom wone mbanggwe

agarik.

Wologwe wae, wone togop age me, focus yime arek e’no e, wone nggika’net nogwe nigak maluk age ty, wone ninoba Lombok arek kin wo’nakwe me, kabolok, kone menat yo’niret.

At Tabenak UK nen at one ari mban arek sama2 kami tunggu ari agarik. Nde at Tabenak Komando nen

pesan perak, napore kinogoba an nomawe lek negen age me, kinabolok mbit erinip o, awo kigak wone

muk maluk age ty arek kogop o, yinuk pesan lewat Sekjen II eke.

Wone togop arek.

Wa,wa…

SITUASI AKHIR PUNCAK JAYA: Dearah Operasi Militer (DOM) Diterapkan, Penduduk Diungsikan

Puncak Jaya SPMNews:  Permintaan Bupati Puncak Jaya, serta ketua Dewan Puncak Jaya kepada Gubernur, Pangdam, serta ke Pemerintah Puasat  untuk menjadikan Puncak Jaya sebagai Derah Operasi Militer (DOM)  di wilaya Puncak Jaya akhirnya dikabulkan oleh TNI/POLRI.  Menurut info yang kami terima dari orang terpercaya di PEMKAB Puncak Jaya bahwa operasi besar-besaran akan dilakukan didalam minggu besok 17 Juni 2010. Persiapan dilakukan dari 4 titik (Empat Kabupaten) untuk pendropan pasukan TNI/POLRI, dari arah Tolikara, Puncak Jaya, Ilaga ( Kab. Puncak).

Menurut orang terpercaya tersebut mengatakan bahwa Anggaran yang dianggarkan dari dana Rakyat/ OTONOMI Khusus sebesar Rp.100m.

Semua rakyat di sekitar Tingginambut dan Pilia, Monia  di ungsikan ke kampung-kampung yang jauh dari daerah yang ditargetkan menjai Daerah Operasi Militer (DOM).

Sebagian dari mereka memilih untuk mengungsi ke Wamena, ada ke Puncak Jaya, ada yang ke Tolikara. Operasi akan di jalankan jika ada komando bergerak dari Kapolda Papua dan Pangdam Papua, sedangkan komando untuk pendropan Pasukan serta Alat perang sudah dilakukan didalam minggu ini.

Pendropan pasukan membuat rakyat di 4 Kabupaten panic karena trauma dengan perlakuan TNI/POLRI didalam operasi-operasi sebelumnya.

Goliat Tabuni, Gen. TRWP nyatakan siap untuk berperang, namun ia masih mengadakan perhitungan amunisi karena mereka kekurangan Amunisi. Adik kandungnya seorang perempuan dikirim ke Vanimo untuk membeli amunisi, sayangnya ia masuk ke alamat dan orang yang salah sehingga dana sumbangan untuk membeli amunisi lenyap di pertengahan usahanya.

Demikian

Laporan: Wone Nit Mban-Mban Maluk Age me, Koniyak Ake Mbanggo o

Wa, wa.

Vanimo malam minggu paga it Obiur, Herman ouri inom aap inanggonen worak engga wogoragarak niyo

nonggonagarik Blek Wara nogonagarik aap leek arek mbaka ninagalogwe Reny Ruth Yikwa, Ester Game

imbirak pasar Blek Wara jualan ekwe mbaka jualan yage mbanggwe, inebe yage mbaninakwe, ekarak

me rumah sakit agarik.

Aap inebe wim arinime igak me, kumi Lombok wonogwe mbaka yage mbaninaka o; nde it ninagalogwe

nen yogwe logonet wone TRWP yi kit aap arek nen ekotap me program selanjutnya erak arek nggaruk

togon ekwi lek, ta tombegak kwak erit nogwe me, kit time op kigak nit yime apit arek ninorugun

me, kinaruk paga pogo o. Ninawone mbaniyak kenok yabu egu pogotak arek menat nggi kanip o, yinuk

Ester RS Vanimo logonet telepon e�nake, o. wa.

Ester nen ari logonet Polisi operasi e�ninaburak yagarak nogo e�ninakwi lek arek age mbaki, at

Obiur aipar nogo auri inom, Jhon Pun apuri aap inom komando yoragarak niyo nenok ninori wagarak

o, ndi at Mariyan aipar inom nogwe logonet Jhon Pun mondok angop ngarik-nggarek arek warogo

pinagarak me, wone ninoba anggin agarak o, Jayapura napaniyak nduk persiapan ekirak kwe Wone

nawuri ekwi tati nggi kogwe kigak perak op ariyak kagak logorak mbake nagarik, nawuri kin

wakinaki o, wa.

Ndi ambi ty ap yime nen e�ninabuwak lak, nit mban-mban arek e�ninakwi me niniki wakolagi o,

nawuri kit aap nen arek wone yi ekotak me, kit ninawone ty yinipugwi arek ninaruk logowi o,

yinuk Ester, Reny imbirak inone yo�nega.

Sekjen II auri inom an aap nimbirak yirak nebe lek negak ekotak me, nimbirak yirak wage agarik

yegenagarik awuri ik maginake mbake telp yogi, puk a�no o, nit awo arek yalanggok ekwe me, wone

irip paga maluk age kero yinuk yogirak me, pindah eginabirak arek papa Graun inom wone mbanggwe

agarik.

Wologwe wae, wone togop age me, focus yime arek e�no e, wone nggika�net nogwe nigak maluk age ty, wone ninoba Lombok arek kin wo�nakwe me, kabolok, kone menat yo�niret.

At Tabenak UK nen at one ari mban arek sama2 kami tunggu ari agarik. Nde at Tabenak Komando nen

pesan perak, napore kinogoba an nomawe lek negen age me, kinabolok mbit erinip o, awo kigak wone

muk maluk age ty arek kogop o, yinuk pesan lewat Sekjen II eke.

Wone togop arek.

Wa,wa�

Kamis, 13 Mei 2010

Cari Solusi Pro dan Kontrak Intregasi Papua

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan seminar publik tentang pro dan kontrak integrasi Papua, Selasa (11/5) kemarin, di aula Diklat Sosial Abepura.


SEMINAR digelar oleh KNPB dengan judul Mencari Keadilan dan Kebenaran tentang Integrasi Papua Yang Selama Ini Membingungkan Masyarakat Papua.


Sebagai pembawa materi dalam seminar publik tersebut, yakni Edison Warimon dari Kontras Papua, Nickonas Meseet dan Wakil Ketua DPRD Papua Barat.


Seminar dihadiri sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan masyarakat baik dari tokoh Adat, tokoh Pemuda, tokoh Masyarakat, kaum Perempuan Papua dan para Mahasiswa.


Menurut Ketua Panitia, Mako Tabuni, yang juga selaku juru bicara KNPB saat ditemui disela-sela kegiatan mengatakan, tujuan dari seminar yakni untuk mencari kebenaran apakah integrasi Papua sudah selesai atau belum.


Mako Tabuni mengatakan, seminar ini dilakukan karena ada dua buku yang saat ini beredar di masyarakat, yang satu berjudul integrasi sudah selesai dan yang satu berjudul integrasi belum selesai, sehingga membingungkan masyarakat di Papua.


Kata Mako, dalam seminar ada tim perumus dari lembaga-lembaga pendidikan yang akan merumuskan hasil seminar untuk memastikan apakah integrasi sudah selesai atau belum, agar rakyat Papua tahu sesungguhnya kebenaran integrasi Papua.


Mako Tabuni juga menyampaikan, dalam waktu dekat hasil kajian dari tim perumus seminar tersebut akan disampaikan ke masyarakat umum di Papua dan di Indonesia, serta akan disampaikan juga ke 70 negara di dunia yang peduli terhadap masalah Papua.[**]


Ditulis oleh Eka/Papua

Rabu, 12 Mei 2010 00:00




Provinsi Papua Tengah Dipersiapkan

TIMIKA [PAPOS] - Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengutus Deputi I Bidang Politik Dalam Negeri Mayjen Karseno bersama tim ke Timika, untuk mempersiapkan pembentukan Provinsi Papua Tengah.

Rabu [12/5] pagi lalu, Karseno yang didampingi asistennya Amirullah dan Nurhadi bersama Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah meninjau lahan seluas 106 hektar yang dihibahkan Pemkab Mimika untuk lokasi pembangunan perkantoran Pemprov Papua Tengah di Kampung Limau Asri-SP5 Timika.

Karseno mengatakan, kunjungan ke Timika dalam rangka membuat kajian dan analisis kebijakan pemekaran Provinsi Papua Tengah menuju sebuah daerah otonom baru.

" Kedatangan kami untuk mendapatkan fakta-fakta dan aspirasi masyarakat Timika dan sekitarnya sehingga nanti tidak ada kesan `katanya` atau direkayasa," jelas Karseno saat beraudiens dengan Pemkab Mimika, anggota DPRD dan para tokoh masyarakat Mimika serta sejumlah kabupaten tetangga di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Mimika, Selasa malam.

Ia mengatakan, fakta dan hasil kajian yang diperoleh di Timika akan menjadi bahan evaluasi Kantor Kemenko Polhukam untuk menyimpulkan apakah Papua Tengah layak atau tidak menjadi provinsi baru terlepas dari Provinsi Papua.

Menurut Karseno, sejak beberapa tahun lalu Pemerintah Pusat membuat moratorium pemekaran provinsi lantaran banyaknya masalah.

Meski begitu, katanya, tidak tertutup kemungkinan pemekaran provinsi baru dengan melalui evaluasi ketat dan dilengkapi desain besarnya.

Karseno menegaskan, tujuan utama pemekaran suatu wilayah untuk menyejahterakan rakyat dan meningkatkan pelayanan kepada rakyat.

"Namun yang terjadi selama ini jauh dari harapan itu karena dimanfaatkan untuk bagi-bagi kekuasaan dan lainnya. Ini yang harus dihindari. Pemekaran Papua Tengah dalam rangka untuk menyejahterakan rakyat Papua terutama di wilayah Papua Tengah," ungkapnya.

Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah Andreas Anggaibak mengatakan, pada 23 Agustus 2003 sudah dilakukan deklarasi pembentukan Provinsi Papua Tengah (saat itu disebut Provinsi Irian Jaya Tengah).

Namun karena ada pro-kontra pemekaran, agenda itu tidak ditindaklanjuti. Selanjutnya pada 13 Mei 2008 papan nama Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Papua Tengah dipasang kembali.

"Pemekaran ini sangat penting. Selama ini kami diperalat oleh orang lain. Tidak ada lagi masyarakat yang tolak pemekaran Papua Tengah, kami sudah berdamai," katanya.

Anggaibak meminta tim Kemenko Polhukam membawa aspirasi rakyat Papua Tengah ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta dan berharap pada 17 Agustus 2010 sudah dilantik Caretaker Gubernur Provinsi Papua Tengah.

"Kekayaan alam kami (tambang emas dan tembaga yang dikelola PT Freeport Indonesia) bisa memberi makan 22 negara, masa` Timika tidak bisa menjadi ibu kota Provinsi Papua Tengah," kata Anggaibak. [ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos
Jumat, 14 Mei 2010 00:00

Cari Solusi Pro dan Kontrak Intregasi Papua

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan seminar publik tentang pro dan kontrak integrasi Papua, Selasa (11/5) kemarin, di aula Diklat Sosial Abepura.


SEMINAR digelar oleh KNPB dengan judul Mencari Keadilan dan Kebenaran tentang Integrasi Papua Yang Selama Ini Membingungkan Masyarakat Papua.


Sebagai pembawa materi dalam seminar publik tersebut, yakni Edison Warimon dari Kontras Papua, Nickonas Meseet dan Wakil Ketua DPRD Papua Barat.


Seminar dihadiri sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan masyarakat baik dari tokoh Adat, tokoh Pemuda, tokoh Masyarakat, kaum Perempuan Papua dan para Mahasiswa.


Menurut Ketua Panitia, Mako Tabuni, yang juga selaku juru bicara KNPB saat ditemui disela-sela kegiatan mengatakan, tujuan dari seminar yakni untuk mencari kebenaran apakah integrasi Papua sudah selesai atau belum.


Mako Tabuni mengatakan, seminar ini dilakukan karena ada dua buku yang saat ini beredar di masyarakat, yang satu berjudul integrasi sudah selesai dan yang satu berjudul integrasi belum selesai, sehingga membingungkan masyarakat di Papua.


Kata Mako, dalam seminar ada tim perumus dari lembaga-lembaga pendidikan yang akan merumuskan hasil seminar untuk memastikan apakah integrasi sudah selesai atau belum, agar rakyat Papua tahu sesungguhnya kebenaran integrasi Papua.


Mako Tabuni juga menyampaikan, dalam waktu dekat hasil kajian dari tim perumus seminar tersebut akan disampaikan ke masyarakat umum di Papua dan di Indonesia, serta akan disampaikan juga ke 70 negara di dunia yang peduli terhadap masalah Papua.[**]


Ditulis oleh Eka/Papua

Rabu, 12 Mei 2010 00:00




Provinsi Papua Tengah Dipersiapkan

TIMIKA [PAPOS] - Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengutus Deputi I Bidang Politik Dalam Negeri Mayjen Karseno bersama tim ke Timika, untuk mempersiapkan pembentukan Provinsi Papua Tengah.

Rabu [12/5] pagi lalu, Karseno yang didampingi asistennya Amirullah dan Nurhadi bersama Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah meninjau lahan seluas 106 hektar yang dihibahkan Pemkab Mimika untuk lokasi pembangunan perkantoran Pemprov Papua Tengah di Kampung Limau Asri-SP5 Timika.

Karseno mengatakan, kunjungan ke Timika dalam rangka membuat kajian dan analisis kebijakan pemekaran Provinsi Papua Tengah menuju sebuah daerah otonom baru.

" Kedatangan kami untuk mendapatkan fakta-fakta dan aspirasi masyarakat Timika dan sekitarnya sehingga nanti tidak ada kesan `katanya` atau direkayasa," jelas Karseno saat beraudiens dengan Pemkab Mimika, anggota DPRD dan para tokoh masyarakat Mimika serta sejumlah kabupaten tetangga di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Mimika, Selasa malam.

Ia mengatakan, fakta dan hasil kajian yang diperoleh di Timika akan menjadi bahan evaluasi Kantor Kemenko Polhukam untuk menyimpulkan apakah Papua Tengah layak atau tidak menjadi provinsi baru terlepas dari Provinsi Papua.

Menurut Karseno, sejak beberapa tahun lalu Pemerintah Pusat membuat moratorium pemekaran provinsi lantaran banyaknya masalah.

Meski begitu, katanya, tidak tertutup kemungkinan pemekaran provinsi baru dengan melalui evaluasi ketat dan dilengkapi desain besarnya.

Karseno menegaskan, tujuan utama pemekaran suatu wilayah untuk menyejahterakan rakyat dan meningkatkan pelayanan kepada rakyat.

"Namun yang terjadi selama ini jauh dari harapan itu karena dimanfaatkan untuk bagi-bagi kekuasaan dan lainnya. Ini yang harus dihindari. Pemekaran Papua Tengah dalam rangka untuk menyejahterakan rakyat Papua terutama di wilayah Papua Tengah," ungkapnya.

Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah Andreas Anggaibak mengatakan, pada 23 Agustus 2003 sudah dilakukan deklarasi pembentukan Provinsi Papua Tengah (saat itu disebut Provinsi Irian Jaya Tengah).

Namun karena ada pro-kontra pemekaran, agenda itu tidak ditindaklanjuti. Selanjutnya pada 13 Mei 2008 papan nama Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Papua Tengah dipasang kembali.

"Pemekaran ini sangat penting. Selama ini kami diperalat oleh orang lain. Tidak ada lagi masyarakat yang tolak pemekaran Papua Tengah, kami sudah berdamai," katanya.

Anggaibak meminta tim Kemenko Polhukam membawa aspirasi rakyat Papua Tengah ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta dan berharap pada 17 Agustus 2010 sudah dilantik Caretaker Gubernur Provinsi Papua Tengah.

"Kekayaan alam kami (tambang emas dan tembaga yang dikelola PT Freeport Indonesia) bisa memberi makan 22 negara, masa` Timika tidak bisa menjadi ibu kota Provinsi Papua Tengah," kata Anggaibak. [ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos
Jumat, 14 Mei 2010 00:00

Rabu, 12 Mei 2010

OPM Diwarning Segerah Menyerah

JAYAPURA- Tak ada ampun lagi bagi kelompok Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), yang belakangan ini banyak melakukan aksi-aksi penembakan di Puncak Jaya. Pemda dan DPRD Puncak Jaya sepertinya sudah gerah dengan aksi-aksi seperatis tersebut. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Puncak Jaya Papua, mewarning TPN/OPM yang bermarkas di Tingginambut Puncak Jaya, untuk segera menyerah.

Jika tidak, TNI dan Polri akan diberikan akses yang seluas-luasnya, mengejar dan menangkap kawanan separatis tersebut. "Kami memberikan kesempatan kepada OPM yang selama ini selalu mengacau di Puncak Jaya, untuk menyerah, batas waktunya hingga 28 Juni mendatang. Bila tidak, maka Pemda, DPRD, tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat akan meminta Polri menumpas kelompok yang kerap membuat resah itu," tegas Ketua DPRD Puncak Jaya Nesko Wonda, kemarin.

Lebih lanjut dikatakan, sebelum TNI/Polri diberikan akses seluas-luasnya melakukan pengejaran, langkah-langkah yang akan ditempuh, meminta seluruh distrik-distrik yang ada di Puncak Jaya, bila ada warganya yang ikut OPM, segera memanggil pulang. Bagi warga Puncak Jaya, yang mengetahui adanya warga luar berada di sekitar Tingginambut (Markas OPM), untuk mengusirnya. "Ada sejumlah orang dari luar Puncak Jaya saat ini berada dan bergabung dengan OPM Tingginambut. Bila warga mengetahuinya, segera di usir," kata Nesko. Menurut Nesko, sesuai kesepakatan sebagian besar warga Puncak Jaya, siap berperang secara adat dengan kelompok separatis. Namun, bila ada perlawanan dari kelompok yang tergolong sadis itu, maka penangannya akan diserahkan kepada TNI/Polri. "Kami akan mengevaluasi langkah-langkah diambil, jika kelompok separatis tidak mengindahkan, TNI/Polri akan diminta secara penuh untuk menumpas mereka," tandasnya. Hal senada juga dikatakan Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, bila kelompok separatis tidak menghentikan aksinya da segera menyerah, akan meminta TNI/Polri mengejar dan menangkap mereka. "Saya kira kesabaran itu ada batasnya, bila semua cara pendekatan sudah dilakukan tapi tidak mempan, ya harus represif. Separatis bukan hanya musuh Puncak Jaya tapi musuh indonesia, karena mereka mencoba merongrong kedaulatan negara,"tegasnya.

Sebelum TNI/Polri melakukan pengejaran dan penangkapan, sambung Enembe, pihaknya akan terlebih dahulu mengevakuasi seluruh warga yang berada di sekitar Tingginambut. Lalu akan menancapkan bendera merah putih di sejumlah titik sebagai tanda dilakukannya pengejaran. "Menghindari jatuhnya korban dari warg tak berdosa, warga yang berada di sekitar Tingginambut yang selama ini dijadikan markas OPM, akan kami evakuasi ke tempat aman," ujarnya.
Sudah ratusan warga dibawah ancaman saat ini dipaksa kelompok separatis untuk bergabung dengan mereka. Kelompok yang 2 tahun terakhir selalu menebar teror, memiliki puluhan senjata api hasil rampasan dari TNI/Polri.

DPRP
Sementara itu, DPRP menyatakan siap mendampingi Pemda Kabupaten Puncak Jaya serta melibatkan Gubernur, DPRP, Pangdam, Polda, tokoh tokoh masyarakat di Pegunungan Tengah untuk melakukan dialog dengan pimpinan TPN/OPM terkait aksi aksi penembakan oleh kelompok TPN/OPM yang selama ini beroperasi di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua.
“Saya seorang saudara Goliat Tabuni merasa kecewa dengan sikap pemerintah daerah yang selalu menyalahkan TPN/OPM. Padahal kini muncul 4 kelompok di Puncak Jaya yang melakukan aksi penembakan untuk menghalangi pembangunan. Mari bersama mencari solusi untuk rakyat kami” ujar anggota DPRP Deer Tabuni SE MSi kepada Bintang Papua di Gedung DPRP, Jayapura, Jumat (14/5). Dikatakan Deer, tak ada cara lain selain melakukan dialog besar difasilitasi semua elemen untuk betul betul melihat kenapa rakyat membuat kekacauan. Untuk itu pemerintah segera menanggapi dan membuka pintu untuk rakyat Pegunungan Tengah.
Sekedar diketahui, aksi aksi penembakan oleh kelompok TPN/OPM yang selama ini beroperasi di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua disikapi serius oleh pemerintah daerah setempat dan berbagai komponen masyarakat.

Bahkan kelompok TPN/OPM itu dideadline untuk menyerahkan diri dan mengembalikan senjata api hasil rampasannya hingga 28 Juni mendatang. Jika tidak, pemerintah daerah dan masyarakat akan menyerahkan sepenuhnya ke aparat untuk menangani TPN/OPM itu.

Terkait ulah TPN/OPM yang telah mengakibatkan puluhan korban jiwa dan mengganggu keamanan bagi masyarakat setempat, maka seluruh komponen masyarakat yang ada di 8 Distrik di Kabupaten Puncak Jaya mulai darei tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, Lembaga Masyarakat Adat (LMA), kepala suku, kepala kampung bersama DPRD, pemerintah daerah termasuk aparat keamanan TNI/Polri melakukan pertemuan di Aula Distrik Mulia, Selasa (1/5) lalu yang membahas tentang persoalan keamanan yang selema ini terjadi di Puncak Jaya.

Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe SIP membenarkan pertemuan tersebut, pemerintah daerah telah menentukan sikapnya terkait persoalan yang tak dapat ditolerir lagi ini bahkan ultimatum yang disepakati dan dikeluarkan bahwa 28 Juni 2010 mendatang pihaknya meminta kepada masyarakat agar untuk segera memanggil keluarga keluarga yang ada di markas TPN/OPM dibawah komando Goliat Tabuni dkk. (Jir/mdc)


OPM Diwarning Segerah Menyerah

JAYAPURA- Tak ada ampun lagi bagi kelompok Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), yang belakangan ini banyak melakukan aksi-aksi penembakan di Puncak Jaya. Pemda dan DPRD Puncak Jaya sepertinya sudah gerah dengan aksi-aksi seperatis tersebut. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Puncak Jaya Papua, mewarning TPN/OPM yang bermarkas di Tingginambut Puncak Jaya, untuk segera menyerah.

Jika tidak, TNI dan Polri akan diberikan akses yang seluas-luasnya, mengejar dan menangkap kawanan separatis tersebut. "Kami memberikan kesempatan kepada OPM yang selama ini selalu mengacau di Puncak Jaya, untuk menyerah, batas waktunya hingga 28 Juni mendatang. Bila tidak, maka Pemda, DPRD, tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat akan meminta Polri menumpas kelompok yang kerap membuat resah itu," tegas Ketua DPRD Puncak Jaya Nesko Wonda, kemarin.

Lebih lanjut dikatakan, sebelum TNI/Polri diberikan akses seluas-luasnya melakukan pengejaran, langkah-langkah yang akan ditempuh, meminta seluruh distrik-distrik yang ada di Puncak Jaya, bila ada warganya yang ikut OPM, segera memanggil pulang. Bagi warga Puncak Jaya, yang mengetahui adanya warga luar berada di sekitar Tingginambut (Markas OPM), untuk mengusirnya. "Ada sejumlah orang dari luar Puncak Jaya saat ini berada dan bergabung dengan OPM Tingginambut. Bila warga mengetahuinya, segera di usir," kata Nesko. Menurut Nesko, sesuai kesepakatan sebagian besar warga Puncak Jaya, siap berperang secara adat dengan kelompok separatis. Namun, bila ada perlawanan dari kelompok yang tergolong sadis itu, maka penangannya akan diserahkan kepada TNI/Polri. "Kami akan mengevaluasi langkah-langkah diambil, jika kelompok separatis tidak mengindahkan, TNI/Polri akan diminta secara penuh untuk menumpas mereka," tandasnya. Hal senada juga dikatakan Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, bila kelompok separatis tidak menghentikan aksinya da segera menyerah, akan meminta TNI/Polri mengejar dan menangkap mereka. "Saya kira kesabaran itu ada batasnya, bila semua cara pendekatan sudah dilakukan tapi tidak mempan, ya harus represif. Separatis bukan hanya musuh Puncak Jaya tapi musuh indonesia, karena mereka mencoba merongrong kedaulatan negara,"tegasnya.

Sebelum TNI/Polri melakukan pengejaran dan penangkapan, sambung Enembe, pihaknya akan terlebih dahulu mengevakuasi seluruh warga yang berada di sekitar Tingginambut. Lalu akan menancapkan bendera merah putih di sejumlah titik sebagai tanda dilakukannya pengejaran. "Menghindari jatuhnya korban dari warg tak berdosa, warga yang berada di sekitar Tingginambut yang selama ini dijadikan markas OPM, akan kami evakuasi ke tempat aman," ujarnya.
Sudah ratusan warga dibawah ancaman saat ini dipaksa kelompok separatis untuk bergabung dengan mereka. Kelompok yang 2 tahun terakhir selalu menebar teror, memiliki puluhan senjata api hasil rampasan dari TNI/Polri.

DPRP
Sementara itu, DPRP menyatakan siap mendampingi Pemda Kabupaten Puncak Jaya serta melibatkan Gubernur, DPRP, Pangdam, Polda, tokoh tokoh masyarakat di Pegunungan Tengah untuk melakukan dialog dengan pimpinan TPN/OPM terkait aksi aksi penembakan oleh kelompok TPN/OPM yang selama ini beroperasi di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua.
�Saya seorang saudara Goliat Tabuni merasa kecewa dengan sikap pemerintah daerah yang selalu menyalahkan TPN/OPM. Padahal kini muncul 4 kelompok di Puncak Jaya yang melakukan aksi penembakan untuk menghalangi pembangunan. Mari bersama mencari solusi untuk rakyat kami� ujar anggota DPRP Deer Tabuni SE MSi kepada Bintang Papua di Gedung DPRP, Jayapura, Jumat (14/5). Dikatakan Deer, tak ada cara lain selain melakukan dialog besar difasilitasi semua elemen untuk betul betul melihat kenapa rakyat membuat kekacauan. Untuk itu pemerintah segera menanggapi dan membuka pintu untuk rakyat Pegunungan Tengah.
Sekedar diketahui, aksi aksi penembakan oleh kelompok TPN/OPM yang selama ini beroperasi di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua disikapi serius oleh pemerintah daerah setempat dan berbagai komponen masyarakat.

Bahkan kelompok TPN/OPM itu dideadline untuk menyerahkan diri dan mengembalikan senjata api hasil rampasannya hingga 28 Juni mendatang. Jika tidak, pemerintah daerah dan masyarakat akan menyerahkan sepenuhnya ke aparat untuk menangani TPN/OPM itu.

Terkait ulah TPN/OPM yang telah mengakibatkan puluhan korban jiwa dan mengganggu keamanan bagi masyarakat setempat, maka seluruh komponen masyarakat yang ada di 8 Distrik di Kabupaten Puncak Jaya mulai darei tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, Lembaga Masyarakat Adat (LMA), kepala suku, kepala kampung bersama DPRD, pemerintah daerah termasuk aparat keamanan TNI/Polri melakukan pertemuan di Aula Distrik Mulia, Selasa (1/5) lalu yang membahas tentang persoalan keamanan yang selema ini terjadi di Puncak Jaya.

Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe SIP membenarkan pertemuan tersebut, pemerintah daerah telah menentukan sikapnya terkait persoalan yang tak dapat ditolerir lagi ini bahkan ultimatum yang disepakati dan dikeluarkan bahwa 28 Juni 2010 mendatang pihaknya meminta kepada masyarakat agar untuk segera memanggil keluarga keluarga yang ada di markas TPN/OPM dibawah komando Goliat Tabuni dkk. (Jir/mdc)


Selasa, 11 Mei 2010

Indonesia Dituntut Kembalikan Tanah dan Rakyat Papua Barat

Puluhan orang yang tergabung dalam kelompok Demokrasi HAM untuk Papua menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Rabu (12/5) siang untuk memperingati Hari Pelanggaran HAM Sedunia yang jatuh pada Rabu (12/5).JAYAPURA—-Puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Demokrasi HAM untuk Papua menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Rabu (12/5) siang. Aksi unjukrasa ini digelar untuk memperingati Hari Pelanggaran HAM Sedunia yang jatuh pada Rabu (12/5).

Setelah tiba di Halaman DPRP, para pengunjukrasa mengutus beberapa orang delegasi untuk menemui pimpinan dan anggota DPRP. Beberapa saat kemudian agggota Komisi B DPRP turun untuk menemui para pengunjukrasa antara lain Thomas Sandegau, Deer Tabuni, Rosiawati serta Pdt Philipus Sabela.

Koordinator Lapangan Demokrasi HAM untuk Papua Mako Tabuni menyerahkan aspirasi mereka dan diterima Deer Tabuni, antara lain menuntut pemerintah Indonesia segera mengembalikan tanah dan rakyat Papua Barat ke pangkuan PBB, karena kasus pelanggaran HAM berat belum dituntaskan oleh NKRI serta meminta PBB dan dunia internasional segera menghentikan dana Otsus.

Deer Tabuni mengutarakan aspirasi yang disampaikan Demokrasi HAM untuk Papua mengatakan pihaknya menerima aspirasi ini dan akan memberikan kepada Komisi A DPRP yang membidangi politik kebetulan semuanya sedang berada di Jakarta untuk bertemu Mendagri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka memperjuangkan SK MRP No 14 Tahun 2009.

Aparat Samapta Polresta Jayapura didukung anggota Brimob Polda Papua melakukan pengawasan ketat mulai dari pintu gerbang hingga halaman Gedung DPRP. (mdc)


Pengibaran Bintang Kejora di MRP Kembali Disidangkan

Suasana sidang kasus makar dengan terdakwa Sem Yaru.JAYAPURA-Sidang kasus makar yaitu pengibaran Bintang Kejora di halaman kantor MRP Kotaraja, dengan terdakwa Semuel Yaru dan Luther Wrait, Rabu (12/5) kemarin kembali dilanjutkan dengan menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah dua orang security Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dan satu orang anggota polisi. Para saksi tersebut berada di TKP (halaman kantor MRP) saat Sem Yaru CS mengibarkan Bintang Kejora.

Namun karena pertimbangan waktu dan masih banyaknya agenda sidang, sehingga saksi yang diperiksa hanya du orang security Kantor MRP masing-masing Daniel O Wanggai dan Frengki. Kedua saksi di depan majelis hakim mengakui saat kedua terdakwa datang dengan massa pada 16 November 2009 sekitar pukul 10.00 WIT sedang melaksanakan tugas pengamanan kantor MRP.

Salah satu saksi bernama Daniel O Wanggai yang ditemui sebelum sidang menceritakan bahwa saat datang terdakwa Sem Yaru tidak langsung dengan massa dan juga tidak langsung mengibarkan bendera Bintang Kejora. ‘’Saat datang hanya sempat mengungkapkan kata-kata merdeka beberapa kali kemudian pergi. Tidak lama kemudian datang lagi dengan massa dan di tengah halaman Kantor MRP Sem Yaru mengeluarkan bendera yang disimpan di kantongnya kemudian diikatkan pada batang pohon pinang,’’ cerintanya.

Dikatakan, saat demo tersebut, tidak ada anggota MRP yang menemui ataupun menerima aspirasinya. ‘’Waktu itu yang menemui para pengunjung hanya Ibu Angganita Waly. Bukan anggota MRP,’’ ungkapnya.

Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Puji Wijayanto,SH tampak kedua terdakwa didampingi oleh tim kuasa hukum sebanyak delapan orang dari LHB Papua dan sejumlah advokad dari lembaga advokatd lainnya. Sidang pemeriksaan saksi yang berlangsung sekitar dua jam tersebut ditunda hari Kamis (20/5) masih dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Sekedar diketahui, Semuel Yaru (52) dan Luther Wrait (52) bersama satu orang yang masih DPO bernama Alex Mebri adalah secara bersama-sama merencanakan aksi unjuk rasa dan dalam pelaksanaannya, Semuel Yaru adalah penanggungjawab demo sekaligus sebagai juru bicara, Luther Wrait sebagai pengkoordinir dan pengumpul massa dan Alex Mebri bertugas menyiapkan pamflet dan bendera Bintang Kejora.

Dalam aksi demo tersebut, Sem Yaru dengan membawa bendera Bintang Kejora yang diikat pada batang phon pinang sepanjang 2,5 meter. Dalam orasinya Sem Yaru mengatakan bahwa Otsus gagal dan hanya dirasakan segelintir orang saja.

Selain itu juga dikatakan bahwa Otsus yang merupakan hasil perjuangan rakyat Papua, sehingga hasilnya harus untuk rakyat Papua dan apabila Otsus gagal maka lebih baik kita merdeka. Orasi tersebut kemudian disambut oleh sekitar 50 orang yang ikut aksi demo dengan teriakan merdeka berulang-ulang.

Atas perbuatannya Sem Yaru dan Luther Wrait oleh JPU A Harry,SH mendakwanya dengan pasal makar, yakni untuk Sem Yaru Pasal 106 KUHP subsidair pasal 110 ayat (1) ke-2 dan pasal 160 KUHP tentang. Sedangkan untuk Luther Wrait karena perannya hanya membantu sehingga ditambah dengan pasal 56 KUHP.(cr-10)

bintangpapua.com


Indonesia Dituntut Kembalikan Tanah dan Rakyat Papua Barat

Puluhan orang yang tergabung dalam kelompok Demokrasi HAM untuk Papua menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Rabu (12/5) siang untuk memperingati Hari Pelanggaran HAM Sedunia yang jatuh pada Rabu (12/5).JAYAPURA�-Puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Demokrasi HAM untuk Papua menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Rabu (12/5) siang. Aksi unjukrasa ini digelar untuk memperingati Hari Pelanggaran HAM Sedunia yang jatuh pada Rabu (12/5).

Setelah tiba di Halaman DPRP, para pengunjukrasa mengutus beberapa orang delegasi untuk menemui pimpinan dan anggota DPRP. Beberapa saat kemudian agggota Komisi B DPRP turun untuk menemui para pengunjukrasa antara lain Thomas Sandegau, Deer Tabuni, Rosiawati serta Pdt Philipus Sabela.

Koordinator Lapangan Demokrasi HAM untuk Papua Mako Tabuni menyerahkan aspirasi mereka dan diterima Deer Tabuni, antara lain menuntut pemerintah Indonesia segera mengembalikan tanah dan rakyat Papua Barat ke pangkuan PBB, karena kasus pelanggaran HAM berat belum dituntaskan oleh NKRI serta meminta PBB dan dunia internasional segera menghentikan dana Otsus.

Deer Tabuni mengutarakan aspirasi yang disampaikan Demokrasi HAM untuk Papua mengatakan pihaknya menerima aspirasi ini dan akan memberikan kepada Komisi A DPRP yang membidangi politik kebetulan semuanya sedang berada di Jakarta untuk bertemu Mendagri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka memperjuangkan SK MRP No 14 Tahun 2009.

Aparat Samapta Polresta Jayapura didukung anggota Brimob Polda Papua melakukan pengawasan ketat mulai dari pintu gerbang hingga halaman Gedung DPRP. (mdc)


Pengibaran Bintang Kejora di MRP Kembali Disidangkan

Suasana sidang kasus makar dengan terdakwa Sem Yaru.JAYAPURA-Sidang kasus makar yaitu pengibaran Bintang Kejora di halaman kantor MRP Kotaraja, dengan terdakwa Semuel Yaru dan Luther Wrait, Rabu (12/5) kemarin kembali dilanjutkan dengan menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah dua orang security Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dan satu orang anggota polisi. Para saksi tersebut berada di TKP (halaman kantor MRP) saat Sem Yaru CS mengibarkan Bintang Kejora.

Namun karena pertimbangan waktu dan masih banyaknya agenda sidang, sehingga saksi yang diperiksa hanya du orang security Kantor MRP masing-masing Daniel O Wanggai dan Frengki. Kedua saksi di depan majelis hakim mengakui saat kedua terdakwa datang dengan massa pada 16 November 2009 sekitar pukul 10.00 WIT sedang melaksanakan tugas pengamanan kantor MRP.

Salah satu saksi bernama Daniel O Wanggai yang ditemui sebelum sidang menceritakan bahwa saat datang terdakwa Sem Yaru tidak langsung dengan massa dan juga tidak langsung mengibarkan bendera Bintang Kejora. ��Saat datang hanya sempat mengungkapkan kata-kata merdeka beberapa kali kemudian pergi. Tidak lama kemudian datang lagi dengan massa dan di tengah halaman Kantor MRP Sem Yaru mengeluarkan bendera yang disimpan di kantongnya kemudian diikatkan pada batang pohon pinang,�� cerintanya.

Dikatakan, saat demo tersebut, tidak ada anggota MRP yang menemui ataupun menerima aspirasinya. ��Waktu itu yang menemui para pengunjung hanya Ibu Angganita Waly. Bukan anggota MRP,�� ungkapnya.

Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Puji Wijayanto,SH tampak kedua terdakwa didampingi oleh tim kuasa hukum sebanyak delapan orang dari LHB Papua dan sejumlah advokad dari lembaga advokatd lainnya. Sidang pemeriksaan saksi yang berlangsung sekitar dua jam tersebut ditunda hari Kamis (20/5) masih dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Sekedar diketahui, Semuel Yaru (52) dan Luther Wrait (52) bersama satu orang yang masih DPO bernama Alex Mebri adalah secara bersama-sama merencanakan aksi unjuk rasa dan dalam pelaksanaannya, Semuel Yaru adalah penanggungjawab demo sekaligus sebagai juru bicara, Luther Wrait sebagai pengkoordinir dan pengumpul massa dan Alex Mebri bertugas menyiapkan pamflet dan bendera Bintang Kejora.

Dalam aksi demo tersebut, Sem Yaru dengan membawa bendera Bintang Kejora yang diikat pada batang phon pinang sepanjang 2,5 meter. Dalam orasinya Sem Yaru mengatakan bahwa Otsus gagal dan hanya dirasakan segelintir orang saja.

Selain itu juga dikatakan bahwa Otsus yang merupakan hasil perjuangan rakyat Papua, sehingga hasilnya harus untuk rakyat Papua dan apabila Otsus gagal maka lebih baik kita merdeka. Orasi tersebut kemudian disambut oleh sekitar 50 orang yang ikut aksi demo dengan teriakan merdeka berulang-ulang.

Atas perbuatannya Sem Yaru dan Luther Wrait oleh JPU A Harry,SH mendakwanya dengan pasal makar, yakni untuk Sem Yaru Pasal 106 KUHP subsidair pasal 110 ayat (1) ke-2 dan pasal 160 KUHP tentang. Sedangkan untuk Luther Wrait karena perannya hanya membantu sehingga ditambah dengan pasal 56 KUHP.(cr-10)

bintangpapua.com


Jumat, 07 Mei 2010

ANGGOTA DPR RI DAPIL MENERIMA LAPORAN KASUS PEMBUNUHAN MAHASISWA PAPUA DI YOGYA

[I]. Identitas Korban

Nama Lengkap : Jessica Elisabeth Isir (25 menjalan 26 tahun)

Kota Asal : Sorong (Ayam Aru), Lahir besar Kaimana

Pekerjaan : Alumna STPMD "APMD" Yogyakarta '09, Political Science/IP

Aktivitas : Les, kos, gereja, dan Jalan-jalan.

[II]. Kronologi Kejadian

Waktu terakhir dari rumah/Kos Rabu (28/04-10) Pukul 18:00-an WI. Ia meninggalkan rumah dan hilang jejak dari keluarganya dan dari orang dekatnya selama tiga malam dua hari. Selama itu, jejaknya tidak diketahui oleh siapa pun. Kami (Mahasiswa asal Papua) tahu saat ditemukan mayatnya tepat di samping Rel Kereta Api Yogyakarta, Timoho (Samping Kampus STPMD ”APMD”).

Kondisi Korban saat itu: Kaki terlipat, tangan lemas, tidak ada darah yang bercucuran, ada garukkan di Buah Dada, Celana dalam robek, celana luarnya ada (tapi, bagian bokongnya terturun), tasnya tertaruh jauh dari Korban, seluruh tubuhnya kebiruan, dan Aromanya sangat-sangat membusuk.

Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi. Korban dibawah ke Rumah Sakit diperkirakan Pukul 09:00-an WI dan setelah di Otopsi Korban sudah ada di Peti kemudian tiba di Kamasan 01, Asrama Papua Yogyakarta Pukul 19:30-an WI. Hasil dari Otopsi akan diberitahukan pada hari Senin besok. “Kami baru saja otopsi dan hasilnya itu diperkirakan karena, kecelakaan. Namun, hasil pastinya kami belum bisa beri tahukan sekarang. Kami akan beri tahukan pada hari senin (besok lusa),” ujar dr Prajipto.

Kondisi saat itu (tadi malam/malam minggu) memanas. Karena, beranjak dari Kejadian-kejadian yang lalu. Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua.

Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua:

Saat dahulu dalam se-Tahun itu lebih dari satu mahasiswa Papua PASTI meninggal Dunia. Entah karena apa, itu tidak bisa dipastikan. Karena, hal itu disembunyikan oleh Pihak Kepolisian, warga terkait, dan pihak Rumah Sakit. Sehingga, dilihat dari cara meninggalnya dan bentuk fisiknya itu dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM. Tahun berganti tahun pun sama. Tetapi, untuk tahun-tahun ini sangat beda. Meninggalnya mahasiswa asal Papua bisa di lihat di pergantian Bulan. Dalam tahun 2010 ini di Pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta. Tempat kejadian di Maguoarjo, Yogyakarta. Di bulan ini sama. Tetapi, beda jenis kelamin. Hal ini, kalau dibiarkan sangat membahayakan mahasiswa Papua. Karena, Akibat dari itu TIDAK ADA TINDAK LANJUT DARI PIHAK KEPOLISIAN.

[III]. Akibat Dari Memanasnya Keadaan

Beranjak dari “Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua” Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua. Seluruh Mahasiswa yang ada di Yogyakarta ini meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian. Namun, sayang semuanya dibalas dengan samurai dari rakyat setempat dan “senjata” dari pihak Kepolisian Yogyakarta.

Akhirnya, Mahasiswa Papua menyadari bahwa “ Lain ladang lain sawah, lain Negara lain masalah” bunyi pepatah. Sehingga, Kami (Mahasiswa Papua) berdiam dan hanya Berduka. Saat berduka, Gerbang Asrama Papua ditutup dan depan Asrama Papua ditetapkan sejumlah Kepolisian dengan pakaian dan alat perang mereka. Mereka berjaga sampe saat ini.

Sangat membingungkan dan sangat membuat keresahan bagi para Mahasiswa dan Mahasiswi Papua yang menjadikan Provinsi Yogya sebagai Kota Tujuan Pendidikan Tinggi jika Pemerintah Provinsi dan aparat keamanan tidak membongkar kasus-kasus yang menimpa Mahasiswa asal Papua. Rasa keamanan dan keadilan menjadi jauh bagi Mahasiswa Papua atas tindakan aparat Kepolisian yang tidak pernah tuntas masalah-masalah pembunhan berulangkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua.

Laporan awal ini memberikan masukkan dan informasi awal bagi aparat Kepolisian RI mengontrol kinerja Kepolisian Daerah Yogyakarta. Jika kasus ini bisa terungkap maka ada rasa keadilan bagi orang Papua dan khususnya orang tua Jessica Elisabeth Isir (25 tahun) yang menjadi korban dari perbuatan oknum tak bertangjawab.

Seandainya jikalau manusia, bisa berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi, ini menggambarkan sebagai BINATANG DI ATAS BINATANG. Kalo kayak begini, bisa ditebak bahwa ini bersumber dari MASALAH POLITIK yang sampai saat ini masih memanas, yang mana ini merupakan Proyeknya Kepolisian dan para pekerjanya adalah rakyat Indonesia (Jawa) yang terkait.

[IV]. Situasi Pasca Peristiwa

Ungkapan Dari KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua

1. Jam 05:00 WI, harus bersihkan jalan. Saat itu, mahasiswa Papua membakar ban sebagai simbol bahwa Kami ini kecewa dengan Kinerja Kepolisian saat kasus-kasus ini, sebagai perlawanan bahwa kami ini tidak mau melihat lagi KORBAN, dan kami tidak mau ada pandangan DISKRIMINASI terhadap Mahasiswa Papua,

2. Ada dua opsi yang kalian Harus pilih. Yaitu: KAPOLDA DIY yang mengatasi ini atau Serahkan Kasus ini kepada kami sebagai pihak kepolisian yang bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dekat,

3. Kalian harus lebih jelih melihat semua ini. Ini bisa saja karena kecelakaan. Karena, posisi korban berada tepat di samping Rel Kereta Api,

4. Sebenarnya tidak ada pandangan DISKRIMINASI. Sapa yang bilang itu. “Ujarnya.” Lalu Kenapa bisa ada Korban secara terus menerus? Ini harus kita pertanyakan!

5. Saya lebih senang jujur. Karena, saya sebagai manusia dan juga sebagai KAPOLDA akan jujur terhadap kasus ini, dan

6. Saya baru menjabat sebagai KAPOLDA DIY di tahun 2009 dan kasus-kasus di tahun 2008 ke-atas (2007, 2006, dan seterusnya) saya tidak tahu. Itu bukan ada pada saya. Kalau, di tahun 2009 dan 2010 ini saya akan atasi. Karena, ini adalah bagian dari tugas saya.

[V]. Hasil Pengamatan Sementara

1. Jika dilihat dari “Kronologi Kejadian” maka ada indikasi Pelanggaran HAM berat (crime againt’s humanity), pelecehan seksual dan penculikan bahkan pembunuhan kilat (extra-judicial killing) yang mengakibatkan korban meninggal dunia dari hak hidupnya yang dimiliki sejak lahir.

2. Jika dilihat dari “Tradisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua,” maka ada indikasi kuat bahwa Kepolisian Daerah Yogya melakukan proses pembiaran dan diskriminasi terhadap Mahasiswa Papua. Hal ini terus terjadi dan tidak ada upaya maksimal dari aparat Kepolisian Daerah Yogya maka masa depan pendidikan generasi bangsa dari Papua terbelenggu oleh rasa takut dan trauma yang panjang bagi orang tua untuk mengirimkan anaknya di Yogyakarta dan daerah lainnya di Indonesia.

3. Jika dilihat dari “Akibat Dari Memanasnya Keadaan,” maka adanya provokator-provokator. Tetapi sesungguhnya ini adalah ungkapan Mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta yang mana meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian.

4. Jika dilihat dari “Ungkapan KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua,” itu : ada tersirat bahwa tidak perduli dengan korban dan keluarga besar Mahasiswa Papua yang sedang berduka, dimana dari opsi yang diberikan Kapolda saja terkesan menyembunyikan kasus dan tidak cepat menanganinya.

5. Ada indikasi awal bahwa motif pembunuhan ini di dahului dengan pelecehan seksual dan di bunuh di tempat lain kemudian mayat korban di tempatkan di dekat rel kereta api;

6. Mahasiswa pertanyakan kasus berungkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua namun sampai saat ini belum satupun kasus yang diungkapkan oleh Kepolisian Polda DKI Yogyakarta;

7. Kasus sebelumnya yakni pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta sampai kini belum terungkap;

8. Mahasiswa Papua di Yogya meragukan dan tidak percaya terhadap kinerjanya oleh karena harus ada langkah konkrit dari Markas Besar Kepolisian RI untuk menuntaskan masalah ini dan mengoreksi kinerja Polda DKI Yogyakarta agar ada rasa keadilan bagi Mahasiswa dan Masyarakat Papua.

9. Jenasa telah dipulangkan senin tadi jam 17:00-an WI tujuan Kaimana tanpa membawa hasil Otopsi.

END



Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jakarta, 5 Mei 2010

Kepada Yth.

Bapak Kapolda DIY

di

Yogyakarta

Nomor : 013/DG/DPR RI/V/2010

Lampiran : 1 (satu berkas)

Perihal : Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jessica Elisabeth Isir (25 tahun),

Alumna STPMD ‘APMD’Yogyakarta

Dengan hormat!

Merujuk pada perihal surat di atas, saya Diaz Gwijangge, S.Sos, anggota Komisi X DPR RI (A-558) dari Partai Fraksi Demokrat meminta Kepala Kepolisian (Kapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan mengungkap seterang-terangnya kematian Jessica Elisabeth Isir (24), alumna Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) ‘APMD’ Yogyakarta, di mana jasadnya ditemukan pada Sabtu, 1 Mei 2010 pagi di pinggir rel kereta api di Dusun Sorowajan, Kecamatan Banguntapan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Permintaan ini sebagai tindaklanjut laporan Keluarga Besar Mahasiswa asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta terkait kematian tak wajar yang dialami Jessica Elisabeth Isir. Kemudian, proses penyelidikan yang ‘tidak normal’, visum et repertum pihak rumah sakit, hingga pemulangan jenazah ke Papua yang dinilai masih menyimpan misteri dan terus menguras akal sehat.

Adapun kronologis kasus kematian ini akan segera kami kirimkan sesegera mungkin melalui surat. Laporan singkat dalam kronologis kasus kematian ini paling kurang menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam menguak misteri kematian tragis disertai dugaan pemerkosaan ini.

Sebagai anggota DPR RI yang concern dengan masalah hak-hak asasi manusia (HAM), kami menyayangkan peristiwa tragis ini hingga mengakibatkan kematian intelektual yang nota bene generasi penerus pembangunan Papua di masa akan datang.

Oleh karena lokasi kejadiannya berada di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, maka kami berharap agar aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengusut secara terang benderang hingga mengungkap motif di balik kematian tragis tersebut.

Hal itu sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap penegakan hak-hak asasi manusia universal dan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai makhluk yang sangat mulia sekaligus menumbuhkan rasa percaya masyarakat terhadap institusi penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY.

Untuk jelasnya, kami menyampaikan beberapa hal di bawah ini agar mendapat perhatian serius pihak aparat penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY. Termasuk meminta pihak Pemerintah Propinsi DIY sedikit memberikan perhatian dan rasa aman bagi warga masyarakat perantauan, termasuk mahasiswa asal Papua yang saat ini bermukim di Yogyakarta.

Pertama, sebagai anggota DPR RI kami mendesak pihak penegak hukum khususnya aparat Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan membuka kepada publik dugaan pemerkosaan disertai pembunuhan atas Jessica Elisabeth Isir, alumna

Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa (STPMD) ‘APMD’Yogyakarta, termasuk motif di balik itu.

Upaya pengusutan kasus ini penting karena dugaan kuat kematian gadis itu bukan akibat tabrakan kereta api. “Luka yang menampakkan kejanggalan tersebut di antaranya pada pelipis kiri terlihat memar yang diduga akibat benturan benda tumpul, kepala bagian belakang sobek sedalam tiga centi meter dan panjang 5 cm, luka pada lengan kanan, dan terdapat bekas seperti cekikan tangan di leher,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bantul AKP Danang Kuntadi, Sabtu, 1/5 (TVOne, 1/5).

Kedua, meminta Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Propinsi Papua, Polda DIY, dan Mabes Polri untuk menggelar dialog bersama guna mencari berbagai akar kekerasan yang selama ini dialami warga perantauan asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta mengingat eskalasi kekerasan yang menimpa warga Papua di kota itu sudah berada pada tingkat yang mencemaskan.

Salah satu kasus yang hingga kini belum terungkap ke publik, terutama masyarakat maupun mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh studi di Yogyakarta yakni insiden pemukulan seorang mahasiswa asal Papua. Mahasiswa ini dipukul hingga babak belur dan meregang nyawa di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta.

Ketiga, kami meminta Pemerintah Propinsi DIY agar lebih memberikan rasa nyaman bagi para perantau, termasuk para mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta mengingat Yogyakarta menjadi tempat tujuan menarik bagi para mahasiswa Papua untuk melanjutkan studi guna menjadi calon generasi bagi Papua pada masa-masa akan datang.

Demikian permohonan kami. Atas perhatian dan kerja samanya dihaturkan terima kasih.

Hormat

Diaz Gwijangge

Anggota DPR RI (A-558) Fraksi Partai Demokrat

Tembusan: dikirim dengan hormat kepada

1. Bapak Kapolri di Jakarta

2. Bapak Ketua DPR RI di Jakarta

3. Ketua Komisi III DPR RI di Jakarta

4. Ketua Komnas HAM di Jakarta

5. Kaukus Parlemen DPR/DPD RI di Jakarta

6. Gubernur DIY di Yogyakarta

7. Gubernur Papua di Jayapura

8. DPRD DIY di Yogyakarta

9. DPRP di Jayapura

10. Media Cetak dan Elektronik



ANGGOTA DPR RI DAPIL MENERIMA LAPORAN KASUS PEMBUNUHAN MAHASISWA PAPUA DI YOGYA

[I]. Identitas Korban

Nama Lengkap : Jessica Elisabeth Isir (25 menjalan 26 tahun)

Kota Asal : Sorong (Ayam Aru), Lahir besar Kaimana

Pekerjaan : Alumna STPMD "APMD" Yogyakarta '09, Political Science/IP

Aktivitas : Les, kos, gereja, dan Jalan-jalan.

[II]. Kronologi Kejadian

Waktu terakhir dari rumah/Kos Rabu (28/04-10) Pukul 18:00-an WI. Ia meninggalkan rumah dan hilang jejak dari keluarganya dan dari orang dekatnya selama tiga malam dua hari. Selama itu, jejaknya tidak diketahui oleh siapa pun. Kami (Mahasiswa asal Papua) tahu saat ditemukan mayatnya tepat di samping Rel Kereta Api Yogyakarta, Timoho (Samping Kampus STPMD �APMD�).

Kondisi Korban saat itu: Kaki terlipat, tangan lemas, tidak ada darah yang bercucuran, ada garukkan di Buah Dada, Celana dalam robek, celana luarnya ada (tapi, bagian bokongnya terturun), tasnya tertaruh jauh dari Korban, seluruh tubuhnya kebiruan, dan Aromanya sangat-sangat membusuk.

Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi. Korban dibawah ke Rumah Sakit diperkirakan Pukul 09:00-an WI dan setelah di Otopsi Korban sudah ada di Peti kemudian tiba di Kamasan 01, Asrama Papua Yogyakarta Pukul 19:30-an WI. Hasil dari Otopsi akan diberitahukan pada hari Senin besok. �Kami baru saja otopsi dan hasilnya itu diperkirakan karena, kecelakaan. Namun, hasil pastinya kami belum bisa beri tahukan sekarang. Kami akan beri tahukan pada hari senin (besok lusa),� ujar dr Prajipto.

Kondisi saat itu (tadi malam/malam minggu) memanas. Karena, beranjak dari Kejadian-kejadian yang lalu. Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua.

Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua:

Saat dahulu dalam se-Tahun itu lebih dari satu mahasiswa Papua PASTI meninggal Dunia. Entah karena apa, itu tidak bisa dipastikan. Karena, hal itu disembunyikan oleh Pihak Kepolisian, warga terkait, dan pihak Rumah Sakit. Sehingga, dilihat dari cara meninggalnya dan bentuk fisiknya itu dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM. Tahun berganti tahun pun sama. Tetapi, untuk tahun-tahun ini sangat beda. Meninggalnya mahasiswa asal Papua bisa di lihat di pergantian Bulan. Dalam tahun 2010 ini di Pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta. Tempat kejadian di Maguoarjo, Yogyakarta. Di bulan ini sama. Tetapi, beda jenis kelamin. Hal ini, kalau dibiarkan sangat membahayakan mahasiswa Papua. Karena, Akibat dari itu TIDAK ADA TINDAK LANJUT DARI PIHAK KEPOLISIAN.

[III]. Akibat Dari Memanasnya Keadaan

Beranjak dari �Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua� Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua. Seluruh Mahasiswa yang ada di Yogyakarta ini meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian. Namun, sayang semuanya dibalas dengan samurai dari rakyat setempat dan �senjata� dari pihak Kepolisian Yogyakarta.

Akhirnya, Mahasiswa Papua menyadari bahwa � Lain ladang lain sawah, lain Negara lain masalah� bunyi pepatah. Sehingga, Kami (Mahasiswa Papua) berdiam dan hanya Berduka. Saat berduka, Gerbang Asrama Papua ditutup dan depan Asrama Papua ditetapkan sejumlah Kepolisian dengan pakaian dan alat perang mereka. Mereka berjaga sampe saat ini.

Sangat membingungkan dan sangat membuat keresahan bagi para Mahasiswa dan Mahasiswi Papua yang menjadikan Provinsi Yogya sebagai Kota Tujuan Pendidikan Tinggi jika Pemerintah Provinsi dan aparat keamanan tidak membongkar kasus-kasus yang menimpa Mahasiswa asal Papua. Rasa keamanan dan keadilan menjadi jauh bagi Mahasiswa Papua atas tindakan aparat Kepolisian yang tidak pernah tuntas masalah-masalah pembunhan berulangkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua.

Laporan awal ini memberikan masukkan dan informasi awal bagi aparat Kepolisian RI mengontrol kinerja Kepolisian Daerah Yogyakarta. Jika kasus ini bisa terungkap maka ada rasa keadilan bagi orang Papua dan khususnya orang tua Jessica Elisabeth Isir (25 tahun) yang menjadi korban dari perbuatan oknum tak bertangjawab.

Seandainya jikalau manusia, bisa berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi, ini menggambarkan sebagai BINATANG DI ATAS BINATANG. Kalo kayak begini, bisa ditebak bahwa ini bersumber dari MASALAH POLITIK yang sampai saat ini masih memanas, yang mana ini merupakan Proyeknya Kepolisian dan para pekerjanya adalah rakyat Indonesia (Jawa) yang terkait.

[IV]. Situasi Pasca Peristiwa

Ungkapan Dari KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua

1. Jam 05:00 WI, harus bersihkan jalan. Saat itu, mahasiswa Papua membakar ban sebagai simbol bahwa Kami ini kecewa dengan Kinerja Kepolisian saat kasus-kasus ini, sebagai perlawanan bahwa kami ini tidak mau melihat lagi KORBAN, dan kami tidak mau ada pandangan DISKRIMINASI terhadap Mahasiswa Papua,

2. Ada dua opsi yang kalian Harus pilih. Yaitu: KAPOLDA DIY yang mengatasi ini atau Serahkan Kasus ini kepada kami sebagai pihak kepolisian yang bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dekat,

3. Kalian harus lebih jelih melihat semua ini. Ini bisa saja karena kecelakaan. Karena, posisi korban berada tepat di samping Rel Kereta Api,

4. Sebenarnya tidak ada pandangan DISKRIMINASI. Sapa yang bilang itu. �Ujarnya.� Lalu Kenapa bisa ada Korban secara terus menerus? Ini harus kita pertanyakan!

5. Saya lebih senang jujur. Karena, saya sebagai manusia dan juga sebagai KAPOLDA akan jujur terhadap kasus ini, dan

6. Saya baru menjabat sebagai KAPOLDA DIY di tahun 2009 dan kasus-kasus di tahun 2008 ke-atas (2007, 2006, dan seterusnya) saya tidak tahu. Itu bukan ada pada saya. Kalau, di tahun 2009 dan 2010 ini saya akan atasi. Karena, ini adalah bagian dari tugas saya.

[V]. Hasil Pengamatan Sementara

1. Jika dilihat dari �Kronologi Kejadian� maka ada indikasi Pelanggaran HAM berat (crime againt�s humanity), pelecehan seksual dan penculikan bahkan pembunuhan kilat (extra-judicial killing) yang mengakibatkan korban meninggal dunia dari hak hidupnya yang dimiliki sejak lahir.

2. Jika dilihat dari �Tradisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua,� maka ada indikasi kuat bahwa Kepolisian Daerah Yogya melakukan proses pembiaran dan diskriminasi terhadap Mahasiswa Papua. Hal ini terus terjadi dan tidak ada upaya maksimal dari aparat Kepolisian Daerah Yogya maka masa depan pendidikan generasi bangsa dari Papua terbelenggu oleh rasa takut dan trauma yang panjang bagi orang tua untuk mengirimkan anaknya di Yogyakarta dan daerah lainnya di Indonesia.

3. Jika dilihat dari �Akibat Dari Memanasnya Keadaan,� maka adanya provokator-provokator. Tetapi sesungguhnya ini adalah ungkapan Mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta yang mana meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian.

4. Jika dilihat dari �Ungkapan KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua,� itu : ada tersirat bahwa tidak perduli dengan korban dan keluarga besar Mahasiswa Papua yang sedang berduka, dimana dari opsi yang diberikan Kapolda saja terkesan menyembunyikan kasus dan tidak cepat menanganinya.

5. Ada indikasi awal bahwa motif pembunuhan ini di dahului dengan pelecehan seksual dan di bunuh di tempat lain kemudian mayat korban di tempatkan di dekat rel kereta api;

6. Mahasiswa pertanyakan kasus berungkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua namun sampai saat ini belum satupun kasus yang diungkapkan oleh Kepolisian Polda DKI Yogyakarta;

7. Kasus sebelumnya yakni pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta sampai kini belum terungkap;

8. Mahasiswa Papua di Yogya meragukan dan tidak percaya terhadap kinerjanya oleh karena harus ada langkah konkrit dari Markas Besar Kepolisian RI untuk menuntaskan masalah ini dan mengoreksi kinerja Polda DKI Yogyakarta agar ada rasa keadilan bagi Mahasiswa dan Masyarakat Papua.

9. Jenasa telah dipulangkan senin tadi jam 17:00-an WI tujuan Kaimana tanpa membawa hasil Otopsi.

END



Cari Blog Ini

Ads Banner

 

Resources

Site Info

My Blog List

About this blog

Followers

Papua Posts Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template