Search

Jumat, 07 Mei 2010

ANGGOTA DPR RI DAPIL MENERIMA LAPORAN KASUS PEMBUNUHAN MAHASISWA PAPUA DI YOGYA

[I]. Identitas Korban

Nama Lengkap : Jessica Elisabeth Isir (25 menjalan 26 tahun)

Kota Asal : Sorong (Ayam Aru), Lahir besar Kaimana

Pekerjaan : Alumna STPMD "APMD" Yogyakarta '09, Political Science/IP

Aktivitas : Les, kos, gereja, dan Jalan-jalan.

[II]. Kronologi Kejadian

Waktu terakhir dari rumah/Kos Rabu (28/04-10) Pukul 18:00-an WI. Ia meninggalkan rumah dan hilang jejak dari keluarganya dan dari orang dekatnya selama tiga malam dua hari. Selama itu, jejaknya tidak diketahui oleh siapa pun. Kami (Mahasiswa asal Papua) tahu saat ditemukan mayatnya tepat di samping Rel Kereta Api Yogyakarta, Timoho (Samping Kampus STPMD ”APMD”).

Kondisi Korban saat itu: Kaki terlipat, tangan lemas, tidak ada darah yang bercucuran, ada garukkan di Buah Dada, Celana dalam robek, celana luarnya ada (tapi, bagian bokongnya terturun), tasnya tertaruh jauh dari Korban, seluruh tubuhnya kebiruan, dan Aromanya sangat-sangat membusuk.

Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi. Korban dibawah ke Rumah Sakit diperkirakan Pukul 09:00-an WI dan setelah di Otopsi Korban sudah ada di Peti kemudian tiba di Kamasan 01, Asrama Papua Yogyakarta Pukul 19:30-an WI. Hasil dari Otopsi akan diberitahukan pada hari Senin besok. “Kami baru saja otopsi dan hasilnya itu diperkirakan karena, kecelakaan. Namun, hasil pastinya kami belum bisa beri tahukan sekarang. Kami akan beri tahukan pada hari senin (besok lusa),” ujar dr Prajipto.

Kondisi saat itu (tadi malam/malam minggu) memanas. Karena, beranjak dari Kejadian-kejadian yang lalu. Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua.

Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua:

Saat dahulu dalam se-Tahun itu lebih dari satu mahasiswa Papua PASTI meninggal Dunia. Entah karena apa, itu tidak bisa dipastikan. Karena, hal itu disembunyikan oleh Pihak Kepolisian, warga terkait, dan pihak Rumah Sakit. Sehingga, dilihat dari cara meninggalnya dan bentuk fisiknya itu dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM. Tahun berganti tahun pun sama. Tetapi, untuk tahun-tahun ini sangat beda. Meninggalnya mahasiswa asal Papua bisa di lihat di pergantian Bulan. Dalam tahun 2010 ini di Pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta. Tempat kejadian di Maguoarjo, Yogyakarta. Di bulan ini sama. Tetapi, beda jenis kelamin. Hal ini, kalau dibiarkan sangat membahayakan mahasiswa Papua. Karena, Akibat dari itu TIDAK ADA TINDAK LANJUT DARI PIHAK KEPOLISIAN.

[III]. Akibat Dari Memanasnya Keadaan

Beranjak dari “Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua” Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua. Seluruh Mahasiswa yang ada di Yogyakarta ini meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian. Namun, sayang semuanya dibalas dengan samurai dari rakyat setempat dan “senjata” dari pihak Kepolisian Yogyakarta.

Akhirnya, Mahasiswa Papua menyadari bahwa “ Lain ladang lain sawah, lain Negara lain masalah” bunyi pepatah. Sehingga, Kami (Mahasiswa Papua) berdiam dan hanya Berduka. Saat berduka, Gerbang Asrama Papua ditutup dan depan Asrama Papua ditetapkan sejumlah Kepolisian dengan pakaian dan alat perang mereka. Mereka berjaga sampe saat ini.

Sangat membingungkan dan sangat membuat keresahan bagi para Mahasiswa dan Mahasiswi Papua yang menjadikan Provinsi Yogya sebagai Kota Tujuan Pendidikan Tinggi jika Pemerintah Provinsi dan aparat keamanan tidak membongkar kasus-kasus yang menimpa Mahasiswa asal Papua. Rasa keamanan dan keadilan menjadi jauh bagi Mahasiswa Papua atas tindakan aparat Kepolisian yang tidak pernah tuntas masalah-masalah pembunhan berulangkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua.

Laporan awal ini memberikan masukkan dan informasi awal bagi aparat Kepolisian RI mengontrol kinerja Kepolisian Daerah Yogyakarta. Jika kasus ini bisa terungkap maka ada rasa keadilan bagi orang Papua dan khususnya orang tua Jessica Elisabeth Isir (25 tahun) yang menjadi korban dari perbuatan oknum tak bertangjawab.

Seandainya jikalau manusia, bisa berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi, ini menggambarkan sebagai BINATANG DI ATAS BINATANG. Kalo kayak begini, bisa ditebak bahwa ini bersumber dari MASALAH POLITIK yang sampai saat ini masih memanas, yang mana ini merupakan Proyeknya Kepolisian dan para pekerjanya adalah rakyat Indonesia (Jawa) yang terkait.

[IV]. Situasi Pasca Peristiwa

Ungkapan Dari KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua

1. Jam 05:00 WI, harus bersihkan jalan. Saat itu, mahasiswa Papua membakar ban sebagai simbol bahwa Kami ini kecewa dengan Kinerja Kepolisian saat kasus-kasus ini, sebagai perlawanan bahwa kami ini tidak mau melihat lagi KORBAN, dan kami tidak mau ada pandangan DISKRIMINASI terhadap Mahasiswa Papua,

2. Ada dua opsi yang kalian Harus pilih. Yaitu: KAPOLDA DIY yang mengatasi ini atau Serahkan Kasus ini kepada kami sebagai pihak kepolisian yang bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dekat,

3. Kalian harus lebih jelih melihat semua ini. Ini bisa saja karena kecelakaan. Karena, posisi korban berada tepat di samping Rel Kereta Api,

4. Sebenarnya tidak ada pandangan DISKRIMINASI. Sapa yang bilang itu. “Ujarnya.” Lalu Kenapa bisa ada Korban secara terus menerus? Ini harus kita pertanyakan!

5. Saya lebih senang jujur. Karena, saya sebagai manusia dan juga sebagai KAPOLDA akan jujur terhadap kasus ini, dan

6. Saya baru menjabat sebagai KAPOLDA DIY di tahun 2009 dan kasus-kasus di tahun 2008 ke-atas (2007, 2006, dan seterusnya) saya tidak tahu. Itu bukan ada pada saya. Kalau, di tahun 2009 dan 2010 ini saya akan atasi. Karena, ini adalah bagian dari tugas saya.

[V]. Hasil Pengamatan Sementara

1. Jika dilihat dari “Kronologi Kejadian” maka ada indikasi Pelanggaran HAM berat (crime againt’s humanity), pelecehan seksual dan penculikan bahkan pembunuhan kilat (extra-judicial killing) yang mengakibatkan korban meninggal dunia dari hak hidupnya yang dimiliki sejak lahir.

2. Jika dilihat dari “Tradisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua,” maka ada indikasi kuat bahwa Kepolisian Daerah Yogya melakukan proses pembiaran dan diskriminasi terhadap Mahasiswa Papua. Hal ini terus terjadi dan tidak ada upaya maksimal dari aparat Kepolisian Daerah Yogya maka masa depan pendidikan generasi bangsa dari Papua terbelenggu oleh rasa takut dan trauma yang panjang bagi orang tua untuk mengirimkan anaknya di Yogyakarta dan daerah lainnya di Indonesia.

3. Jika dilihat dari “Akibat Dari Memanasnya Keadaan,” maka adanya provokator-provokator. Tetapi sesungguhnya ini adalah ungkapan Mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta yang mana meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian.

4. Jika dilihat dari “Ungkapan KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua,” itu : ada tersirat bahwa tidak perduli dengan korban dan keluarga besar Mahasiswa Papua yang sedang berduka, dimana dari opsi yang diberikan Kapolda saja terkesan menyembunyikan kasus dan tidak cepat menanganinya.

5. Ada indikasi awal bahwa motif pembunuhan ini di dahului dengan pelecehan seksual dan di bunuh di tempat lain kemudian mayat korban di tempatkan di dekat rel kereta api;

6. Mahasiswa pertanyakan kasus berungkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua namun sampai saat ini belum satupun kasus yang diungkapkan oleh Kepolisian Polda DKI Yogyakarta;

7. Kasus sebelumnya yakni pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta sampai kini belum terungkap;

8. Mahasiswa Papua di Yogya meragukan dan tidak percaya terhadap kinerjanya oleh karena harus ada langkah konkrit dari Markas Besar Kepolisian RI untuk menuntaskan masalah ini dan mengoreksi kinerja Polda DKI Yogyakarta agar ada rasa keadilan bagi Mahasiswa dan Masyarakat Papua.

9. Jenasa telah dipulangkan senin tadi jam 17:00-an WI tujuan Kaimana tanpa membawa hasil Otopsi.

END



Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jakarta, 5 Mei 2010

Kepada Yth.

Bapak Kapolda DIY

di

Yogyakarta

Nomor : 013/DG/DPR RI/V/2010

Lampiran : 1 (satu berkas)

Perihal : Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jessica Elisabeth Isir (25 tahun),

Alumna STPMD ‘APMD’Yogyakarta

Dengan hormat!

Merujuk pada perihal surat di atas, saya Diaz Gwijangge, S.Sos, anggota Komisi X DPR RI (A-558) dari Partai Fraksi Demokrat meminta Kepala Kepolisian (Kapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan mengungkap seterang-terangnya kematian Jessica Elisabeth Isir (24), alumna Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) ‘APMD’ Yogyakarta, di mana jasadnya ditemukan pada Sabtu, 1 Mei 2010 pagi di pinggir rel kereta api di Dusun Sorowajan, Kecamatan Banguntapan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Permintaan ini sebagai tindaklanjut laporan Keluarga Besar Mahasiswa asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta terkait kematian tak wajar yang dialami Jessica Elisabeth Isir. Kemudian, proses penyelidikan yang ‘tidak normal’, visum et repertum pihak rumah sakit, hingga pemulangan jenazah ke Papua yang dinilai masih menyimpan misteri dan terus menguras akal sehat.

Adapun kronologis kasus kematian ini akan segera kami kirimkan sesegera mungkin melalui surat. Laporan singkat dalam kronologis kasus kematian ini paling kurang menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam menguak misteri kematian tragis disertai dugaan pemerkosaan ini.

Sebagai anggota DPR RI yang concern dengan masalah hak-hak asasi manusia (HAM), kami menyayangkan peristiwa tragis ini hingga mengakibatkan kematian intelektual yang nota bene generasi penerus pembangunan Papua di masa akan datang.

Oleh karena lokasi kejadiannya berada di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, maka kami berharap agar aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengusut secara terang benderang hingga mengungkap motif di balik kematian tragis tersebut.

Hal itu sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap penegakan hak-hak asasi manusia universal dan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai makhluk yang sangat mulia sekaligus menumbuhkan rasa percaya masyarakat terhadap institusi penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY.

Untuk jelasnya, kami menyampaikan beberapa hal di bawah ini agar mendapat perhatian serius pihak aparat penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY. Termasuk meminta pihak Pemerintah Propinsi DIY sedikit memberikan perhatian dan rasa aman bagi warga masyarakat perantauan, termasuk mahasiswa asal Papua yang saat ini bermukim di Yogyakarta.

Pertama, sebagai anggota DPR RI kami mendesak pihak penegak hukum khususnya aparat Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan membuka kepada publik dugaan pemerkosaan disertai pembunuhan atas Jessica Elisabeth Isir, alumna

Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa (STPMD) ‘APMD’Yogyakarta, termasuk motif di balik itu.

Upaya pengusutan kasus ini penting karena dugaan kuat kematian gadis itu bukan akibat tabrakan kereta api. “Luka yang menampakkan kejanggalan tersebut di antaranya pada pelipis kiri terlihat memar yang diduga akibat benturan benda tumpul, kepala bagian belakang sobek sedalam tiga centi meter dan panjang 5 cm, luka pada lengan kanan, dan terdapat bekas seperti cekikan tangan di leher,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bantul AKP Danang Kuntadi, Sabtu, 1/5 (TVOne, 1/5).

Kedua, meminta Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Propinsi Papua, Polda DIY, dan Mabes Polri untuk menggelar dialog bersama guna mencari berbagai akar kekerasan yang selama ini dialami warga perantauan asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta mengingat eskalasi kekerasan yang menimpa warga Papua di kota itu sudah berada pada tingkat yang mencemaskan.

Salah satu kasus yang hingga kini belum terungkap ke publik, terutama masyarakat maupun mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh studi di Yogyakarta yakni insiden pemukulan seorang mahasiswa asal Papua. Mahasiswa ini dipukul hingga babak belur dan meregang nyawa di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta.

Ketiga, kami meminta Pemerintah Propinsi DIY agar lebih memberikan rasa nyaman bagi para perantau, termasuk para mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta mengingat Yogyakarta menjadi tempat tujuan menarik bagi para mahasiswa Papua untuk melanjutkan studi guna menjadi calon generasi bagi Papua pada masa-masa akan datang.

Demikian permohonan kami. Atas perhatian dan kerja samanya dihaturkan terima kasih.

Hormat

Diaz Gwijangge

Anggota DPR RI (A-558) Fraksi Partai Demokrat

Tembusan: dikirim dengan hormat kepada

1. Bapak Kapolri di Jakarta

2. Bapak Ketua DPR RI di Jakarta

3. Ketua Komisi III DPR RI di Jakarta

4. Ketua Komnas HAM di Jakarta

5. Kaukus Parlemen DPR/DPD RI di Jakarta

6. Gubernur DIY di Yogyakarta

7. Gubernur Papua di Jayapura

8. DPRD DIY di Yogyakarta

9. DPRP di Jayapura

10. Media Cetak dan Elektronik



ANGGOTA DPR RI DAPIL MENERIMA LAPORAN KASUS PEMBUNUHAN MAHASISWA PAPUA DI YOGYA

[I]. Identitas Korban

Nama Lengkap : Jessica Elisabeth Isir (25 menjalan 26 tahun)

Kota Asal : Sorong (Ayam Aru), Lahir besar Kaimana

Pekerjaan : Alumna STPMD "APMD" Yogyakarta '09, Political Science/IP

Aktivitas : Les, kos, gereja, dan Jalan-jalan.

[II]. Kronologi Kejadian

Waktu terakhir dari rumah/Kos Rabu (28/04-10) Pukul 18:00-an WI. Ia meninggalkan rumah dan hilang jejak dari keluarganya dan dari orang dekatnya selama tiga malam dua hari. Selama itu, jejaknya tidak diketahui oleh siapa pun. Kami (Mahasiswa asal Papua) tahu saat ditemukan mayatnya tepat di samping Rel Kereta Api Yogyakarta, Timoho (Samping Kampus STPMD �APMD�).

Kondisi Korban saat itu: Kaki terlipat, tangan lemas, tidak ada darah yang bercucuran, ada garukkan di Buah Dada, Celana dalam robek, celana luarnya ada (tapi, bagian bokongnya terturun), tasnya tertaruh jauh dari Korban, seluruh tubuhnya kebiruan, dan Aromanya sangat-sangat membusuk.

Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi. Korban dibawah ke Rumah Sakit diperkirakan Pukul 09:00-an WI dan setelah di Otopsi Korban sudah ada di Peti kemudian tiba di Kamasan 01, Asrama Papua Yogyakarta Pukul 19:30-an WI. Hasil dari Otopsi akan diberitahukan pada hari Senin besok. �Kami baru saja otopsi dan hasilnya itu diperkirakan karena, kecelakaan. Namun, hasil pastinya kami belum bisa beri tahukan sekarang. Kami akan beri tahukan pada hari senin (besok lusa),� ujar dr Prajipto.

Kondisi saat itu (tadi malam/malam minggu) memanas. Karena, beranjak dari Kejadian-kejadian yang lalu. Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua.

Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua:

Saat dahulu dalam se-Tahun itu lebih dari satu mahasiswa Papua PASTI meninggal Dunia. Entah karena apa, itu tidak bisa dipastikan. Karena, hal itu disembunyikan oleh Pihak Kepolisian, warga terkait, dan pihak Rumah Sakit. Sehingga, dilihat dari cara meninggalnya dan bentuk fisiknya itu dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM. Tahun berganti tahun pun sama. Tetapi, untuk tahun-tahun ini sangat beda. Meninggalnya mahasiswa asal Papua bisa di lihat di pergantian Bulan. Dalam tahun 2010 ini di Pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta. Tempat kejadian di Maguoarjo, Yogyakarta. Di bulan ini sama. Tetapi, beda jenis kelamin. Hal ini, kalau dibiarkan sangat membahayakan mahasiswa Papua. Karena, Akibat dari itu TIDAK ADA TINDAK LANJUT DARI PIHAK KEPOLISIAN.

[III]. Akibat Dari Memanasnya Keadaan

Beranjak dari �Transisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua� Apalagi Korban kali ini adalah Wanita Papua. Seluruh Mahasiswa yang ada di Yogyakarta ini meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian. Namun, sayang semuanya dibalas dengan samurai dari rakyat setempat dan �senjata� dari pihak Kepolisian Yogyakarta.

Akhirnya, Mahasiswa Papua menyadari bahwa � Lain ladang lain sawah, lain Negara lain masalah� bunyi pepatah. Sehingga, Kami (Mahasiswa Papua) berdiam dan hanya Berduka. Saat berduka, Gerbang Asrama Papua ditutup dan depan Asrama Papua ditetapkan sejumlah Kepolisian dengan pakaian dan alat perang mereka. Mereka berjaga sampe saat ini.

Sangat membingungkan dan sangat membuat keresahan bagi para Mahasiswa dan Mahasiswi Papua yang menjadikan Provinsi Yogya sebagai Kota Tujuan Pendidikan Tinggi jika Pemerintah Provinsi dan aparat keamanan tidak membongkar kasus-kasus yang menimpa Mahasiswa asal Papua. Rasa keamanan dan keadilan menjadi jauh bagi Mahasiswa Papua atas tindakan aparat Kepolisian yang tidak pernah tuntas masalah-masalah pembunhan berulangkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua.

Laporan awal ini memberikan masukkan dan informasi awal bagi aparat Kepolisian RI mengontrol kinerja Kepolisian Daerah Yogyakarta. Jika kasus ini bisa terungkap maka ada rasa keadilan bagi orang Papua dan khususnya orang tua Jessica Elisabeth Isir (25 tahun) yang menjadi korban dari perbuatan oknum tak bertangjawab.

Seandainya jikalau manusia, bisa berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi, ini menggambarkan sebagai BINATANG DI ATAS BINATANG. Kalo kayak begini, bisa ditebak bahwa ini bersumber dari MASALAH POLITIK yang sampai saat ini masih memanas, yang mana ini merupakan Proyeknya Kepolisian dan para pekerjanya adalah rakyat Indonesia (Jawa) yang terkait.

[IV]. Situasi Pasca Peristiwa

Ungkapan Dari KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua

1. Jam 05:00 WI, harus bersihkan jalan. Saat itu, mahasiswa Papua membakar ban sebagai simbol bahwa Kami ini kecewa dengan Kinerja Kepolisian saat kasus-kasus ini, sebagai perlawanan bahwa kami ini tidak mau melihat lagi KORBAN, dan kami tidak mau ada pandangan DISKRIMINASI terhadap Mahasiswa Papua,

2. Ada dua opsi yang kalian Harus pilih. Yaitu: KAPOLDA DIY yang mengatasi ini atau Serahkan Kasus ini kepada kami sebagai pihak kepolisian yang bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dekat,

3. Kalian harus lebih jelih melihat semua ini. Ini bisa saja karena kecelakaan. Karena, posisi korban berada tepat di samping Rel Kereta Api,

4. Sebenarnya tidak ada pandangan DISKRIMINASI. Sapa yang bilang itu. �Ujarnya.� Lalu Kenapa bisa ada Korban secara terus menerus? Ini harus kita pertanyakan!

5. Saya lebih senang jujur. Karena, saya sebagai manusia dan juga sebagai KAPOLDA akan jujur terhadap kasus ini, dan

6. Saya baru menjabat sebagai KAPOLDA DIY di tahun 2009 dan kasus-kasus di tahun 2008 ke-atas (2007, 2006, dan seterusnya) saya tidak tahu. Itu bukan ada pada saya. Kalau, di tahun 2009 dan 2010 ini saya akan atasi. Karena, ini adalah bagian dari tugas saya.

[V]. Hasil Pengamatan Sementara

1. Jika dilihat dari �Kronologi Kejadian� maka ada indikasi Pelanggaran HAM berat (crime againt�s humanity), pelecehan seksual dan penculikan bahkan pembunuhan kilat (extra-judicial killing) yang mengakibatkan korban meninggal dunia dari hak hidupnya yang dimiliki sejak lahir.

2. Jika dilihat dari �Tradisi Pelanggaran HAM saat dahulu dan saat ini di Yogyakarta Khususnya Orang Papua,� maka ada indikasi kuat bahwa Kepolisian Daerah Yogya melakukan proses pembiaran dan diskriminasi terhadap Mahasiswa Papua. Hal ini terus terjadi dan tidak ada upaya maksimal dari aparat Kepolisian Daerah Yogya maka masa depan pendidikan generasi bangsa dari Papua terbelenggu oleh rasa takut dan trauma yang panjang bagi orang tua untuk mengirimkan anaknya di Yogyakarta dan daerah lainnya di Indonesia.

3. Jika dilihat dari �Akibat Dari Memanasnya Keadaan,� maka adanya provokator-provokator. Tetapi sesungguhnya ini adalah ungkapan Mahasiswa Papua yang ada di Yogyakarta yang mana meminta pertanggung jawaban dari Rakyat terkait dan meminta Pihak kepolisian untuk menindak lanjuti kasus ini. Sekaligus dengan kasus-kasus dahulu yang sampai saat ini belum ada kepastian.

4. Jika dilihat dari �Ungkapan KAPOLDA DIY Saat berjumpa di Asrama Papua,� itu : ada tersirat bahwa tidak perduli dengan korban dan keluarga besar Mahasiswa Papua yang sedang berduka, dimana dari opsi yang diberikan Kapolda saja terkesan menyembunyikan kasus dan tidak cepat menanganinya.

5. Ada indikasi awal bahwa motif pembunuhan ini di dahului dengan pelecehan seksual dan di bunuh di tempat lain kemudian mayat korban di tempatkan di dekat rel kereta api;

6. Mahasiswa pertanyakan kasus berungkali terjadi terhadap Mahasiswa Papua namun sampai saat ini belum satupun kasus yang diungkapkan oleh Kepolisian Polda DKI Yogyakarta;

7. Kasus sebelumnya yakni pertengahan Bulan Januari Mahasiswa Papua berjenis kelamin Pria, dipukul sampe babak belur dan akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta sampai kini belum terungkap;

8. Mahasiswa Papua di Yogya meragukan dan tidak percaya terhadap kinerjanya oleh karena harus ada langkah konkrit dari Markas Besar Kepolisian RI untuk menuntaskan masalah ini dan mengoreksi kinerja Polda DKI Yogyakarta agar ada rasa keadilan bagi Mahasiswa dan Masyarakat Papua.

9. Jenasa telah dipulangkan senin tadi jam 17:00-an WI tujuan Kaimana tanpa membawa hasil Otopsi.

END



Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jakarta, 5 Mei 2010

Kepada Yth.

Bapak Kapolda DIY

di

Yogyakarta

Nomor : 013/DG/DPR RI/V/2010

Lampiran : 1 (satu berkas)

Perihal : Permohonan Pengusutan Kasus Kematian

Jessica Elisabeth Isir (25 tahun),

Alumna STPMD �APMD�Yogyakarta

Dengan hormat!

Merujuk pada perihal surat di atas, saya Diaz Gwijangge, S.Sos, anggota Komisi X DPR RI (A-558) dari Partai Fraksi Demokrat meminta Kepala Kepolisian (Kapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan mengungkap seterang-terangnya kematian Jessica Elisabeth Isir (24), alumna Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) �APMD� Yogyakarta, di mana jasadnya ditemukan pada Sabtu, 1 Mei 2010 pagi di pinggir rel kereta api di Dusun Sorowajan, Kecamatan Banguntapan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Permintaan ini sebagai tindaklanjut laporan Keluarga Besar Mahasiswa asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta terkait kematian tak wajar yang dialami Jessica Elisabeth Isir. Kemudian, proses penyelidikan yang �tidak normal�, visum et repertum pihak rumah sakit, hingga pemulangan jenazah ke Papua yang dinilai masih menyimpan misteri dan terus menguras akal sehat.

Adapun kronologis kasus kematian ini akan segera kami kirimkan sesegera mungkin melalui surat. Laporan singkat dalam kronologis kasus kematian ini paling kurang menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam menguak misteri kematian tragis disertai dugaan pemerkosaan ini.

Sebagai anggota DPR RI yang concern dengan masalah hak-hak asasi manusia (HAM), kami menyayangkan peristiwa tragis ini hingga mengakibatkan kematian intelektual yang nota bene generasi penerus pembangunan Papua di masa akan datang.

Oleh karena lokasi kejadiannya berada di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, maka kami berharap agar aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengusut secara terang benderang hingga mengungkap motif di balik kematian tragis tersebut.

Hal itu sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap penegakan hak-hak asasi manusia universal dan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai makhluk yang sangat mulia sekaligus menumbuhkan rasa percaya masyarakat terhadap institusi penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY.

Untuk jelasnya, kami menyampaikan beberapa hal di bawah ini agar mendapat perhatian serius pihak aparat penegak hukum di wilayah hukum Polda DIY. Termasuk meminta pihak Pemerintah Propinsi DIY sedikit memberikan perhatian dan rasa aman bagi warga masyarakat perantauan, termasuk mahasiswa asal Papua yang saat ini bermukim di Yogyakarta.

Pertama, sebagai anggota DPR RI kami mendesak pihak penegak hukum khususnya aparat Kepolisian Resort Bantul dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut tuntas dan membuka kepada publik dugaan pemerkosaan disertai pembunuhan atas Jessica Elisabeth Isir, alumna

Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa (STPMD) �APMD�Yogyakarta, termasuk motif di balik itu.

Upaya pengusutan kasus ini penting karena dugaan kuat kematian gadis itu bukan akibat tabrakan kereta api. �Luka yang menampakkan kejanggalan tersebut di antaranya pada pelipis kiri terlihat memar yang diduga akibat benturan benda tumpul, kepala bagian belakang sobek sedalam tiga centi meter dan panjang 5 cm, luka pada lengan kanan, dan terdapat bekas seperti cekikan tangan di leher,� ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bantul AKP Danang Kuntadi, Sabtu, 1/5 (TVOne, 1/5).

Kedua, meminta Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Propinsi Papua, Polda DIY, dan Mabes Polri untuk menggelar dialog bersama guna mencari berbagai akar kekerasan yang selama ini dialami warga perantauan asal Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta mengingat eskalasi kekerasan yang menimpa warga Papua di kota itu sudah berada pada tingkat yang mencemaskan.

Salah satu kasus yang hingga kini belum terungkap ke publik, terutama masyarakat maupun mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh studi di Yogyakarta yakni insiden pemukulan seorang mahasiswa asal Papua. Mahasiswa ini dipukul hingga babak belur dan meregang nyawa di Rumah Sakit Bhetesda Yogyakarta.

Ketiga, kami meminta Pemerintah Propinsi DIY agar lebih memberikan rasa nyaman bagi para perantau, termasuk para mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta mengingat Yogyakarta menjadi tempat tujuan menarik bagi para mahasiswa Papua untuk melanjutkan studi guna menjadi calon generasi bagi Papua pada masa-masa akan datang.

Demikian permohonan kami. Atas perhatian dan kerja samanya dihaturkan terima kasih.

Hormat

Diaz Gwijangge

Anggota DPR RI (A-558) Fraksi Partai Demokrat

Tembusan: dikirim dengan hormat kepada

1. Bapak Kapolri di Jakarta

2. Bapak Ketua DPR RI di Jakarta

3. Ketua Komisi III DPR RI di Jakarta

4. Ketua Komnas HAM di Jakarta

5. Kaukus Parlemen DPR/DPD RI di Jakarta

6. Gubernur DIY di Yogyakarta

7. Gubernur Papua di Jayapura

8. DPRD DIY di Yogyakarta

9. DPRP di Jayapura

10. Media Cetak dan Elektronik



Selasa, 04 Mei 2010

18 Penghuni Lapas Abe DPO

JAYAPURA [PAPOS] –Sebanyak 18  orang Narapidana (Napi) dan Tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Abepura yang kabur, Senin (3/5) lalu sekitar pukul 17.30 Wit, kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dari pihak aparat Kepolisian. Ke-18 orang yang sudah ditetapkan DPO itu masing-masing, Roy Kabarek, Yonas C Karuway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinand Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra dan Asin alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay dan Asbudi alias Aco. Sementara 3 orang tahanan diantaranya, Wenda,Nas Kogoya dan Boy Walela.  

Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura, AKBP H Imam Setiawan SIK, melalui Kasar Reskrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata SIK, saat di temui wartawan di halaman Mapolresta Jayapura Rabu (6/5) kemarin mengatakan, 18 orang yang melarikan dari Lapas Abepura, kini telah di keluarkan DPO. Dikatakan, dari ke-18 orang DPO ini, tahanan Polresta khususnya ada beberapa penanganan awal yang ditangani oleh Polresta Jayapura yakni, sebanyak 5 orang.

Namun foto wajah baru 4 orang yang sudah ada.“ Di antara ke-18 orang ini, di dalamnya kami menangani sebanyak 5 orang, sedangkan yang lainnya dari Polresta Sentani,” ujar Kasat Era Adhinata. Era mengatakan, ke lima orang yang di tangani pihak Polresta ini, masing-masing Roy Kbarek (37), Ronald Ohee (31), Petrus Menti Alias Petu (33), Yunus Sembra (17), Nas Kogoya (24). Namun ke -13 orang DPO lainnya rencana besok (Hari ini, Red) akan mengambil data-datanya di Polres Sentani untuk mengetahui lebih pasti wajah pelaku yang sempat melarikan diri tersebut. “Setelah kami mengeluarkan DPO ini, akan membantu pihak Lapas untuk terus dilakukan pengejaran terhadap 18 orang DPO ini sampai terungkap,” pungkas Kasat Reskrim. Era menegaskan, tindakan awal yang harus di lakukan adalah untuk menyebarkan foto-foto ke-18 DPO ini baik dari Media masa maupun kepada masyarakat, sehingga bila ada yang mengetahui, maka agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan pengejara. Ditanya soal pelarian ke-18 orang ini? Kasat Era mengatakan, mereka masih di lakukan penyelidikan untuk melakukan tindakan awal bagi pihak kepolisian dan keluarga setempat untuk mengetahui lebih pasti keberadaan mereka. “ Kita belum memastikan apakah ada unsure kesengajaan pelarian ini atau tidak. Yang jelas akan di lakukan penyelidikan lebih lanjut dengan memanggil saksi-saksi untuk di maintain keteranganya serta melakukan olah TKP,”tuturnya. Lanjutnya lagi, dari hasil olah TKP yang di lakukan oleh penyidik Reskrim beserta jajarannya telah mengamankan Handuk para pelaku, dan perlatan besi yang di duga alat untuk menjebol pintu tahanan Lapas tersebut, sementara saksi telah dimintain keterangan sebanyak 5 orang, di antaranya dari pihak Sipir Lapas sebanyak 3 orang dan yang mengetahui

di TKP saat melarikan diri sebanyak 2 orang. Disinggung dari kelima yang di tangani Polresta ini, apakah ada yang menonjol dalam kasusnya? Kasat Reskrim mengungkapakan bahwa di antara kelima itu yakni, Roy Kbarek dimana yang bersangkutan telah melarikan diri dari Lapas sebanyak 3 kali dengan melakukan kasus yang sama yakni tentang pemerkosaan baik orang mayat maupun kepada bayi.

Ujar Kasat Era Kasat Era, dari ke-18 orang yang sudah di tetapkan DPO ini rata-rata kasus tindak pidana perlindungan anak. “ Dari hasil penyelidikan kami terhadap ke-18 orang DPO ini, lebih banyak kasus tentang perlindungan anak,” teranganya. Kasat mengatakan dengan adanya foto yang di sebarkan ini nanti, meminta kepada masyarakat untuk membantu, bila menemukan pelaku tersebut agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan tindakan lebih lanjut.[loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



Musa ' ad : Otsus Kehilang Separuh Nyawa

dr-abud-musaad JAYAPURA [PAPOS]- Kepala Demokratic Center [DC] Uncen Dr. H  Mohammad Abud Musa’ad, MSi mengungkapkan Otsus di Papua saat ini bagai kehilangan separuh nyawanya, mengapa tidak? Otsus yang tadinya disahkan dengan satu kepala pemerintahan kini sudah menjadi dua kepala Pemerintahan dengan jumlah dana Otsus yang sama kemudian dibagi dua pula.

Dengan dua kepala pemerintahan tersebut meski UU Otsus sebagai UU tertinggi dari Keputusan Depdagri namun ketika Perda dibuat dan dirancang pemerintah Papua belum tentu atau tidak dapat diterima pemerintah Papua Barat. 

“Hal inilah yang menjadikan Otsus bagai kehilangan nyawanya,” kata Musa’ad ketika ditemui Papua Pos usai dialog publik yang berlangsung di Hotel Relat, Rabu [5/5] kemarin. Selain Perda, kata Musa’ad keputusan MRP juga tidak dapat diterima Papua Barat, ironis memang, untuk itulah perlu diaktifkan kembali perjanjian Mansinam kedua kepala Pemerintahan yakni Gubenur Papua dan Gubernur Papua Barat tentang pernyataan dalam pelaksanaan otsus dua untuk satu dan satu untuk dua, sehingga Otsus bisa berjalan sebagaimana koridornya tanpa ada cacat di satu pihak. Hari ini, jelas Musa’ad dinamika sosial Politik masyarakat di Papua jika dikoreasikan dengan materi muatan UU Otsus sudah tidak serasi, dimana perkembangan dinamika politik berkembang begitu cepat tetapi aturan hukum yang diarahkan untuk menyelenggarakan sistem pemerintahan masih bertahan di tempat atau tidak berjalan sesuai dengan koridor hukum yang ada.

Perdasus disusun tidak bisa dijalankan pada dua pemerintahan karena kenyataan Papua sekarang mempunyai dua pemerintahan yaitu Papua dan papua Barat sedangkan awal dibangunnya Otsus di Papua hanya satu pemerintahan yang tertera dalam UU 21 tersebut. Untuk itu, kata Musa’ad pemerintah perlu membuat Perdasus agar bisa diakomodir di Papua dan Papua Barat serta membentuk UU lainnya yang belum ada dalam UU Otsus untuk dijalankan secara bersama-sama, jika hal itu tidak segera dilakukan maka Otsus seperti kata dia bagai kehilangan separuh nyawanya.[lina]

Ditulis oleh Lina/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



115 Prajurit Kompi Senapan ke Papua

Bangka [PAPOS] - Sebanyak 115 orang prajurit reguler Kompi Senapan B, Bangka Yonif 141/AYJP Kodam II Sriwijaya, siap diterjunkan ke wilayah perbatasan Papua-Papua Nugini untuk mengamankan wilayah paling ujung timur RI tersebut. "Untuk meningkatkan kemampuan tempur para prajurit saat bertugas di wilayah perbatasan yang cukup rawan ini, pada Kamis (29/4) mereka sudah digenjot dengan latihan menembak di lapangan tembak Parit Tujuh Air Ruay, Sungailiat," ujar Komandan Kompi Senampan B, Kapten Infantri, M. Amin Said, di Sungailiat, Jumat.  

Ia menjelaskan, dalam latihan menembak tingkat teknis prajurit mempergunakan senjata laras panjang jenis SS I V3 dan SS I V1 yang nantinya khusus ditugaskan sebagai pasukan serbu. Para prajurit akan diberangkatkan ke perbatasan Papua-Papua Nugini awal Agustus 2010.

"Sebelum melakukan latihan menembak, semua prajurit telah dibekali dengan ilmu teori, ilmu teknis dan taktik bertempur paling efektif baik di medan pertempuran dalam hutan maupun di tengah perkotaan," katanya.
Menurutnya, latihan menembak bagi prajurit TNI AD Kompi Senapan B, Bangka Yonif 141/AYJP Kodam II Sriwijaya, merupakan bagian kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap prajurit, terlebih akan bertugas mengamankan wilayah RI.

"Dalam latihan setiap prajurit reguler melakukan penembakan pada sasaran yang telah ditentukan masing - masing terdiri dari tiga orang dengan komandan pleton Lettu Inf. Yudho," jelasnya.


Ia mengatakan, sebelumnya pihaknya juga melakukan latihan menembak eksebisi bergabung dengan satuan Brigade Mobil (Brimob) Sungailiat dan masyarakat sipil serta pejabat Pemerintah Kabupaten Bangka, di lapangan tembak Brimob," jelasnya.

"Keterlibatan masyarakat sipil dalam latihan menembak bukan dipersiapkan untuk bertempur melainkan hanya sebatas memberikan ilmu pengetahuan," katanya.
Latihan menebak bagi seorang prajurit TNI AD kata dia, penting dilakukan karena kalau tidak sering melakukan latihan maka dikhawatirkan akan mengalami kendala pada penguasaan senjata dan medan pertempuran.

"Kalau seorang prajurit tempur kurang menguasai pemakain senjata dan medan pertempuran maka berakibat fatal karena justru musuh yang akan mengendalikannya," jelasnya. [ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



18 Penghuni Lapas Abe DPO

JAYAPURA [PAPOS] �Sebanyak 18  orang Narapidana (Napi) dan Tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Abepura yang kabur, Senin (3/5) lalu sekitar pukul 17.30 Wit, kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dari pihak aparat Kepolisian. Ke-18 orang yang sudah ditetapkan DPO itu masing-masing, Roy Kabarek, Yonas C Karuway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinand Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra dan Asin alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay dan Asbudi alias Aco. Sementara 3 orang tahanan diantaranya, Wenda,Nas Kogoya dan Boy Walela.  

Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura, AKBP H Imam Setiawan SIK, melalui Kasar Reskrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata SIK, saat di temui wartawan di halaman Mapolresta Jayapura Rabu (6/5) kemarin mengatakan, 18 orang yang melarikan dari Lapas Abepura, kini telah di keluarkan DPO. Dikatakan, dari ke-18 orang DPO ini, tahanan Polresta khususnya ada beberapa penanganan awal yang ditangani oleh Polresta Jayapura yakni, sebanyak 5 orang.

Namun foto wajah baru 4 orang yang sudah ada.� Di antara ke-18 orang ini, di dalamnya kami menangani sebanyak 5 orang, sedangkan yang lainnya dari Polresta Sentani,� ujar Kasat Era Adhinata. Era mengatakan, ke lima orang yang di tangani pihak Polresta ini, masing-masing Roy Kbarek (37), Ronald Ohee (31), Petrus Menti Alias Petu (33), Yunus Sembra (17), Nas Kogoya (24). Namun ke -13 orang DPO lainnya rencana besok (Hari ini, Red) akan mengambil data-datanya di Polres Sentani untuk mengetahui lebih pasti wajah pelaku yang sempat melarikan diri tersebut. �Setelah kami mengeluarkan DPO ini, akan membantu pihak Lapas untuk terus dilakukan pengejaran terhadap 18 orang DPO ini sampai terungkap,� pungkas Kasat Reskrim. Era menegaskan, tindakan awal yang harus di lakukan adalah untuk menyebarkan foto-foto ke-18 DPO ini baik dari Media masa maupun kepada masyarakat, sehingga bila ada yang mengetahui, maka agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan pengejara. Ditanya soal pelarian ke-18 orang ini? Kasat Era mengatakan, mereka masih di lakukan penyelidikan untuk melakukan tindakan awal bagi pihak kepolisian dan keluarga setempat untuk mengetahui lebih pasti keberadaan mereka. � Kita belum memastikan apakah ada unsure kesengajaan pelarian ini atau tidak. Yang jelas akan di lakukan penyelidikan lebih lanjut dengan memanggil saksi-saksi untuk di maintain keteranganya serta melakukan olah TKP,�tuturnya. Lanjutnya lagi, dari hasil olah TKP yang di lakukan oleh penyidik Reskrim beserta jajarannya telah mengamankan Handuk para pelaku, dan perlatan besi yang di duga alat untuk menjebol pintu tahanan Lapas tersebut, sementara saksi telah dimintain keterangan sebanyak 5 orang, di antaranya dari pihak Sipir Lapas sebanyak 3 orang dan yang mengetahui

di TKP saat melarikan diri sebanyak 2 orang. Disinggung dari kelima yang di tangani Polresta ini, apakah ada yang menonjol dalam kasusnya? Kasat Reskrim mengungkapakan bahwa di antara kelima itu yakni, Roy Kbarek dimana yang bersangkutan telah melarikan diri dari Lapas sebanyak 3 kali dengan melakukan kasus yang sama yakni tentang pemerkosaan baik orang mayat maupun kepada bayi.

Ujar Kasat Era Kasat Era, dari ke-18 orang yang sudah di tetapkan DPO ini rata-rata kasus tindak pidana perlindungan anak. � Dari hasil penyelidikan kami terhadap ke-18 orang DPO ini, lebih banyak kasus tentang perlindungan anak,� teranganya. Kasat mengatakan dengan adanya foto yang di sebarkan ini nanti, meminta kepada masyarakat untuk membantu, bila menemukan pelaku tersebut agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan tindakan lebih lanjut.[loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



Musa ' ad : Otsus Kehilang Separuh Nyawa

dr-abud-musaad JAYAPURA [PAPOS]- Kepala Demokratic Center [DC] Uncen Dr. H  Mohammad Abud Musa�ad, MSi mengungkapkan Otsus di Papua saat ini bagai kehilangan separuh nyawanya, mengapa tidak? Otsus yang tadinya disahkan dengan satu kepala pemerintahan kini sudah menjadi dua kepala Pemerintahan dengan jumlah dana Otsus yang sama kemudian dibagi dua pula.

Dengan dua kepala pemerintahan tersebut meski UU Otsus sebagai UU tertinggi dari Keputusan Depdagri namun ketika Perda dibuat dan dirancang pemerintah Papua belum tentu atau tidak dapat diterima pemerintah Papua Barat. 

�Hal inilah yang menjadikan Otsus bagai kehilangan nyawanya,� kata Musa�ad ketika ditemui Papua Pos usai dialog publik yang berlangsung di Hotel Relat, Rabu [5/5] kemarin. Selain Perda, kata Musa�ad keputusan MRP juga tidak dapat diterima Papua Barat, ironis memang, untuk itulah perlu diaktifkan kembali perjanjian Mansinam kedua kepala Pemerintahan yakni Gubenur Papua dan Gubernur Papua Barat tentang pernyataan dalam pelaksanaan otsus dua untuk satu dan satu untuk dua, sehingga Otsus bisa berjalan sebagaimana koridornya tanpa ada cacat di satu pihak. Hari ini, jelas Musa�ad dinamika sosial Politik masyarakat di Papua jika dikoreasikan dengan materi muatan UU Otsus sudah tidak serasi, dimana perkembangan dinamika politik berkembang begitu cepat tetapi aturan hukum yang diarahkan untuk menyelenggarakan sistem pemerintahan masih bertahan di tempat atau tidak berjalan sesuai dengan koridor hukum yang ada.

Perdasus disusun tidak bisa dijalankan pada dua pemerintahan karena kenyataan Papua sekarang mempunyai dua pemerintahan yaitu Papua dan papua Barat sedangkan awal dibangunnya Otsus di Papua hanya satu pemerintahan yang tertera dalam UU 21 tersebut. Untuk itu, kata Musa�ad pemerintah perlu membuat Perdasus agar bisa diakomodir di Papua dan Papua Barat serta membentuk UU lainnya yang belum ada dalam UU Otsus untuk dijalankan secara bersama-sama, jika hal itu tidak segera dilakukan maka Otsus seperti kata dia bagai kehilangan separuh nyawanya.[lina]

Ditulis oleh Lina/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



115 Prajurit Kompi Senapan ke Papua

Bangka [PAPOS] - Sebanyak 115 orang prajurit reguler Kompi Senapan B, Bangka Yonif 141/AYJP Kodam II Sriwijaya, siap diterjunkan ke wilayah perbatasan Papua-Papua Nugini untuk mengamankan wilayah paling ujung timur RI tersebut. "Untuk meningkatkan kemampuan tempur para prajurit saat bertugas di wilayah perbatasan yang cukup rawan ini, pada Kamis (29/4) mereka sudah digenjot dengan latihan menembak di lapangan tembak Parit Tujuh Air Ruay, Sungailiat," ujar Komandan Kompi Senampan B, Kapten Infantri, M. Amin Said, di Sungailiat, Jumat.  

Ia menjelaskan, dalam latihan menembak tingkat teknis prajurit mempergunakan senjata laras panjang jenis SS I V3 dan SS I V1 yang nantinya khusus ditugaskan sebagai pasukan serbu. Para prajurit akan diberangkatkan ke perbatasan Papua-Papua Nugini awal Agustus 2010.

"Sebelum melakukan latihan menembak, semua prajurit telah dibekali dengan ilmu teori, ilmu teknis dan taktik bertempur paling efektif baik di medan pertempuran dalam hutan maupun di tengah perkotaan," katanya.
Menurutnya, latihan menembak bagi prajurit TNI AD Kompi Senapan B, Bangka Yonif 141/AYJP Kodam II Sriwijaya, merupakan bagian kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap prajurit, terlebih akan bertugas mengamankan wilayah RI.

"Dalam latihan setiap prajurit reguler melakukan penembakan pada sasaran yang telah ditentukan masing - masing terdiri dari tiga orang dengan komandan pleton Lettu Inf. Yudho," jelasnya.


Ia mengatakan, sebelumnya pihaknya juga melakukan latihan menembak eksebisi bergabung dengan satuan Brigade Mobil (Brimob) Sungailiat dan masyarakat sipil serta pejabat Pemerintah Kabupaten Bangka, di lapangan tembak Brimob," jelasnya.

"Keterlibatan masyarakat sipil dalam latihan menembak bukan dipersiapkan untuk bertempur melainkan hanya sebatas memberikan ilmu pengetahuan," katanya.
Latihan menebak bagi seorang prajurit TNI AD kata dia, penting dilakukan karena kalau tidak sering melakukan latihan maka dikhawatirkan akan mengalami kendala pada penguasaan senjata dan medan pertempuran.

"Kalau seorang prajurit tempur kurang menguasai pemakain senjata dan medan pertempuran maka berakibat fatal karena justru musuh yang akan mengendalikannya," jelasnya. [ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00



Senin, 03 Mei 2010

18 Orang Napi Lapas Abe Melarikan Diri

Jayapura [PAPOS] – Sebanyak 18 orang penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) kelas II Abepura terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahanan melarikan diri, Senin (3/5) sekitar pukul 17.30 WIT.

Kapolresta Jayapura, AKBP H.Imam Setiawan, SIK didampingi Kasat Rekrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata,SIK kepada Papua Pos mengatakan, Para penghuni Lapas itu melarikan diri diduga terkait dengan adanya pergantian Kepala Lapas Kelas II A Abepura, Antonius Ayorbaba,SH yang digantikan Liberti Sitinjak,SH, M.Si.

Ke-18 orang tersebut masing-masing bernama Roy Kabarek, Yonas C. Aruway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinan Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra, Asin Alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay, Asbudi alias Aco, Iwan Wenda, Inas Kogoya, Bomay Walela.

“ Kita baru mendapat laporan tentang larinya para penghuni tahanan Abepura itu dan segera diturunkan anak buah untuk melakukan pengejaran hingga semua tertangkap,” katanya.

Masih menurut Kapolresta, mereka yang melarikan diri terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahan. Mereka melarikan diri sekitar pukul 17.30 WIT ketika petugas Lapas sedang melakukan penguncian gembok di blok tahanan, kemudian para tahanan melakukan pengrusakan gembok lalu melarikan diri.

Akibat kejadian itu, Kapolresta Jayapura telah menggerahkan anggota Polresta dan jajarannya untuk melakukan pengejaran terhadap para pelarian. “ Kami terus melakukan pengejaran terhadap pelarian dari Lapas itu sampai tertangkap,” tegas Kpolresta. [loy]

Ditulis oleh Loy/Papos   
Selasa, 04 Mei 2010 00:00



Demo Desak Perdasus SK MRP

demo21 DEMO : Forum Demokrasi Rakyat Papua (FDRP) menggelar aksi demo mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengakomodir Keputusan MRP No.14/MRP/2009
JAYAPURA [PAPOS] - Puluhan massa dari Forum Demokrasi Rakyat Papua (FDRP) menggelar aksi demo mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengakomodir Keputusan MRP No.14/MRP/2009 tentang pejabat Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota harus orang asli Papua.

Aksi demi yang berlangsung di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok II Jayapura, Senin (3/5) kemarin sekitar pukul 10.00 WIT.

Pendemo yang dikoordinir Forum Demokrasi Rakyat Papua tiba di halaman kantor gubernur Papua, langsung menggelar orasi yang mendesak agar Gubernur Barnabas Suebu SH, secepatnya mengeluarkan Perdasus tentang SK MRP Nomor 14 Tahun 2009 tentang penetapan orang asli Papua sebagai syarat khusus dalam penentuan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di Tanah Papua.

Dalam aksi unjuk rasa tersebut, puluhan massa membawa beberapa spanduk berukuran besar dan beberapa poster yang bertuliskan, Bapak Bas segera buat Perdasus yang mengakomodir kepentingan rakyat, tegakkan harga diri Orang Asli Papua, mendesak Realisasi SK MRP No 14 Tahun 2009 secepatnya Pemilukada bagi orang asli Papua.

Para pendemo menuntut agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah mampu mengakomodasi keputusan MRP Nomor 14 Tahun 2009. “Kami menyambut baik langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPRP) Provinsi Papua yang telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas menindaklanjuti proses perumusan landasan hukum dan landasan politik yang mengakomodir keputusan tersebut,” ujar koordinator aksi Salmon M Yumame dalam orasinya.

“ Kami juga menyatakan dukungan kepada KPU di Papua, bersama seluruh KPU se-Papua yang telah berani menunda proses Pemilukada di Papua selama 60 hari,” tambahnya.

Menurutnya, pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden RI, Mendagri, Menkopolhukam agar dapat melaksanakan UU Otsus secara murni dan konsekuen, agar dapat menegakkan harkat dan martabat orang asli Papua. Oleh karena itu, Gubernur dan Ketua DPRP diminta agar segera mendesak pemerintah pusat mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengakomodir SK MRP Nomor 14 Tahun 2009, selambat-lambatnya sebelum tenggak waktu 60 hari penundaan pemilukada di Papua berakhir.

Selain itu, dalam aksi demo kemarin mendesak Gubernur Provinsi Papua dan DPRP sebagai provinsi induk untuk segera mengambil inisiatif bersama Gubernur Papua Barat dan DPR Papua Barat, menetapkan Perdasus yang mengatur Orang Asli Papua sebagai Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota di seluruh tanah Papua sebelum tanggal 17 Mei 2010.

“Kami akan tetap mengawal tuntutan ini bersama kekuatan rakyat sipil Papua hingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjawab tuntutan-tuntutan kami diatas, apabila tuntutan kami tidak dipenuhi dalam batas waktu yang telah ditetapkan, maka dengan tegas kami nyatakan kembali akan menggalang solidaritas rakyat sipil Papua untuk melakukan aksi-aksi pembangkangan sipil, dengan memboikot semua kegiatan pemerintahaan di seluruh tanah Papua,” tegas salah satu pendemo, Benyamin Gurik dalam orasinya.

Sekitar dua jam melakukan orasi, pendemo akhirnya ditemui Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Drs. Elieser Renmaur dan Kepala Biro Hukum, JKH. Roembiak, SH. Namun kehadiran mereka ditolak mentah-mentah oleh massa, dimana hanya ingin ditemui oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.

Namun akhirnya massa membubarkan diri, setelah Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Drs. Elieser Renmaur mampu memberikan arahan dan meyakinkan pendemo.[anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Selasa, 04 Mei 2010 00:00



18 Orang Napi Lapas Abe Melarikan Diri

Jayapura [PAPOS] � Sebanyak 18 orang penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) kelas II Abepura terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahanan melarikan diri, Senin (3/5) sekitar pukul 17.30 WIT.

Kapolresta Jayapura, AKBP H.Imam Setiawan, SIK didampingi Kasat Rekrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata,SIK kepada Papua Pos mengatakan, Para penghuni Lapas itu melarikan diri diduga terkait dengan adanya pergantian Kepala Lapas Kelas II A Abepura, Antonius Ayorbaba,SH yang digantikan Liberti Sitinjak,SH, M.Si.

Ke-18 orang tersebut masing-masing bernama Roy Kabarek, Yonas C. Aruway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinan Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra, Asin Alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay, Asbudi alias Aco, Iwan Wenda, Inas Kogoya, Bomay Walela.

� Kita baru mendapat laporan tentang larinya para penghuni tahanan Abepura itu dan segera diturunkan anak buah untuk melakukan pengejaran hingga semua tertangkap,� katanya.

Masih menurut Kapolresta, mereka yang melarikan diri terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahan. Mereka melarikan diri sekitar pukul 17.30 WIT ketika petugas Lapas sedang melakukan penguncian gembok di blok tahanan, kemudian para tahanan melakukan pengrusakan gembok lalu melarikan diri.

Akibat kejadian itu, Kapolresta Jayapura telah menggerahkan anggota Polresta dan jajarannya untuk melakukan pengejaran terhadap para pelarian. � Kami terus melakukan pengejaran terhadap pelarian dari Lapas itu sampai tertangkap,� tegas Kpolresta. [loy]

Ditulis oleh Loy/Papos   
Selasa, 04 Mei 2010 00:00



Demo Desak Perdasus SK MRP

demo21 DEMO : Forum Demokrasi Rakyat Papua (FDRP) menggelar aksi demo mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengakomodir Keputusan MRP No.14/MRP/2009
JAYAPURA [PAPOS] - Puluhan massa dari Forum Demokrasi Rakyat Papua (FDRP) menggelar aksi demo mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengakomodir Keputusan MRP No.14/MRP/2009 tentang pejabat Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota harus orang asli Papua.

Aksi demi yang berlangsung di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok II Jayapura, Senin (3/5) kemarin sekitar pukul 10.00 WIT.

Pendemo yang dikoordinir Forum Demokrasi Rakyat Papua tiba di halaman kantor gubernur Papua, langsung menggelar orasi yang mendesak agar Gubernur Barnabas Suebu SH, secepatnya mengeluarkan Perdasus tentang SK MRP Nomor 14 Tahun 2009 tentang penetapan orang asli Papua sebagai syarat khusus dalam penentuan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di Tanah Papua.

Dalam aksi unjuk rasa tersebut, puluhan massa membawa beberapa spanduk berukuran besar dan beberapa poster yang bertuliskan, Bapak Bas segera buat Perdasus yang mengakomodir kepentingan rakyat, tegakkan harga diri Orang Asli Papua, mendesak Realisasi SK MRP No 14 Tahun 2009 secepatnya Pemilukada bagi orang asli Papua.

Para pendemo menuntut agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah mampu mengakomodasi keputusan MRP Nomor 14 Tahun 2009. �Kami menyambut baik langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPRP) Provinsi Papua yang telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas menindaklanjuti proses perumusan landasan hukum dan landasan politik yang mengakomodir keputusan tersebut,� ujar koordinator aksi Salmon M Yumame dalam orasinya.

� Kami juga menyatakan dukungan kepada KPU di Papua, bersama seluruh KPU se-Papua yang telah berani menunda proses Pemilukada di Papua selama 60 hari,� tambahnya.

Menurutnya, pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden RI, Mendagri, Menkopolhukam agar dapat melaksanakan UU Otsus secara murni dan konsekuen, agar dapat menegakkan harkat dan martabat orang asli Papua. Oleh karena itu, Gubernur dan Ketua DPRP diminta agar segera mendesak pemerintah pusat mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengakomodir SK MRP Nomor 14 Tahun 2009, selambat-lambatnya sebelum tenggak waktu 60 hari penundaan pemilukada di Papua berakhir.

Selain itu, dalam aksi demo kemarin mendesak Gubernur Provinsi Papua dan DPRP sebagai provinsi induk untuk segera mengambil inisiatif bersama Gubernur Papua Barat dan DPR Papua Barat, menetapkan Perdasus yang mengatur Orang Asli Papua sebagai Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota di seluruh tanah Papua sebelum tanggal 17 Mei 2010.

�Kami akan tetap mengawal tuntutan ini bersama kekuatan rakyat sipil Papua hingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjawab tuntutan-tuntutan kami diatas, apabila tuntutan kami tidak dipenuhi dalam batas waktu yang telah ditetapkan, maka dengan tegas kami nyatakan kembali akan menggalang solidaritas rakyat sipil Papua untuk melakukan aksi-aksi pembangkangan sipil, dengan memboikot semua kegiatan pemerintahaan di seluruh tanah Papua,� tegas salah satu pendemo, Benyamin Gurik dalam orasinya.

Sekitar dua jam melakukan orasi, pendemo akhirnya ditemui Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Drs. Elieser Renmaur dan Kepala Biro Hukum, JKH. Roembiak, SH. Namun kehadiran mereka ditolak mentah-mentah oleh massa, dimana hanya ingin ditemui oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.

Namun akhirnya massa membubarkan diri, setelah Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Drs. Elieser Renmaur mampu memberikan arahan dan meyakinkan pendemo.[anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Selasa, 04 Mei 2010 00:00



Cari Blog Ini

Ads Banner

 

Resources

Site Info

My Blog List

About this blog

Followers

Papua Posts Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template