Search

Sabtu, 24 April 2010

Pelaku Penembakan Karyawan PT Modern Kelompok OPM

jayapura [PAPOS]- Sony Timbuat, Korban selamat kasus penembakan di kampung Mewulok, Mulia, kabupaten Puncak Jaya, pada Selasa (13/4) lalu mengatakan, pelaku aksi anarkis yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). 

"Yang menghadang kami dan menembak mati tiga orang rekan kerja saya adalah OPM," katanya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu.

Sony Timbuat yang juga didampingi Reinhart Satya, keluarga dari Ellimus Ramandey Satya dan Hans Ling Satya yang merupakan korban tewas dalam penembakan itu menjelaskan, kronologis kejadian penembakan itu ketika para pekerja PT Modern yang sedang membangun jalan dan jembatan di kampung Mewulok, sedang dalam iringan menggunakan tiga unit truk menuju lokasi pekerjaan.

Tiba-tiba muncul dua orang dari dalam hutan bersenjata busur dan panah, lantas meminta agar rombongan menghentikan mobil, lalu menyuruh semua penumpangnya turun dan duduk di pinggir jalan.

"Setelah kami semua sudah turun dari mobil, muncul dua orang pria lagi dari dalam hutan dengan senjata api standar TNI/Polri dan langsung menembak empat orang rekan saya," ujar Sony Timbuat yang mengaku berhasil melarikan diri setelah melihat para rekannya ditembak, karena ia menumpang di truk yang berada pada barisan paling belakang.

Sony Timbuat lebih tegas dan meyakini kalau pelaku penyerangan dan penembakan yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah OPM, setelah melihat foto yang diberikan keluarga korban tewas yakni Ellimus Ramandey satya dan Hans Ling Satya, yang sebelumnya dikirimkan oleh korban.

Dalam foto itu terlihat Hans Ling Satya tampak akrab dengan beberapa orang yang diduga sebagai gerombolan organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Yang menembak rekan-rekan saya adalah dua orang yang memegang senjata dalam foto ini," kata Sony Timbuat, setelah memperhatikan dengan seksama foto bersangkutan.

Sementara menyinggung nama orang dalam foto itu, dirinya mengaku tidak mengetahuinya.

"Mereka ini memang sering meminta uang kepada warga ataupun sopir mobil yang melintasi daerahnya," kata Sony Timbuat.

Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang, masing masing Elianus Ramanday (32) dan Hans Ling Satya (30) dan Asbulah (51), dilaporkan menjadi korban penembakan dan tindak kekerasan oleh kelompok tak dikenal yang diduga OPM pada Selasa (13/4) lalu di kampung Mewoluk, Distrik Mulia, kabupaten Puncak Jaya.

Ketiga korban tewas merupakan karyawan PT Modern yang pada saat kejadian sedang bersama beberapa orang rekannya yang lain (berhasil melarikan diri dari serangan OPM), saat terjadi penembakan.

Kapolres Puncak Jaya AKBP Alek Korwa yang dihubungi wartawan, saat itu mengatakan, dari keterangan dua karyawan PT.Modern, yang berhasil menyelamatkan diri, mereka diserang kelompok bersenjata yang diduga OPM.

"Saat menyerang karyawan PT.Modern yang sedang menuju tempat pengerjaan pembangunan jalan di kawasan itu, OPM bersenjatakan empat pucuk senjata api serta senjata tradisional seperti panah, kampak dan parang," katanya.[ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos   
Senin, 26 April 2010 00:00



KECAMAN KERAS ATAS LANGKAH DAN KLEIM WPNCL

Nomor: 10/TRWB/SKC/MPP/10-XI/2009
PERIHAL: KECAMAN KERAS ATAS LANGKAH DAN KLEIM WPNCL
SIFAT: TERBUKA UNTUK UMUM DAN PENTING

Kepada Yth.:
Pengurus dan Aktivis West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)
Di Kantor Pusat WPNCL dan di manapun Anda berada
Salam Revolusi!
Kami menghargai niat dan keberanian para pejuang bangsa Papua yang bergabung ke dalam sebuah lembaga baru bernama Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat (West Papua National Coalition for Liberation, disingkat WPNCL). Walaupun nampaknya berniat memperjuangkan aspirasi bangsa Papua, terdapat sejumlah catatan penting yang patut diketahui umum agar segenap rakyat West Papua tidak terjerumus ke dalam deal-deal dan permainan politik yang akhirnya menjerumuskan dan mematikan aspirasi murni dan dengan demikian menghianati pengorbanan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajah selama hampir setengah abad lamanya.
1. Kleim bahwa WPNCL mewakili komponen TPN/OPM adalah sebuah tindakan liar dan tidak berkekuatan hukum revolusi West Papua, menghianati sejarah penderitaan dan perjuangan bangsa Papua karena:
a. TPN/OPM adalah nama yang diberikan NKRI kepada organisasi sayap militer sekaligus sayap politik perjuangan Papua Merdeka, yang telah digantikan dengan nama asli panggilan bangsa Papua: Tentara Revolusi West Papua (TRWP) atas dasar pertimbangan politik strategis perjuangan Papua Merdeka sejak 2006. Penggunaan nama TPN/OPM setelah tahun 2006 adalah murni pendukung nama pemberian NKRI, dan sebagai bukti pembangkangan terhadap garis kebijakan Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua di Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua;
b. Tentara Revolusi West Papua telah dipisahkan secara structural organisatoris dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), maka nama TRWP tidak dapat diberi tanda stripe (/) disusul nama OPM. Dengan kata lain, penggabungan nama TPN/OPM adalah tindakan pendukung siasat penjajah, yang bersifat konyol bagi organisasi sayap militer dan sayap politik;
c. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah memberikan Surat Dukungan untuk atau restu atas pembentukan WPNCL;
d. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah mengirim utusan resmi ataupun tidak resmi ke rapat pembentukan WPNCL di Port Vila, Republik Vanuatu;
e. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah dan tidak akan pernah mengakui WPNCL sebagai organisasi payung dari Tentara Revolusi West Papua ataupun Organisasi Papua Merdeka, karena proses pembentukan dan embryo kelahirannya penuh dengan rekayasa dan sponsor pihak asing/ penjajah, bersifat liar dan melanggar Hukum Revolusi West Papua;
2. Kleim bahwa TPN/OPM merupakan salah satu pilar dalam WPNCL adalah sebuah penghianatan terbesar yang dilakukan para aktivis yang bergabung ke dalam WPNCL terhadap sejarah pengorbanan dan posisi serta kiprah Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai Organisasi Induk segala gerakan, kampanye dan organisasi yang memperjuangkan aspirasi Papua Merdeka. OPM BUKANLAH SEBUAH PILAR dari WPNCL, tetapi adalah Induk dari semua dan segala gerakan, kampanye dan organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan West Papua. Langkah angkuh dan ceroboh seperti ini telah ditunjukkan Presidum Dewan Papua (PDP) yang ternyata banyak menipu rakyat daripada berbuat yang terbaik yang dapat dipersembahkannya bagi amanat penderitaan dan aspirasi bangsa Papua;
3. Langkah WPNCL untuk berdialog dengan NKRI tanpa melibatkan OPM dan TRWP dan dapat bergerak secara leluasa tanpa dilarang di dalam wilayah NKRI telah menimbulkan pertanyaan bagi Markas Pusat Pertahanan TRWP: “Apakah WPNCL bermaksud menentang pendudukan dan penjajahan oleh NKRI?”

Yang jelas, warna politik dan siasat yang dimainkan para aktivis WPNCL tidak berbeda jauh dan sangat bergandengan tangan dengan alur pemikiran dan langkah PDP, yaitu “Mengeluh untuk penambahan jatah makan-minum di dalam NKRI, bukan untuk melepaskan diri daripadanya.” Sekali lagi, sebuah penghianatan bagi aspirasi bangsa Papua dan kebohongan public yang menyesatkan;
4. Kleim WPNCL bahwa Jonah Wenda adalah jurubicara Dewan Militer Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat merupakan sebuah kebohongan yang menyesatkan karena
a. Baik TPN/OPM maupun TRWP tidak pernah memiliki/ mengenal sebuah badan/organ bernama “Dewan Militer”, apalagi Jurubicaranya, dalam sejarahnya;
b. baik TPN maupun TRWP tidak pernah mengangkat Saudara Jonah Wenda sebagai Jurubicara;
c. pembentukan Dewan Militer (Military Council) hanya dikenal dalam sebuah Negara di mana Kepala Negara/Pemerintahan membentuk Military/Security Council;
d. TRWP tidak pernah mengenal seorang bernama Jonah dan bermarga/fam Wenda, selain seorang aktivis bernama Jonah/Yunus Penggu, yang telah lama membangkang dari perintah Markas Pusat Pertahanan TRWP dengan cara mengabaikan tugas/tanggungjawab dan melakukan kampanye-kampanye gelap yang mengancam kedudukan Markas Pusat dan pribadi Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua. Saudara Jonah Penggu telah terjadi penyalah-gunaan nama marga dan pembohongan public yang memalukan;
5. Kleim bahwa telah dilakukan pertemuan di PNG tahun 2005 yang membentuk WPNCL adalah sebuah pembohongan public karena:
a. rapat dimaksud tidak pernah menghasilkan dokumen berisi kesepakatan akhir yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum ataupun politik;
b. para peserta tidak mewakili organisasi perjuangan Papua Merdeka selain dimonopoli para aktivis Melanesia Raya, Bintang-14;
c. tanpa sepengetahuan, jangankan persetujuan ataupun dukungan secara pribadi ataupun organisasi atau atas nama Markas Pusat Pertahanan, rapat ini secara sepihak menetapkan Gen. TRPB Mathias Wenda sebagai Panglima Tertinggi;
d. nama WPNCL tidak pernah disebutkan, jangankan dikenal dalam rapat ini, selain pengusulan untuk pertama kalinya yang terjadi dalam rapat di Vanuatu tahun 2008.
6. Drama WPNCL mengemis untuk berdialogue dengan NKRI sejalan dengan “Papua RoadMap” yang diajukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bertujuan memuluskan implementas Otsus Jilid II di Tanah Papua dan dengan demikian membungkam kritik masyarakat internasional terhadap fakta dan tanda-tanda kegagalan total UU No.21/2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
7. Langkah WPNCL yang mengemis dan mengajak NKRI untuk berdialogue bertentangan Pernyataan Sikap dalam Keputusan Kongres TPN/OPM No. 08 Tahun 2006 tentang Resolusi Kongres, Bab III, Pasal 9, ayat 2. “…kongres dengan tegas menolak tawaran apapun dari pihak kolonial, negara dan pemerintah Republik Indonesia, termasuk berbagai bentuk tindakan dan gelagat politik otonomisasi NKRI di Papua Barat, ataupun bentuk lain yang ditawarkan oleh pihak koloni.”
Atas dasar-dasar ini, maka dengan ini, Tentara Revolusi West Papua dan Organisasi Papua Merdeka
MENGECAM KERAS
Langkah dan Kleim WPNCL yang penuh dengan kebohongan public yang berpeluang besar mendamparkan aspirasi murni bangsa Papua dan menghianati sejarah perjuangan dan pengorbanan rakyat West Papua dan Organisasi Papua Merdeka serta Tentara Revolusi West Papua.
Atas nama tanah, benda alam, makhluk roh, tumbuhan dan hewan, atas nama moyang dan anak-cucu, atas nama tulang-belulang dan para pejuang di Rimba New Guinea, atas nama seluruh Panglima Komando Revolusi Daerah, dan atas nama alam, adat dan Pencipta serta Pelindung bangsa Papua untuk Tentara Revolusi West Papua.
Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua
Pada Tanggal: 10 November 2009

Panglima Tertinggi Komando Revolusi,




Mathias Wenda, Gen. TRWP
NBP.: A.001076


TPN/OPM Teror Warga

poto21 JAYAPURA [PAPOS]- Gerakan Papua Merdeka (GPK) pimpinan Goliat Tabuni akhir-akhir ini terus melakukan teror dan intimidasi terhadap masyarakat di Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Nambut Kabupaten Puncak Jaya. Mereka memiliki sekitar 500 anggota dan memiliki 200-300 pucuk senjata.

Kepala Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Mambut Kabupaten Puncak Jaya, Sem Telenggeng kepada Papua Pos, Sabtu (24/4) di Abepura, mengatakan peristiwa pembakan yang terjadi di Distrik Nimboluk yang menewaskan 3 karyawan PT. Modern merupakan rentetan peristiwa teror yang dilakukan kelompok sipil bersenjata pimpinan Goliat Tabuni.

Dimana penembakan terhadap karyawan PT. Modern adalah kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin Komandan Kompi, Renius Talenggeng.

“ Yang melakukan penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu adalah kelompok Goliat Tabuni dengan pimpinan Kompi, Renius Talenggen,” katanya.

Bahkan menurut Kadistrik ini, saat ini kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sangat meresahkan masyarakat di Distrik Nimboluk terutama di Kampung Kurulena pasalnya kelompok tersebut sering melakukan teror dan intimidasi terhadap warga kampung tersebut.

“ Kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sering masuk keluar kampung dan menjarah makanan dan ternak warga kampung setempat,” ujarnya.

Bahkan dia mengatakan, kelompok tersebut masuk ke kampung warga lengkap dengan persenjataan, kemudian mereka mengambil ternak warga berupa babi dan hasil kebun milik warga berupa sayur dan ubi-ubian semuanya,”kata Sem.

Bahkan saat mereka mengambil ternak dan bahan makanan warga, kelompok ini sering menodong warga dengan senjata apabila warga tidak menyerakan apa yang mereka inginkan dan mereka tak segan-segan melukai warga bahkan mengancam akan membunuh warga apabila tidak memberikan apa yang mereka inginkan.

Yang lebih para lagi kalau kelompok tersebut mengeluarkan satu tembakan ke udara berati warga kampung harus membayar uang peluru yang ditembak tersebut sebesar satu juta rupiah.

Lebih jauh Sem mengatakan, Kelompok ini telah melakukan teror dan intimidasi terhadap warga di kampung Kurulena sejak dua tahun lalu (2008) sampai sekarang, namun warga tidak mampu berbuat apa-apa hanya pasrah lantara kelompok itu sangat banyak sekitar 500 orang yang dilengkapi dengan sejata organik yang diperkirakan sekitar 100 sampai 200 pucuk senjata.

Akibat gangguang keamanan dan setelah penembakan terhadap karyawan PT.Modern itu, kata Sam, warga kampung Kurulena pun merasa terancam dan takut karena pemembakan terjadi didekat kampung tersebut sehingga warga memilih mengungsi ke kota Mulia meninggalkan kampung.

Menurutnya, penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu hanya masalah sepele, dimana kelompok Goliat Tabuni dimpimpin Telenggeng meminta uang dari PT Modern sebesar Rp 100 juta namun yang diberikan PT. Modern hanya Rp 50 juta, sehingga kelompok yang bersangkutan marah lalu melakukan penembakan terhadap karyawan PT Modern tersebut yang menewaskan 3 orang.

“Peristiwa penembakan itu membuat warga kampung Kurulena mesara terancam lantara sebelum peristiwa penembakan itu, Kelompok Talenggeng sering melakukan teror terhadap warga kampung yang selama ini membantu perusahaan untuk pembangunan jalan tersebut. Dan saat ini warga kampung akhirnya memilih mengungsi meninggalkan kampung ke kota Mulia,” papar Sem.

Selain warga kampung Kurelena, ada beberapa kampung di Distrik Nimboluk juga menggungsi ke Kota Mulia, lantara mereka terancam dari kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin oleh Renius Talenggeng.[eka]

Ditulis oleh Eka/Papua   
Senin, 26 April 2010 00:00



Pelaku Penembakan Karyawan PT Modern Kelompok OPM

jayapura [PAPOS]- Sony Timbuat, Korban selamat kasus penembakan di kampung Mewulok, Mulia, kabupaten Puncak Jaya, pada Selasa (13/4) lalu mengatakan, pelaku aksi anarkis yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). 

"Yang menghadang kami dan menembak mati tiga orang rekan kerja saya adalah OPM," katanya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu.

Sony Timbuat yang juga didampingi Reinhart Satya, keluarga dari Ellimus Ramandey Satya dan Hans Ling Satya yang merupakan korban tewas dalam penembakan itu menjelaskan, kronologis kejadian penembakan itu ketika para pekerja PT Modern yang sedang membangun jalan dan jembatan di kampung Mewulok, sedang dalam iringan menggunakan tiga unit truk menuju lokasi pekerjaan.

Tiba-tiba muncul dua orang dari dalam hutan bersenjata busur dan panah, lantas meminta agar rombongan menghentikan mobil, lalu menyuruh semua penumpangnya turun dan duduk di pinggir jalan.

"Setelah kami semua sudah turun dari mobil, muncul dua orang pria lagi dari dalam hutan dengan senjata api standar TNI/Polri dan langsung menembak empat orang rekan saya," ujar Sony Timbuat yang mengaku berhasil melarikan diri setelah melihat para rekannya ditembak, karena ia menumpang di truk yang berada pada barisan paling belakang.

Sony Timbuat lebih tegas dan meyakini kalau pelaku penyerangan dan penembakan yang menewaskan tiga orang rekannya itu adalah OPM, setelah melihat foto yang diberikan keluarga korban tewas yakni Ellimus Ramandey satya dan Hans Ling Satya, yang sebelumnya dikirimkan oleh korban.

Dalam foto itu terlihat Hans Ling Satya tampak akrab dengan beberapa orang yang diduga sebagai gerombolan organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Yang menembak rekan-rekan saya adalah dua orang yang memegang senjata dalam foto ini," kata Sony Timbuat, setelah memperhatikan dengan seksama foto bersangkutan.

Sementara menyinggung nama orang dalam foto itu, dirinya mengaku tidak mengetahuinya.

"Mereka ini memang sering meminta uang kepada warga ataupun sopir mobil yang melintasi daerahnya," kata Sony Timbuat.

Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang, masing masing Elianus Ramanday (32) dan Hans Ling Satya (30) dan Asbulah (51), dilaporkan menjadi korban penembakan dan tindak kekerasan oleh kelompok tak dikenal yang diduga OPM pada Selasa (13/4) lalu di kampung Mewoluk, Distrik Mulia, kabupaten Puncak Jaya.

Ketiga korban tewas merupakan karyawan PT Modern yang pada saat kejadian sedang bersama beberapa orang rekannya yang lain (berhasil melarikan diri dari serangan OPM), saat terjadi penembakan.

Kapolres Puncak Jaya AKBP Alek Korwa yang dihubungi wartawan, saat itu mengatakan, dari keterangan dua karyawan PT.Modern, yang berhasil menyelamatkan diri, mereka diserang kelompok bersenjata yang diduga OPM.

"Saat menyerang karyawan PT.Modern yang sedang menuju tempat pengerjaan pembangunan jalan di kawasan itu, OPM bersenjatakan empat pucuk senjata api serta senjata tradisional seperti panah, kampak dan parang," katanya.[ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Agi/Papos   
Senin, 26 April 2010 00:00



KECAMAN KERAS ATAS LANGKAH DAN KLEIM WPNCL

Nomor: 10/TRWB/SKC/MPP/10-XI/2009
PERIHAL: KECAMAN KERAS ATAS LANGKAH DAN KLEIM WPNCL
SIFAT: TERBUKA UNTUK UMUM DAN PENTING

Kepada Yth.:
Pengurus dan Aktivis West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)
Di Kantor Pusat WPNCL dan di manapun Anda berada
Salam Revolusi!
Kami menghargai niat dan keberanian para pejuang bangsa Papua yang bergabung ke dalam sebuah lembaga baru bernama Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat (West Papua National Coalition for Liberation, disingkat WPNCL). Walaupun nampaknya berniat memperjuangkan aspirasi bangsa Papua, terdapat sejumlah catatan penting yang patut diketahui umum agar segenap rakyat West Papua tidak terjerumus ke dalam deal-deal dan permainan politik yang akhirnya menjerumuskan dan mematikan aspirasi murni dan dengan demikian menghianati pengorbanan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajah selama hampir setengah abad lamanya.
1. Kleim bahwa WPNCL mewakili komponen TPN/OPM adalah sebuah tindakan liar dan tidak berkekuatan hukum revolusi West Papua, menghianati sejarah penderitaan dan perjuangan bangsa Papua karena:
a. TPN/OPM adalah nama yang diberikan NKRI kepada organisasi sayap militer sekaligus sayap politik perjuangan Papua Merdeka, yang telah digantikan dengan nama asli panggilan bangsa Papua: Tentara Revolusi West Papua (TRWP) atas dasar pertimbangan politik strategis perjuangan Papua Merdeka sejak 2006. Penggunaan nama TPN/OPM setelah tahun 2006 adalah murni pendukung nama pemberian NKRI, dan sebagai bukti pembangkangan terhadap garis kebijakan Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua di Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua;
b. Tentara Revolusi West Papua telah dipisahkan secara structural organisatoris dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), maka nama TRWP tidak dapat diberi tanda stripe (/) disusul nama OPM. Dengan kata lain, penggabungan nama TPN/OPM adalah tindakan pendukung siasat penjajah, yang bersifat konyol bagi organisasi sayap militer dan sayap politik;
c. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah memberikan Surat Dukungan untuk atau restu atas pembentukan WPNCL;
d. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah mengirim utusan resmi ataupun tidak resmi ke rapat pembentukan WPNCL di Port Vila, Republik Vanuatu;
e. Tentara Revolusi West Papua tidak pernah dan tidak akan pernah mengakui WPNCL sebagai organisasi payung dari Tentara Revolusi West Papua ataupun Organisasi Papua Merdeka, karena proses pembentukan dan embryo kelahirannya penuh dengan rekayasa dan sponsor pihak asing/ penjajah, bersifat liar dan melanggar Hukum Revolusi West Papua;
2. Kleim bahwa TPN/OPM merupakan salah satu pilar dalam WPNCL adalah sebuah penghianatan terbesar yang dilakukan para aktivis yang bergabung ke dalam WPNCL terhadap sejarah pengorbanan dan posisi serta kiprah Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai Organisasi Induk segala gerakan, kampanye dan organisasi yang memperjuangkan aspirasi Papua Merdeka. OPM BUKANLAH SEBUAH PILAR dari WPNCL, tetapi adalah Induk dari semua dan segala gerakan, kampanye dan organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan West Papua. Langkah angkuh dan ceroboh seperti ini telah ditunjukkan Presidum Dewan Papua (PDP) yang ternyata banyak menipu rakyat daripada berbuat yang terbaik yang dapat dipersembahkannya bagi amanat penderitaan dan aspirasi bangsa Papua;
3. Langkah WPNCL untuk berdialog dengan NKRI tanpa melibatkan OPM dan TRWP dan dapat bergerak secara leluasa tanpa dilarang di dalam wilayah NKRI telah menimbulkan pertanyaan bagi Markas Pusat Pertahanan TRWP: �Apakah WPNCL bermaksud menentang pendudukan dan penjajahan oleh NKRI?�

Yang jelas, warna politik dan siasat yang dimainkan para aktivis WPNCL tidak berbeda jauh dan sangat bergandengan tangan dengan alur pemikiran dan langkah PDP, yaitu �Mengeluh untuk penambahan jatah makan-minum di dalam NKRI, bukan untuk melepaskan diri daripadanya.� Sekali lagi, sebuah penghianatan bagi aspirasi bangsa Papua dan kebohongan public yang menyesatkan;
4. Kleim WPNCL bahwa Jonah Wenda adalah jurubicara Dewan Militer Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat merupakan sebuah kebohongan yang menyesatkan karena
a. Baik TPN/OPM maupun TRWP tidak pernah memiliki/ mengenal sebuah badan/organ bernama �Dewan Militer�, apalagi Jurubicaranya, dalam sejarahnya;
b. baik TPN maupun TRWP tidak pernah mengangkat Saudara Jonah Wenda sebagai Jurubicara;
c. pembentukan Dewan Militer (Military Council) hanya dikenal dalam sebuah Negara di mana Kepala Negara/Pemerintahan membentuk Military/Security Council;
d. TRWP tidak pernah mengenal seorang bernama Jonah dan bermarga/fam Wenda, selain seorang aktivis bernama Jonah/Yunus Penggu, yang telah lama membangkang dari perintah Markas Pusat Pertahanan TRWP dengan cara mengabaikan tugas/tanggungjawab dan melakukan kampanye-kampanye gelap yang mengancam kedudukan Markas Pusat dan pribadi Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua. Saudara Jonah Penggu telah terjadi penyalah-gunaan nama marga dan pembohongan public yang memalukan;
5. Kleim bahwa telah dilakukan pertemuan di PNG tahun 2005 yang membentuk WPNCL adalah sebuah pembohongan public karena:
a. rapat dimaksud tidak pernah menghasilkan dokumen berisi kesepakatan akhir yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum ataupun politik;
b. para peserta tidak mewakili organisasi perjuangan Papua Merdeka selain dimonopoli para aktivis Melanesia Raya, Bintang-14;
c. tanpa sepengetahuan, jangankan persetujuan ataupun dukungan secara pribadi ataupun organisasi atau atas nama Markas Pusat Pertahanan, rapat ini secara sepihak menetapkan Gen. TRPB Mathias Wenda sebagai Panglima Tertinggi;
d. nama WPNCL tidak pernah disebutkan, jangankan dikenal dalam rapat ini, selain pengusulan untuk pertama kalinya yang terjadi dalam rapat di Vanuatu tahun 2008.
6. Drama WPNCL mengemis untuk berdialogue dengan NKRI sejalan dengan �Papua RoadMap� yang diajukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bertujuan memuluskan implementas Otsus Jilid II di Tanah Papua dan dengan demikian membungkam kritik masyarakat internasional terhadap fakta dan tanda-tanda kegagalan total UU No.21/2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
7. Langkah WPNCL yang mengemis dan mengajak NKRI untuk berdialogue bertentangan Pernyataan Sikap dalam Keputusan Kongres TPN/OPM No. 08 Tahun 2006 tentang Resolusi Kongres, Bab III, Pasal 9, ayat 2. ��kongres dengan tegas menolak tawaran apapun dari pihak kolonial, negara dan pemerintah Republik Indonesia, termasuk berbagai bentuk tindakan dan gelagat politik otonomisasi NKRI di Papua Barat, ataupun bentuk lain yang ditawarkan oleh pihak koloni.�
Atas dasar-dasar ini, maka dengan ini, Tentara Revolusi West Papua dan Organisasi Papua Merdeka
MENGECAM KERAS
Langkah dan Kleim WPNCL yang penuh dengan kebohongan public yang berpeluang besar mendamparkan aspirasi murni bangsa Papua dan menghianati sejarah perjuangan dan pengorbanan rakyat West Papua dan Organisasi Papua Merdeka serta Tentara Revolusi West Papua.
Atas nama tanah, benda alam, makhluk roh, tumbuhan dan hewan, atas nama moyang dan anak-cucu, atas nama tulang-belulang dan para pejuang di Rimba New Guinea, atas nama seluruh Panglima Komando Revolusi Daerah, dan atas nama alam, adat dan Pencipta serta Pelindung bangsa Papua untuk Tentara Revolusi West Papua.
Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua
Pada Tanggal: 10 November 2009

Panglima Tertinggi Komando Revolusi,




Mathias Wenda, Gen. TRWP
NBP.: A.001076


TPN/OPM Teror Warga

poto21 JAYAPURA [PAPOS]- Gerakan Papua Merdeka (GPK) pimpinan Goliat Tabuni akhir-akhir ini terus melakukan teror dan intimidasi terhadap masyarakat di Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Nambut Kabupaten Puncak Jaya. Mereka memiliki sekitar 500 anggota dan memiliki 200-300 pucuk senjata.

Kepala Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Mambut Kabupaten Puncak Jaya, Sem Telenggeng kepada Papua Pos, Sabtu (24/4) di Abepura, mengatakan peristiwa pembakan yang terjadi di Distrik Nimboluk yang menewaskan 3 karyawan PT. Modern merupakan rentetan peristiwa teror yang dilakukan kelompok sipil bersenjata pimpinan Goliat Tabuni.

Dimana penembakan terhadap karyawan PT. Modern adalah kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin Komandan Kompi, Renius Talenggeng.

� Yang melakukan penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu adalah kelompok Goliat Tabuni dengan pimpinan Kompi, Renius Talenggen,� katanya.

Bahkan menurut Kadistrik ini, saat ini kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sangat meresahkan masyarakat di Distrik Nimboluk terutama di Kampung Kurulena pasalnya kelompok tersebut sering melakukan teror dan intimidasi terhadap warga kampung tersebut.

� Kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sering masuk keluar kampung dan menjarah makanan dan ternak warga kampung setempat,� ujarnya.

Bahkan dia mengatakan, kelompok tersebut masuk ke kampung warga lengkap dengan persenjataan, kemudian mereka mengambil ternak warga berupa babi dan hasil kebun milik warga berupa sayur dan ubi-ubian semuanya,�kata Sem.

Bahkan saat mereka mengambil ternak dan bahan makanan warga, kelompok ini sering menodong warga dengan senjata apabila warga tidak menyerakan apa yang mereka inginkan dan mereka tak segan-segan melukai warga bahkan mengancam akan membunuh warga apabila tidak memberikan apa yang mereka inginkan.

Yang lebih para lagi kalau kelompok tersebut mengeluarkan satu tembakan ke udara berati warga kampung harus membayar uang peluru yang ditembak tersebut sebesar satu juta rupiah.

Lebih jauh Sem mengatakan, Kelompok ini telah melakukan teror dan intimidasi terhadap warga di kampung Kurulena sejak dua tahun lalu (2008) sampai sekarang, namun warga tidak mampu berbuat apa-apa hanya pasrah lantara kelompok itu sangat banyak sekitar 500 orang yang dilengkapi dengan sejata organik yang diperkirakan sekitar 100 sampai 200 pucuk senjata.

Akibat gangguang keamanan dan setelah penembakan terhadap karyawan PT.Modern itu, kata Sam, warga kampung Kurulena pun merasa terancam dan takut karena pemembakan terjadi didekat kampung tersebut sehingga warga memilih mengungsi ke kota Mulia meninggalkan kampung.

Menurutnya, penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu hanya masalah sepele, dimana kelompok Goliat Tabuni dimpimpin Telenggeng meminta uang dari PT Modern sebesar Rp 100 juta namun yang diberikan PT. Modern hanya Rp 50 juta, sehingga kelompok yang bersangkutan marah lalu melakukan penembakan terhadap karyawan PT Modern tersebut yang menewaskan 3 orang.

�Peristiwa penembakan itu membuat warga kampung Kurulena mesara terancam lantara sebelum peristiwa penembakan itu, Kelompok Talenggeng sering melakukan teror terhadap warga kampung yang selama ini membantu perusahaan untuk pembangunan jalan tersebut. Dan saat ini warga kampung akhirnya memilih mengungsi meninggalkan kampung ke kota Mulia,� papar Sem.

Selain warga kampung Kurelena, ada beberapa kampung di Distrik Nimboluk juga menggungsi ke Kota Mulia, lantara mereka terancam dari kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin oleh Renius Talenggeng.[eka]

Ditulis oleh Eka/Papua   
Senin, 26 April 2010 00:00



Jumat, 23 April 2010

Pelaku Pengibar Kejora Divonis 6 Bulan

BIAK [PAPOS] - Septinus Rumere alias Sept (62) yang mengibarkan bendera bintang kejora di Biak Timur pada 1 Desember 2009 silam, divonis 6 bulan penjara dan dibebaskan dari segala tuntutan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri(PN) Biak pada sidang putusan yang digelar di PN setempat (23/4) siang kemarin.

Surat putusan yang dibacakan hakim ketua Lebanus Sinurat,SH.MH ini mengatakan, sesuai fakta persidangan, terdakwa Septinus Rumere alias Sept telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana makar sebagaimana diatur dalam pasal 106 KUHP.

Menurut majelis hakim, hal hal yang dapat meringankan terdakwa yaitu terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, telah berusia lanjut, belum pernah dihukum, terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan,serta terdakwa telah menyesali perbuatannya.

Putusan majelis Hakim terhadap terdakwa ini, dinilai jaksa penuntut umum (JPU) belum sesuai dengan fakta fakta yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan dan juga barang bukti yang telah diakui dan dibenarkan terdakwa.

Tanggapan JPU yang disampaikan Muslim, SH mengatakan, vonis 6 Bulan penjara terhadap terdakwa, jauh lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dengan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun, dan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- Atas putusan tersebut, Muslim SH mengatakan, JPU akan segera mengajukan Banding ke Pengadilan tinggi (PT) Papua di Jayapura.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Metuzalak Awom, SH ketika di konfirmasi Papua Pos usai acara persidangan mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan perlawanan atas Banding yang akan diajukan JPU ke PT nanti.

Metuzalak juga mengatakan, sebagai penasehat hukum, dia menghormati putusan PN Biak yang telah menjatuhkan vonis 6 Bulan terhadap klainnya. Hanya saja lanjut Metuzalak, dari sidang kasus ini, hendaknya dapat menjadi pelajaran penting bagi seluruh masyarakat, dan bagi semua aparat penegak hukum di NKRI agar menempatkan hukum itu selalu pada forsinya.

Pada kesempatan itu, Metuzalak menghimbau agar media juga turut

memainkan perannya untuk memberitakan serta memberi pelajaran yang mendidik atas kasus ini kepada seluruh masyarakat khususnya di tanah Papua. Pada akhir konfirmasi itu, Penasehat hukum kelahiran Biak Timur ini mengatakan akan segera mengajukan pembebasan tahanan kepada PN Biak

atas Septinus Rumere. “Sore ini juga akan saya buat surat permohonan pembebasan klain saya dari tahanan, dan saya mohon agar PN Biak dapat mengabulkannya,” imbuhnya.

Dikatakannya, hal itu telah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, karena Septinus Rumere tinggal menjalani penjara sekitar 2 bulan saja sesuai Vonis 6 Bulan yang dijatuhkan kepadanya, terhitung masa tahanan yang telah dijalaninya, sehingga Septinus bisa segera menjalani tahanan kota. [cr-54]

Ditulis oleh Cr-54/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00



Temporary Post Used For Theme Detection (c594ac4e-b5f5-40e9-9de5-e8af1b2f1707 - 3bfe001a-32de-4114-a6b4-4005b770f6d7)

This is a temporary post that was not deleted. Please delete this manually. (427125eb-c78a-4ea7-9fb6-87b0e7e0114d - 3bfe001a-32de-4114-a6b4-4005b770f6d7)



Enembe: TPN/OPM ‘ Cari ’ Gubernur dan Wagub

wagub-dan-bup-lukas-enembe1 JAYAPURA [PAPOS] – Ada pernyataan mengejutkan dari Lukas Enembe, bahwa TPN/OPM juga ‘membidik’ Gubernur Papua, Barnabas Suebu,SH dan Wakil Gubernur, Alex Hesegem sebagai sasaran mereka.

“ Pemda Puncak Jaya, sudah melakukan pendekatan persuasive kepada kelompok TPN/OPM, bahkan sudah pernah membawa 6 orang OPM ke Jakarta untuk memperkenalkan dunia luar. Saat itulah OPM menunjukkan nama-nama yang menjadi target mereka yang diantaranya ada Gubernur Papua, Barnabas Suebu dan Wagub Alex Hesegem,” ujar Lukas Enembe kepada wartawan seraya menambahkan bahwa hal ini sudah disampaikan ke Wagub.

“ Saya sudah memberitahukan Wakil Gubernur, Alex Hesegem untuk berhati-hati bicara,” kata Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP kepada wartawan, disela-sela Rakorda Bupati dan Walikota se-Papua. Lebih jauh Lukas Enembe mengatakan, pemerintah Kabupaten Puncak Jaya sendiri telah melakukan berbagai pendekatan terhadap TPN/OPM yang berada di kabupaten Puncak Jaya. Tetapi, karena ini adalah masalah ideology, jadi bukan hanya masalah Pemda Puncak Jaya saja tetapi juga sudah merupakan masalah kedaulatan negara.

“ Tugas Pemda Puncak Jaya adalah mensejahterakan rakyat dan itu sudah dilakukan. Tanpa diminta Pemprov Papua pun wajib hukumnya bagi kami untuk membantu masyarakat,” tegasnya.

Lebih jauh Lukas Enembe menjelaskan, saat ini sekitar 200–300 orang anggota TPN/OPM berkeliaran di Kabupaten Puncak Jaya. Dimana 300 anggota ini terbagi menjadi tiga kelompok yang dipimpin Goliath Tabuni sebagai pimpinan tertinggi bersama dua bawahannya yakni Warius Telenggen dan Hengky Wonda.

Menurut Enembe, tiga kelompok ini dipersenjatai 26 senjata hasil rampasan dari berbagai tempat yang hampir tiap tahun dirampas seperti di Timika, Wamena dan Puncak Jaya. “Sekarang mereka berkumpul di markas Tingginambut,” katanya.

Diakuinya, Goliat Tabuni tetap menjadi pimpinan tertinggi. Selain itu, ada pimpinan Hengki Wonda dan terbagi dalam tiga kelompok. Tujuan kelompok ini jelas dengan paham ideologinya yakni meminta merdeka. “Ya minta merdekalah, mereka minta kemerdekaan Papua, ini masalah ideology mereka,” paparnya.

Enember menambahkan, kejadian penembakan di Distrik Mewulok, terhadap pekerja pembangunan jalan di Puncak Jaya adalah ulah mereka sebagai balas dendam terhadap kejadian-kejadian yang terjadi disana. Untuk menghindari adanya kejadian seperti itu akhirnya para pekerja pembangunan jalan ditarik ke Kota Mulia, untuk pengaspalan jalan dan ruas baru di kota. “Untuk sementara kita hentikan dulu pekerjaan pembangunan jalan di pedalaman, kita ada program lanjutan kegiatan baru. Kalaupun mereka [OPM-red] hancurkan jembatan besoknya kita bangun kembali,” tegasnya.

Jadi, kata Lukas Enembe meskipun adanya kejadian-kejadian penembakan di wilayahnya tetapi pemerintah kabupaten tidak pernah berhenti untuk melakukan pembangunan bagi masyarakat. [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00



Kejadian Puja Hanya Kriminal

JAYAPURA [PAPOS]- Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Hotma Marbun menilai aksi kriminal bersenjata yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya yang sudah menimbulkan banyak korban jiwa dan materiil, dinilai hanya merupakan bentuk kriminalitas biasa. Termasuk kejadian baru-baru ini di Distrik Mewulok, Puncak Jaya yang menewaskan tiga orang sipil karyawan PT. Modern hanyalah kriminal biasa

Dimana menurut Hotma Marbun, untuk kasus itu TNI tidak perlu bergerak, tetapi kalau sudah menyangkut kedaulatan NKRI menjadi tugas TNI untuk bergerak mengejar pelaku yang berasal dari aktivitas Organisasi Papua Merdeka [TPN/OPM].

“ Pembunuhan tiga karyawan kontraktor PT Modern saat melintas di Distrik Mewulok, Puncak Jaya 4 April lalu, hanya merupakan pelanggaran hukum. Kalau Papua Merdeka, ya baru kita yang tangani,” ujar Jenderal Bintang Dua itu kepada wartawan disela-sela Rakerda Bupati dan Walikota Se-Papua, Jumat (23/4) di Sasana Krida kantor Gubernur Papua.

Menanggapi pertanyaan Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem, SE tentang pelaku penembakan itu berasal dari Organisasi Papua Merdeka [TPN/OPM]. Pangdam menandaskan, TNI akan bertindak jika ada aktivitas yang merongrong keutuhan NKRI.

Ia menilai, aktivitas kelompok bersenjata di Puncak Jaya bersifat mengganggu masyarakat dan menyerang aparat TNI dan Polri belum mengarah ke kegiatan memisahkan diri dari NKRI.

Ketika ditanya apakah penyerangan Goliath Tabuni bukan separatis ?, Pangdam berkilah kalau perjuangan pria brewok (Goliath Tabuni-red) itu betul-betul menyuarakan Papua Merdeka (lepas dari NKRI) atau bentuk ketidakpuasan kepada pemerintah, berarti separatis. Namun Pangdam belum melihat bahwa aksi yang dilakukan kelompok Goliath Tabuni belum menyangkut perjuangan ‘merdeka’ hanya melakukan aksi kriminal.

“ Kalau memang pernyataannya (Goliath Tabuni) itu keinginan merdeka, itu berapa orang. Yang pengang senjata api cuma tiga orang,” ucap Pangdam.

Ia menjelaskan, saat ini di Puncak Jaya tersebar sekitar 10 Pos TNI yang tiap posnya diisi satu hingga dua regu pasukan. TNI ditempatkan , untuk membantu Polisi setempat menjaga keamanan wilayah tersebut. “Sekarang kalau tentara menembak, membunuh, juga salah menurut masyarakat. Kecuali perang ya kita ladeni,” tegasnya.

Menyangkut senjata api yang digunakan kelompok sipil bersenjata yang menurut informasi merupakan mereka (asal) AK China, Pangdam mengakui tidak tahu menahu dengan hal itu. “Kalau ada AK China ya itu bisa saja masuk dari seberang sana,” ujarnya singkat . [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00

Technorati Tags: ,


Pelaku Pengibar Kejora Divonis 6 Bulan

BIAK [PAPOS] - Septinus Rumere alias Sept (62) yang mengibarkan bendera bintang kejora di Biak Timur pada 1 Desember 2009 silam, divonis 6 bulan penjara dan dibebaskan dari segala tuntutan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri(PN) Biak pada sidang putusan yang digelar di PN setempat (23/4) siang kemarin.

Surat putusan yang dibacakan hakim ketua Lebanus Sinurat,SH.MH ini mengatakan, sesuai fakta persidangan, terdakwa Septinus Rumere alias Sept telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana makar sebagaimana diatur dalam pasal 106 KUHP.

Menurut majelis hakim, hal hal yang dapat meringankan terdakwa yaitu terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, telah berusia lanjut, belum pernah dihukum, terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan,serta terdakwa telah menyesali perbuatannya.

Putusan majelis Hakim terhadap terdakwa ini, dinilai jaksa penuntut umum (JPU) belum sesuai dengan fakta fakta yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan dan juga barang bukti yang telah diakui dan dibenarkan terdakwa.

Tanggapan JPU yang disampaikan Muslim, SH mengatakan, vonis 6 Bulan penjara terhadap terdakwa, jauh lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dengan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun, dan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- Atas putusan tersebut, Muslim SH mengatakan, JPU akan segera mengajukan Banding ke Pengadilan tinggi (PT) Papua di Jayapura.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Metuzalak Awom, SH ketika di konfirmasi Papua Pos usai acara persidangan mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan perlawanan atas Banding yang akan diajukan JPU ke PT nanti.

Metuzalak juga mengatakan, sebagai penasehat hukum, dia menghormati putusan PN Biak yang telah menjatuhkan vonis 6 Bulan terhadap klainnya. Hanya saja lanjut Metuzalak, dari sidang kasus ini, hendaknya dapat menjadi pelajaran penting bagi seluruh masyarakat, dan bagi semua aparat penegak hukum di NKRI agar menempatkan hukum itu selalu pada forsinya.

Pada kesempatan itu, Metuzalak menghimbau agar media juga turut

memainkan perannya untuk memberitakan serta memberi pelajaran yang mendidik atas kasus ini kepada seluruh masyarakat khususnya di tanah Papua. Pada akhir konfirmasi itu, Penasehat hukum kelahiran Biak Timur ini mengatakan akan segera mengajukan pembebasan tahanan kepada PN Biak

atas Septinus Rumere. �Sore ini juga akan saya buat surat permohonan pembebasan klain saya dari tahanan, dan saya mohon agar PN Biak dapat mengabulkannya,� imbuhnya.

Dikatakannya, hal itu telah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, karena Septinus Rumere tinggal menjalani penjara sekitar 2 bulan saja sesuai Vonis 6 Bulan yang dijatuhkan kepadanya, terhitung masa tahanan yang telah dijalaninya, sehingga Septinus bisa segera menjalani tahanan kota. [cr-54]

Ditulis oleh Cr-54/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00



Temporary Post Used For Theme Detection (c594ac4e-b5f5-40e9-9de5-e8af1b2f1707 - 3bfe001a-32de-4114-a6b4-4005b770f6d7)

This is a temporary post that was not deleted. Please delete this manually. (427125eb-c78a-4ea7-9fb6-87b0e7e0114d - 3bfe001a-32de-4114-a6b4-4005b770f6d7)



Enembe: TPN/OPM � Cari � Gubernur dan Wagub

wagub-dan-bup-lukas-enembe1 JAYAPURA [PAPOS] � Ada pernyataan mengejutkan dari Lukas Enembe, bahwa TPN/OPM juga �membidik� Gubernur Papua, Barnabas Suebu,SH dan Wakil Gubernur, Alex Hesegem sebagai sasaran mereka.

� Pemda Puncak Jaya, sudah melakukan pendekatan persuasive kepada kelompok TPN/OPM, bahkan sudah pernah membawa 6 orang OPM ke Jakarta untuk memperkenalkan dunia luar. Saat itulah OPM menunjukkan nama-nama yang menjadi target mereka yang diantaranya ada Gubernur Papua, Barnabas Suebu dan Wagub Alex Hesegem,� ujar Lukas Enembe kepada wartawan seraya menambahkan bahwa hal ini sudah disampaikan ke Wagub.

� Saya sudah memberitahukan Wakil Gubernur, Alex Hesegem untuk berhati-hati bicara,� kata Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP kepada wartawan, disela-sela Rakorda Bupati dan Walikota se-Papua. Lebih jauh Lukas Enembe mengatakan, pemerintah Kabupaten Puncak Jaya sendiri telah melakukan berbagai pendekatan terhadap TPN/OPM yang berada di kabupaten Puncak Jaya. Tetapi, karena ini adalah masalah ideology, jadi bukan hanya masalah Pemda Puncak Jaya saja tetapi juga sudah merupakan masalah kedaulatan negara.

� Tugas Pemda Puncak Jaya adalah mensejahterakan rakyat dan itu sudah dilakukan. Tanpa diminta Pemprov Papua pun wajib hukumnya bagi kami untuk membantu masyarakat,� tegasnya.

Lebih jauh Lukas Enembe menjelaskan, saat ini sekitar 200�300 orang anggota TPN/OPM berkeliaran di Kabupaten Puncak Jaya. Dimana 300 anggota ini terbagi menjadi tiga kelompok yang dipimpin Goliath Tabuni sebagai pimpinan tertinggi bersama dua bawahannya yakni Warius Telenggen dan Hengky Wonda.

Menurut Enembe, tiga kelompok ini dipersenjatai 26 senjata hasil rampasan dari berbagai tempat yang hampir tiap tahun dirampas seperti di Timika, Wamena dan Puncak Jaya. �Sekarang mereka berkumpul di markas Tingginambut,� katanya.

Diakuinya, Goliat Tabuni tetap menjadi pimpinan tertinggi. Selain itu, ada pimpinan Hengki Wonda dan terbagi dalam tiga kelompok. Tujuan kelompok ini jelas dengan paham ideologinya yakni meminta merdeka. �Ya minta merdekalah, mereka minta kemerdekaan Papua, ini masalah ideology mereka,� paparnya.

Enember menambahkan, kejadian penembakan di Distrik Mewulok, terhadap pekerja pembangunan jalan di Puncak Jaya adalah ulah mereka sebagai balas dendam terhadap kejadian-kejadian yang terjadi disana. Untuk menghindari adanya kejadian seperti itu akhirnya para pekerja pembangunan jalan ditarik ke Kota Mulia, untuk pengaspalan jalan dan ruas baru di kota. �Untuk sementara kita hentikan dulu pekerjaan pembangunan jalan di pedalaman, kita ada program lanjutan kegiatan baru. Kalaupun mereka [OPM-red] hancurkan jembatan besoknya kita bangun kembali,� tegasnya.

Jadi, kata Lukas Enembe meskipun adanya kejadian-kejadian penembakan di wilayahnya tetapi pemerintah kabupaten tidak pernah berhenti untuk melakukan pembangunan bagi masyarakat. [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00



Kejadian Puja Hanya Kriminal

JAYAPURA [PAPOS]- Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Hotma Marbun menilai aksi kriminal bersenjata yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya yang sudah menimbulkan banyak korban jiwa dan materiil, dinilai hanya merupakan bentuk kriminalitas biasa. Termasuk kejadian baru-baru ini di Distrik Mewulok, Puncak Jaya yang menewaskan tiga orang sipil karyawan PT. Modern hanyalah kriminal biasa

Dimana menurut Hotma Marbun, untuk kasus itu TNI tidak perlu bergerak, tetapi kalau sudah menyangkut kedaulatan NKRI menjadi tugas TNI untuk bergerak mengejar pelaku yang berasal dari aktivitas Organisasi Papua Merdeka [TPN/OPM].

� Pembunuhan tiga karyawan kontraktor PT Modern saat melintas di Distrik Mewulok, Puncak Jaya 4 April lalu, hanya merupakan pelanggaran hukum. Kalau Papua Merdeka, ya baru kita yang tangani,� ujar Jenderal Bintang Dua itu kepada wartawan disela-sela Rakerda Bupati dan Walikota Se-Papua, Jumat (23/4) di Sasana Krida kantor Gubernur Papua.

Menanggapi pertanyaan Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem, SE tentang pelaku penembakan itu berasal dari Organisasi Papua Merdeka [TPN/OPM]. Pangdam menandaskan, TNI akan bertindak jika ada aktivitas yang merongrong keutuhan NKRI.

Ia menilai, aktivitas kelompok bersenjata di Puncak Jaya bersifat mengganggu masyarakat dan menyerang aparat TNI dan Polri belum mengarah ke kegiatan memisahkan diri dari NKRI.

Ketika ditanya apakah penyerangan Goliath Tabuni bukan separatis ?, Pangdam berkilah kalau perjuangan pria brewok (Goliath Tabuni-red) itu betul-betul menyuarakan Papua Merdeka (lepas dari NKRI) atau bentuk ketidakpuasan kepada pemerintah, berarti separatis. Namun Pangdam belum melihat bahwa aksi yang dilakukan kelompok Goliath Tabuni belum menyangkut perjuangan �merdeka� hanya melakukan aksi kriminal.

� Kalau memang pernyataannya (Goliath Tabuni) itu keinginan merdeka, itu berapa orang. Yang pengang senjata api cuma tiga orang,� ucap Pangdam.

Ia menjelaskan, saat ini di Puncak Jaya tersebar sekitar 10 Pos TNI yang tiap posnya diisi satu hingga dua regu pasukan. TNI ditempatkan , untuk membantu Polisi setempat menjaga keamanan wilayah tersebut. �Sekarang kalau tentara menembak, membunuh, juga salah menurut masyarakat. Kecuali perang ya kita ladeni,� tegasnya.

Menyangkut senjata api yang digunakan kelompok sipil bersenjata yang menurut informasi merupakan mereka (asal) AK China, Pangdam mengakui tidak tahu menahu dengan hal itu. �Kalau ada AK China ya itu bisa saja masuk dari seberang sana,� ujarnya singkat . [anyong]

Ditulis oleh Anyong/Papos   
Sabtu, 24 April 2010 00:00

Technorati Tags: ,


Rabu, 21 April 2010

Sidang Kasus Pengibaran Bendera Bintang Kejora (West Papua ) di Pengadilan Negeri Biak

BiakNews, Maret 22-2010; Kasus pengibaran bendera Bintang Kejorah (West Papua) yang dilakukan oleh Mr. Septinus Rumere ( 62 tahun) pada December 1, 2009 lalu yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Biak tinggal menunggu keputusan Hakim. Rencana Sidang keputusan dari hakim terhadap kasus Mr. Septinus Rumere ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2010.

Sidang yang sempat alot dalam 3 bulan ini karena pihak Jaksa Penuntut Umum dalam berkas pengibaran Bendera bintang Kejorah dijerat dengan pasal 106 KUHP tentang perbuatan MAKAR ( hukuman maksimal seumur hidup atau dipenjarahkan selama 20 tahun), yaitu melakukan perbuatan kejahatan untuk memindahkan wilayah atau sebagian wilayah NKRI ke pihak asing.

Dalam materi awal pembelaan, Metuzalak Awom kuasa hukum tersangka mengatakan bahwa tuduan pasal yang ditudukan kepada tersangka Septinus Rumere tidak benar, karena dalam materi penuntut umum (Jaksa Biak) tidak jelas mengatakan wilayah mana dengan jelas-jelas tersangka memindahkan, dan pemindahan wilayah tersebut ke pihak asing mana ? Selanjutnya kuasa hukum tersangka memintah kepada Hakim untuk pihak Penuntut Umum untuk membebaskan tersangka tanpa syarat, dan persoalan West Papua diselesaikan saja dengan Dialog sebagaimana yang diinginkan oleh semua pihak.

Sidang yang ke 13 pada tanggal 21 April 2010, pihak Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Tuntutan terhadap kasus Mr. Septinus Rumere yaitu bahwa terdakwa Septinus Rumere yang mengaku sebagai wakil ketua OPM wilayah Biak Timur telah mengibarkan bendera bintang Kejorah yaitu bendera lambang dari OPM yang keberadaanya diwilayah NKRI,

Pada tanggal 30 November 2009 sekitar jam 15.00 Wit terdakwa terlebih dahulu mempersiapkan tiang bendera dari kayu buah yaitu dengan cara terdakwa mengambil kayu buah/ memotong kayu buah di hutan tepatnya dibelakang kampungya, Selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2009 sekitar jam 05.30 Wit bertempat didalam halaman rumah terdakwa mengikatkan Bendera kejorah dikayu buah yang sudah disiapkan oleh terdakwa sebelumnya.

Setelah itu terdakwa memberikan penghormatan kepada bendera Bintang Kejorah tersebut, lalu membawa keluar rumah tepatnya dihalaman rumah terdakwa menggali lubang dan kemudian menancapkan tiang yang sudah ada bendera Bintang Kejorah didepan halaman rumah terdakwa, setelah ituterdakwa berdoa dan masuk kedalam rumah dan mengamati bendera yang dikibarkannya dari dalam rumah terdakwa. Kemudian datang petugas dari Kepolisian kerumah terdakwa dan membawa terdakwa ke Markas Polisi Resort Biak Numfor untuk diproses sesuai hukum.

Bahwa tujuan terdakwa Septinus Rumere mengibarkan Bendera Bintang Kejorah tersebut adalah untuk memperingati Hari HUT Organisasi Papua Merdeka yang ke 49 pada tanggal 1 Desember 2009, sehingga perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam pasal 106 KUHPindana. Surat keputusan Jaksa Penuntut Umum itu menuntut supaya majelis Hakim Pengadilan Negeri Biak yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1). Menyatakan terdakwa Septinus Rumere terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana Makar sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam pasal 106 KUHP dalam dakwaan Penuntut Umum. 2). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Septinus Rumere dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi masa selama terdakwa berada dalam tahanan. 3). Menyatakan agar terdakwa tetap ditahan.

Pada hari ini tanggal 22 April 2010. Sidang dibuka lagi untuk mendengar Pledoi Kuasa Hukum terdakwa terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut umum Kejaksaan Negeri Biak. Dalam pledoinya Metuzalak Awom, SH ( Kuasa Hukum terdakwa ) menyampaikan materi penolakan terhadap Tuntutan pihak Jaksa dimana Kuasa Hukum Terdakwa dan memohon dibebaskanya terdakwa.

Pledoi yang disampaikan tersebut diberi judul MENDAKWA SEBUAH MIMPI SEBAGAI WUJUD PEMBUNUHAN KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT LALU GUNAKAN PASAL 106 KUHP SEBAGAI ALAT PELENGKAPNYA.

“Melakukan Makar” sebagaimana diatur dalam pasal 106 adalah karena memperingati “HUT Organisasi Papua Merdeka” maka adalah salah dan keliru.Sebab yang dilakukan oleh Saudara Terdakwa adalah “Memperingati HUT Kemerdekaan Papua” dan bukan “Hari HUT Organisasi Papua Merdeka”. Memperingati “HUT Kemerdekaan Papua” adalah momen yang sudah terjadi pada Tanggal 01 Desember 1961. Saudara Terdakwa Septinus Rumere tidak sekedar berekpresi. Tetapi ada Peristiwa Penting dimasa lalu yang hendak diperingati, dan Peringatan tersebut tidak melibatkan banyak orang dan tidak berdampak luas serta tidak berakibat matinya segala aktifitas Masyarakat.

Berdasakan Keterangan saksi, Pemeriksaan Barang Bukti dan Pemeriksaan Tedakwa, maka telah diperoleh Fakta – Fakta bahwa :

Unsur “Barang Siapa” Dari hasil Penyidikan, Pemeriksaan di Pengadilan dengan dukungan para Saksi yang menyebut dengan benar nama dan alamat Terdakwa, maka kami Penasehat Hukum Berkeyakinan, bahwa yang dimaksud dengan “Barang Siapa” sebagai Subjek Hukum yang dapat dimintakan Pertanggungjawaban Hukum adalah Saudara Terdakwa Septinus Rumere .

Unsur “dengan Sengaja”Bahwa unsur “dengan sengaja” sebenarnya adalah “menghendaki adanya sebuah akibat”. Oleh sebab itu, apa yang dimaksud sebagai “menghendaki adanya sebuah akibat” sama sekali tidak terbukti, karena dalam peristiwa tersebut justru mengenang sebuah Peristiwa yang telah berlalu, bukan Hal baru yang sedang berlangsung atau “adanya suatu kehendak“ untuk memperoleh sesuatu yang baru dari perbuatan tersebut. Akibat dari pada itu, Saudara Jaksa sendiri dalam Tuntutannya menggunakan Perasaan dan Pikirannya tetapi melupakan Dasar Dakwaan dan Tuntutan sehingga tidak menyebut dengan Tegas Unsur tersebut.

Unsur “Melakukan Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara” Kalau tadi unsur “dengan sengaja” tidak terpenuhi, maka sekarang “Melakukan Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara “.

Dalam fakta Persidangan, tidak satupun seorang Saksi yang menyatakan Biak Bagian Timur sudah Merdeka, atau Biak Bagian Timur sudah diserahkan ketangan Musuh, setelah adanya Pengibaran Bendera oleh Saudara Terdakwa Septinus Rumere, Lalu apa yang dipersoalkan sebagai Makar dalam Perkara ini ? . .Dengan demikian maka Unsur “dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan Musuh atau memisahkan sebagian dari dari wilayah Negara” Tidak terbukti.

Keterangan Saksi La Salim, Saksi Muhamad Hasan, S.Sos dan saksi Julianus Sanggenaafa, dimana antara Keterangan yang satu dengan lainnya berkesesuaian, oleh sebab itu, Penasehat Hukum Memandang telah Patut untuk dijadikan sebagai bukti dan selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tanggapan terhadap Tuntutan Saudara Jaksa Penuntut Umum.

Keterangan Saksi selebihnya yang dibacakan di depan Persidangan, Menurut ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP “Keterangan Saksi sebagai alat Bukti ialah apa yang Saksi nyataka di Pengadilan” maka Kami Penasehat Hukum menolak itu dengan tegas. Apakah dengan dinaikkannya bendera Bintang Kejora, Bangsa Papua sudah Merdeka ? Jika sudah merdeka maka, dimana wilayahnya, Pemerintahannya berkedudukan dimana dan Berapa Penduduknya, dan lain – lain Syarat sebagaimana layaknya sebuah Negara. Dalam Fakta Persidangan bahwa sampai hari ini belum ada Wilayah Biak atau Papua yang menjadi Merdeka. Manaklukkan, Apakah sudah ada sebagian Pemerintahan ditaklukkan kebawah Pemerintahan Negara Asing ? maka kata Menaklukkan tidak ada hubungannya dengan Pasal Dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum; Memisahkan, Apakan sebagian Wilayah Negara ini sudah dipisahkan ?Lalu bagaimana Hubungan Pasal 106 dengan Perbuatan saudara Terdakwa yang sama sekali tidak ada dampaknya bagi warga Kampung Orweri.

Dikampung Orweri saja tidak ada Pengarung perubahan apa – apa, apalagi Pulau Biak dan Pulau Papua pada umum. Dengan berdasar pada Ketentuan Peraturan yang berlaku, i Penasehat Hukum Terdakwa menyapaikan beberapa fakta sebagai kesimpulan dalam Perkara antara lain : Bahwa antara Fakta dan Tuntutan tidak ada Kesesuaian, dan sebagai akibat dari pada itu, Tuntutan Jaksa Penuntut Umum mejadi kabur; Antara perbuatan yang dituntut dengan Perbuatan yang diterangkan oleh Terdakwa dan para Saksi sangat berbeda maka Tuntutan saidara Jaksa Patut dinyatakan batal demi Hukum; (Lihat Tuntutan “menyebutkan HUT Organisasi Papua Merdeka” sedangkan para Saksi menyebutkan “HUT Kemerdekaan Papua”

Penerapan Pasal yang keliru yang mana mestinya dikenakan Pasal 53 KUHP namun tetap mempertahankan Pasal 106, maka untuk tidak menjadi presiden buruk bagi penegakan Hukum dimasa yang akan datang, maka tuntutan Jaksa Penuntut Umum Patutlah di tolak.

Pemprov Jangan Lempar Tanggungjawab

JAYAPURA [PAPOS]- Permintaan Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem agar pemerintah kabupaten Puncak Jaya bersikap tegas dalam menyelesaikan masalah penembakan yang terjadi di Puncak Jaya. Dan mempertanyakan kerja Pemkab Puncak Jaya yang sampai sekarang kerap terjadi penembakan diwilayah Puncak Jaya. Hal ini mendapat tanggapan dari Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Lukas Enembe, S.IP.

Menurut Lukas, persoalan yang terjadi di Puncak Jaya, bukan hanya masalah Puncak Jaya sendiri, tetapi apa yang terjadi di kabupaten Puncak Jaya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] adalah tanggungjawab negara, khususnya pemerintah provinsi Papua. Masalah sparatis ini adalah masalah besar yang harus disikapi karena mengganggu kedaulatan negara.

“Kami sudah lakukan berbagai cara selama bertahun-tahun, bagaimana agar TPN/OPM turun dan mau bergabung bersama-sama kami membangun Puncak Jaya, bahkan saya sendiri sudah pernah membawa mereka ke Jakarta untuk membuka alam pikiran sehingga mereka punya wawasan yang luas tentang Negara Indonesia, tetapi karena ini masalah ideologi, apa yang kami lakukan sia-sia.Kami sudah capek, ngak tahu mau berbuat apalagi,” kata Lukas ketika mengintraksi Papua Pos lewat telepon selularnya, Rabu [21/4] pagi.

Oleh karena itu, ia sangat menyayangkan apa yang disampaikan oleh Wagub lewat media yang mempertanyakan kerja pemkab Puncak Jaya. Justru kata Lukas yang juga selaku ketua DPD Partai Demokrat provinsi Papua ini, seharusnya wagub bertanya apa yang sudah dibuat pemerintah provinsi untuk masyarakat kabupaten Puncak Jaya. Wagub tidak tahu permasalahan yang terjadi di Pegunungan, khususnya di Puncak Jaya.

“ Masalah yang kita hadapi di Puncak Jaya cukup kompleks. Kita sudah cukup kewalahan menghadapi mereka, semua upaya telah kita lakukan, tetap saja mereka berulah. Ini menyangkut ideology, butuh waktu dan proses untuk menyadarkan mereka. Tidak seperti apa yang dibayangkan pak Wagub,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta kepada Wagub agar jangan sembarangan mengeluarkan pernyataan. Sekali-kali Gubernur dan wagub turun ke Puncak Jaya dan lihat fakta yang terjadi dilapangan. Dengan demikian Gubernur dan wagub akan tahu persoalan sesungguhnya yang terjadi di daerah Pegunungan, secara khusus di Puncak Jaya. Saya sendiri yang dekat dengan rakyat kewalahan, apalagi Wagub yang tidak dikenal rakyat,” kata Lukas seraya menambahkan bahwa mereka tidak kerja, seperti apa yang dikerjakan pemkab Puncak Jaya.

Lebih lanjut dikatakannya, apa yang terjadi di Puncak Jaya, bukan semata-mata hanya tanggungjawab pemkab Puncak Jaya. Pemerintah provinsi juga punya tanggungjawab dan kewenangan bagaimana menyelesaikan persoalan di Puncak Jaya. Oleh karena itu, apa yang terjadi di Puncak Jaya adalah tanggungjawab provinsi Papua juga bagaimana menyelesaikannya.

Soal menyangkut apa perlu dilakukan operasi oleh aparat. Lukas tidak sepenuhnya setuju. Pasalnya, menurut dia, jika sampai dilakukan operasi, maka yang menjadi korban adalah masyarakat biasa karena masyarakat dijadikan sebagai tameng. Ada sekitar 200-300 orang masyarakat yang hidup bersama mereka dan tersebar dibeberapa tempat antara lain, di Tinggi Nambut, kampung Beremele dan Yambi. Sedangkan senjata yang dimiliki TPN/OPM diperkirakan 26 pucuk senjata. [bela]

Ditulis oleh Bela/Papos  
Kamis, 22 April 2010 00:00



Minta Pelaku Dikejar

Salah seorang moderator keluarga korban Yelimus Ramandei dan Hans Saftia saat menunjukan foto Yelimus Ramandei bersama gerombolan bersenjata di Lokasi Kerja di Puncak JayaJAYAPURA [PAPOS]- Kasus penembakan terhadap karyawan PT. Modern di Distrik Newoluk Kabupaten Puncak Jaya tanggal 13 April lalu yang menewaskan dua anak Papua yakni Yelimus Ramandei dan Hans Saftia sampai saat ini masih misteri bagi keluarga, sehingga siapa pelakuknya supaya diungkap dan dikejar.

Keluarga korban Yelimus Ramandei dan Hans Saftia menilai kasus penembakan terhadap kedua saudaranya itu penuh dengan tanda tanya, sehingga pihak keluarga meminta agar apara kepolisian untuk menyelidik kasus tersebut dan mengungkapkan siapa pelakunya.

Hal itu diungkapkan, Renard Ramandei kakak kandung korban Yelimus Ramandei serta kakak sepupu Hans Saftia kepada wartawan, Rabu (21/4)kemarin di Abepura.

Menurut Renard, bahwa sejak kematian korban keluarga hanya menerima surat kematian serta peti jenasa dari pihak perusahan tanpa ada penjelasan mengapa sampai korban meninggal, apa penyebabnya serta korban bekerja sebagai apa sampai ia dibunuh.

Selama ini, kata Renard, keluarga hanya tahu kalau korban berangkat ke Puncak Jaya mengikuti perusahan untuk bekerja pembangunan jalan, namun keluarga korban tidak mengetahui korban bekerja sebagai apa pada perusahan tersebut. Tiba-tiba mendengar kabar kalau kedua korban meninggal dunia ditembak orang tak dikenal, keluarga bingung dan terpukul.

Namun sebelumnya kata Renard, bahwa keluarga korban Yelimus Ramandei mendapat informasi kalau korban kadang berperan sebagai kurir atau penghubung antara gerembolan bersenjata dengan pihak perusahan.

Namun ketika diterima informasi bahwa Yelimus meninggal ditembak orang tak dikenal, sehingga membuat keluarga bingung.

“ Kami dari keluarga korban mendengar isu dari sebagian orang bahwa pelaku adalah TPN/OPM sedangkan isu dari sebagian orang yang bilang bahwa pelaku penembakan tersebut bukan TPM/OPM tetapi oknum aparat keamanan sehingga perlu di pertanyakan siapa pelakunya,” katanya.

Lebih jauh dijelaskan, sebelum korban ditembak mati, korban Yelimus Ramandei sempat mengirim fotonya melalui MMS kepada istrinya di Jayapura pada tanggal 11 April yang lalu, ujar Renard.

Dimana foto yang dikirim korban adalah foto korban bersama empat orang grombolan bersenjata dan dalam foto itu korban dan empat orang tersebut saling berpelukan seperti teman akrap. Sehingga keluarga tidak percaya kalau yang melakukan penembakan terhadap korban dalam anggota TPN/OPM.

Terkait dengan santunan kepada korban, Renard berkata keluarga korban telah menerima uang dari perusahan sebesar Rp 80 juta untuk satu korban sehingga untuk kedua korban perusahaan telah memberikan Rp160 juta yang di terima oleh keluarga.

Disampaikan bahwa ketika perusahan menyerakan uang kepada keluarga, perusaan mengatakan kalau uang tersebut adalah uang sumbangan dari perusahan dan Pemda setempat. Namun demikian pihak keluarga menyesalkan perusahaan yang tidak menjelaskan uang yang diserahkan tersebut untuk apa, apakah sebagai uang santuan, apakah sebagai uang jasa, atau uang kematian.

“ Keluarga korban tidak menyalakan siap-siap dibalik peristiwa tersebut serta tidak menuduh siapa pelakunya, namun keluarga korban menilai kematian kedua korban misteri dan perlu dipertanyakan,” tutur Renard

Renard selaku keluarga korban berharap kepada Pemda setempat untuk menggungkap kasus pemembakan di daerah tersebut karena bukan hanya sekali tetapi sudah berulang-ulang kali terjadi.

Renard menambahkan bahwa agar penembakan di tempat tersebut tidak terulang lagi dan memakan korban kedepan lagi Pemda setempat harus mencari akar persoalan penyebab penembakan di tempat tersebut, kalau pelaku penembakan tersebut oknum aparat keamanan mengapa mereka lakukan itu, dan kalau pelaku penembakan itu adalah OPM apa maunya mereka.

“ Hal itu merupakan tugas yang berat bagi Pemda setempat, tetapi Pemda harus mampu melakukan hal tersebut agar tidak ada lagi korban berjatuhan kedepannya,” ungkap Renard.[eka]

Kamis, 22 April 2010 00:00
Ditulis oleh Eka/Papua



Sidang Kasus Pengibaran Bendera Bintang Kejora (West Papua ) di Pengadilan Negeri Biak

BiakNews, Maret 22-2010; Kasus pengibaran bendera Bintang Kejorah (West Papua) yang dilakukan oleh Mr. Septinus Rumere ( 62 tahun) pada December 1, 2009 lalu yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Biak tinggal menunggu keputusan Hakim. Rencana Sidang keputusan dari hakim terhadap kasus Mr. Septinus Rumere ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2010.

Sidang yang sempat alot dalam 3 bulan ini karena pihak Jaksa Penuntut Umum dalam berkas pengibaran Bendera bintang Kejorah dijerat dengan pasal 106 KUHP tentang perbuatan MAKAR ( hukuman maksimal seumur hidup atau dipenjarahkan selama 20 tahun), yaitu melakukan perbuatan kejahatan untuk memindahkan wilayah atau sebagian wilayah NKRI ke pihak asing.

Dalam materi awal pembelaan, Metuzalak Awom kuasa hukum tersangka mengatakan bahwa tuduan pasal yang ditudukan kepada tersangka Septinus Rumere tidak benar, karena dalam materi penuntut umum (Jaksa Biak) tidak jelas mengatakan wilayah mana dengan jelas-jelas tersangka memindahkan, dan pemindahan wilayah tersebut ke pihak asing mana ? Selanjutnya kuasa hukum tersangka memintah kepada Hakim untuk pihak Penuntut Umum untuk membebaskan tersangka tanpa syarat, dan persoalan West Papua diselesaikan saja dengan Dialog sebagaimana yang diinginkan oleh semua pihak.

Sidang yang ke 13 pada tanggal 21 April 2010, pihak Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Tuntutan terhadap kasus Mr. Septinus Rumere yaitu bahwa terdakwa Septinus Rumere yang mengaku sebagai wakil ketua OPM wilayah Biak Timur telah mengibarkan bendera bintang Kejorah yaitu bendera lambang dari OPM yang keberadaanya diwilayah NKRI,

Pada tanggal 30 November 2009 sekitar jam 15.00 Wit terdakwa terlebih dahulu mempersiapkan tiang bendera dari kayu buah yaitu dengan cara terdakwa mengambil kayu buah/ memotong kayu buah di hutan tepatnya dibelakang kampungya, Selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2009 sekitar jam 05.30 Wit bertempat didalam halaman rumah terdakwa mengikatkan Bendera kejorah dikayu buah yang sudah disiapkan oleh terdakwa sebelumnya.

Setelah itu terdakwa memberikan penghormatan kepada bendera Bintang Kejorah tersebut, lalu membawa keluar rumah tepatnya dihalaman rumah terdakwa menggali lubang dan kemudian menancapkan tiang yang sudah ada bendera Bintang Kejorah didepan halaman rumah terdakwa, setelah ituterdakwa berdoa dan masuk kedalam rumah dan mengamati bendera yang dikibarkannya dari dalam rumah terdakwa. Kemudian datang petugas dari Kepolisian kerumah terdakwa dan membawa terdakwa ke Markas Polisi Resort Biak Numfor untuk diproses sesuai hukum.

Bahwa tujuan terdakwa Septinus Rumere mengibarkan Bendera Bintang Kejorah tersebut adalah untuk memperingati Hari HUT Organisasi Papua Merdeka yang ke 49 pada tanggal 1 Desember 2009, sehingga perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam pasal 106 KUHPindana. Surat keputusan Jaksa Penuntut Umum itu menuntut supaya majelis Hakim Pengadilan Negeri Biak yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1). Menyatakan terdakwa Septinus Rumere terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana Makar sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam pasal 106 KUHP dalam dakwaan Penuntut Umum. 2). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Septinus Rumere dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi masa selama terdakwa berada dalam tahanan. 3). Menyatakan agar terdakwa tetap ditahan.

Pada hari ini tanggal 22 April 2010. Sidang dibuka lagi untuk mendengar Pledoi Kuasa Hukum terdakwa terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut umum Kejaksaan Negeri Biak. Dalam pledoinya Metuzalak Awom, SH ( Kuasa Hukum terdakwa ) menyampaikan materi penolakan terhadap Tuntutan pihak Jaksa dimana Kuasa Hukum Terdakwa dan memohon dibebaskanya terdakwa.

Pledoi yang disampaikan tersebut diberi judul MENDAKWA SEBUAH MIMPI SEBAGAI WUJUD PEMBUNUHAN KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT LALU GUNAKAN PASAL 106 KUHP SEBAGAI ALAT PELENGKAPNYA.

�Melakukan Makar� sebagaimana diatur dalam pasal 106 adalah karena memperingati �HUT Organisasi Papua Merdeka� maka adalah salah dan keliru.Sebab yang dilakukan oleh Saudara Terdakwa adalah �Memperingati HUT Kemerdekaan Papua� dan bukan �Hari HUT Organisasi Papua Merdeka�. Memperingati �HUT Kemerdekaan Papua� adalah momen yang sudah terjadi pada Tanggal 01 Desember 1961. Saudara Terdakwa Septinus Rumere tidak sekedar berekpresi. Tetapi ada Peristiwa Penting dimasa lalu yang hendak diperingati, dan Peringatan tersebut tidak melibatkan banyak orang dan tidak berdampak luas serta tidak berakibat matinya segala aktifitas Masyarakat.

Berdasakan Keterangan saksi, Pemeriksaan Barang Bukti dan Pemeriksaan Tedakwa, maka telah diperoleh Fakta � Fakta bahwa :

Unsur �Barang Siapa� Dari hasil Penyidikan, Pemeriksaan di Pengadilan dengan dukungan para Saksi yang menyebut dengan benar nama dan alamat Terdakwa, maka kami Penasehat Hukum Berkeyakinan, bahwa yang dimaksud dengan �Barang Siapa� sebagai Subjek Hukum yang dapat dimintakan Pertanggungjawaban Hukum adalah Saudara Terdakwa Septinus Rumere .

Unsur �dengan Sengaja�Bahwa unsur �dengan sengaja� sebenarnya adalah �menghendaki adanya sebuah akibat�. Oleh sebab itu, apa yang dimaksud sebagai �menghendaki adanya sebuah akibat� sama sekali tidak terbukti, karena dalam peristiwa tersebut justru mengenang sebuah Peristiwa yang telah berlalu, bukan Hal baru yang sedang berlangsung atau �adanya suatu kehendak� untuk memperoleh sesuatu yang baru dari perbuatan tersebut. Akibat dari pada itu, Saudara Jaksa sendiri dalam Tuntutannya menggunakan Perasaan dan Pikirannya tetapi melupakan Dasar Dakwaan dan Tuntutan sehingga tidak menyebut dengan Tegas Unsur tersebut.

Unsur �Melakukan Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara� Kalau tadi unsur �dengan sengaja� tidak terpenuhi, maka sekarang �Melakukan Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara �.

Dalam fakta Persidangan, tidak satupun seorang Saksi yang menyatakan Biak Bagian Timur sudah Merdeka, atau Biak Bagian Timur sudah diserahkan ketangan Musuh, setelah adanya Pengibaran Bendera oleh Saudara Terdakwa Septinus Rumere, Lalu apa yang dipersoalkan sebagai Makar dalam Perkara ini ? . .Dengan demikian maka Unsur �dengan maksud supaya seluruh atau sebagian Wilayah Negara jatuh ke tangan Musuh atau memisahkan sebagian dari dari wilayah Negara� Tidak terbukti.

Keterangan Saksi La Salim, Saksi Muhamad Hasan, S.Sos dan saksi Julianus Sanggenaafa, dimana antara Keterangan yang satu dengan lainnya berkesesuaian, oleh sebab itu, Penasehat Hukum Memandang telah Patut untuk dijadikan sebagai bukti dan selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tanggapan terhadap Tuntutan Saudara Jaksa Penuntut Umum.

Keterangan Saksi selebihnya yang dibacakan di depan Persidangan, Menurut ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP �Keterangan Saksi sebagai alat Bukti ialah apa yang Saksi nyataka di Pengadilan� maka Kami Penasehat Hukum menolak itu dengan tegas. Apakah dengan dinaikkannya bendera Bintang Kejora, Bangsa Papua sudah Merdeka ? Jika sudah merdeka maka, dimana wilayahnya, Pemerintahannya berkedudukan dimana dan Berapa Penduduknya, dan lain � lain Syarat sebagaimana layaknya sebuah Negara. Dalam Fakta Persidangan bahwa sampai hari ini belum ada Wilayah Biak atau Papua yang menjadi Merdeka. Manaklukkan, Apakah sudah ada sebagian Pemerintahan ditaklukkan kebawah Pemerintahan Negara Asing ? maka kata Menaklukkan tidak ada hubungannya dengan Pasal Dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum; Memisahkan, Apakan sebagian Wilayah Negara ini sudah dipisahkan ?Lalu bagaimana Hubungan Pasal 106 dengan Perbuatan saudara Terdakwa yang sama sekali tidak ada dampaknya bagi warga Kampung Orweri.

Dikampung Orweri saja tidak ada Pengarung perubahan apa � apa, apalagi Pulau Biak dan Pulau Papua pada umum. Dengan berdasar pada Ketentuan Peraturan yang berlaku, i Penasehat Hukum Terdakwa menyapaikan beberapa fakta sebagai kesimpulan dalam Perkara antara lain : Bahwa antara Fakta dan Tuntutan tidak ada Kesesuaian, dan sebagai akibat dari pada itu, Tuntutan Jaksa Penuntut Umum mejadi kabur; Antara perbuatan yang dituntut dengan Perbuatan yang diterangkan oleh Terdakwa dan para Saksi sangat berbeda maka Tuntutan saidara Jaksa Patut dinyatakan batal demi Hukum; (Lihat Tuntutan �menyebutkan HUT Organisasi Papua Merdeka� sedangkan para Saksi menyebutkan �HUT Kemerdekaan Papua�

Penerapan Pasal yang keliru yang mana mestinya dikenakan Pasal 53 KUHP namun tetap mempertahankan Pasal 106, maka untuk tidak menjadi presiden buruk bagi penegakan Hukum dimasa yang akan datang, maka tuntutan Jaksa Penuntut Umum Patutlah di tolak.

Pemprov Jangan Lempar Tanggungjawab

JAYAPURA [PAPOS]- Permintaan Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem agar pemerintah kabupaten Puncak Jaya bersikap tegas dalam menyelesaikan masalah penembakan yang terjadi di Puncak Jaya. Dan mempertanyakan kerja Pemkab Puncak Jaya yang sampai sekarang kerap terjadi penembakan diwilayah Puncak Jaya. Hal ini mendapat tanggapan dari Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Lukas Enembe, S.IP.

Menurut Lukas, persoalan yang terjadi di Puncak Jaya, bukan hanya masalah Puncak Jaya sendiri, tetapi apa yang terjadi di kabupaten Puncak Jaya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] adalah tanggungjawab negara, khususnya pemerintah provinsi Papua. Masalah sparatis ini adalah masalah besar yang harus disikapi karena mengganggu kedaulatan negara.

�Kami sudah lakukan berbagai cara selama bertahun-tahun, bagaimana agar TPN/OPM turun dan mau bergabung bersama-sama kami membangun Puncak Jaya, bahkan saya sendiri sudah pernah membawa mereka ke Jakarta untuk membuka alam pikiran sehingga mereka punya wawasan yang luas tentang Negara Indonesia, tetapi karena ini masalah ideologi, apa yang kami lakukan sia-sia.Kami sudah capek, ngak tahu mau berbuat apalagi,� kata Lukas ketika mengintraksi Papua Pos lewat telepon selularnya, Rabu [21/4] pagi.

Oleh karena itu, ia sangat menyayangkan apa yang disampaikan oleh Wagub lewat media yang mempertanyakan kerja pemkab Puncak Jaya. Justru kata Lukas yang juga selaku ketua DPD Partai Demokrat provinsi Papua ini, seharusnya wagub bertanya apa yang sudah dibuat pemerintah provinsi untuk masyarakat kabupaten Puncak Jaya. Wagub tidak tahu permasalahan yang terjadi di Pegunungan, khususnya di Puncak Jaya.

� Masalah yang kita hadapi di Puncak Jaya cukup kompleks. Kita sudah cukup kewalahan menghadapi mereka, semua upaya telah kita lakukan, tetap saja mereka berulah. Ini menyangkut ideology, butuh waktu dan proses untuk menyadarkan mereka. Tidak seperti apa yang dibayangkan pak Wagub,� ujarnya.

Untuk itu, ia meminta kepada Wagub agar jangan sembarangan mengeluarkan pernyataan. Sekali-kali Gubernur dan wagub turun ke Puncak Jaya dan lihat fakta yang terjadi dilapangan. Dengan demikian Gubernur dan wagub akan tahu persoalan sesungguhnya yang terjadi di daerah Pegunungan, secara khusus di Puncak Jaya. Saya sendiri yang dekat dengan rakyat kewalahan, apalagi Wagub yang tidak dikenal rakyat,� kata Lukas seraya menambahkan bahwa mereka tidak kerja, seperti apa yang dikerjakan pemkab Puncak Jaya.

Lebih lanjut dikatakannya, apa yang terjadi di Puncak Jaya, bukan semata-mata hanya tanggungjawab pemkab Puncak Jaya. Pemerintah provinsi juga punya tanggungjawab dan kewenangan bagaimana menyelesaikan persoalan di Puncak Jaya. Oleh karena itu, apa yang terjadi di Puncak Jaya adalah tanggungjawab provinsi Papua juga bagaimana menyelesaikannya.

Soal menyangkut apa perlu dilakukan operasi oleh aparat. Lukas tidak sepenuhnya setuju. Pasalnya, menurut dia, jika sampai dilakukan operasi, maka yang menjadi korban adalah masyarakat biasa karena masyarakat dijadikan sebagai tameng. Ada sekitar 200-300 orang masyarakat yang hidup bersama mereka dan tersebar dibeberapa tempat antara lain, di Tinggi Nambut, kampung Beremele dan Yambi. Sedangkan senjata yang dimiliki TPN/OPM diperkirakan 26 pucuk senjata. [bela]

Ditulis oleh Bela/Papos  
Kamis, 22 April 2010 00:00



Minta Pelaku Dikejar

Salah seorang moderator keluarga korban Yelimus Ramandei dan Hans Saftia saat menunjukan foto Yelimus Ramandei bersama gerombolan bersenjata di Lokasi Kerja di Puncak JayaJAYAPURA [PAPOS]- Kasus penembakan terhadap karyawan PT. Modern di Distrik Newoluk Kabupaten Puncak Jaya tanggal 13 April lalu yang menewaskan dua anak Papua yakni Yelimus Ramandei dan Hans Saftia sampai saat ini masih misteri bagi keluarga, sehingga siapa pelakuknya supaya diungkap dan dikejar.

Keluarga korban Yelimus Ramandei dan Hans Saftia menilai kasus penembakan terhadap kedua saudaranya itu penuh dengan tanda tanya, sehingga pihak keluarga meminta agar apara kepolisian untuk menyelidik kasus tersebut dan mengungkapkan siapa pelakunya.

Hal itu diungkapkan, Renard Ramandei kakak kandung korban Yelimus Ramandei serta kakak sepupu Hans Saftia kepada wartawan, Rabu (21/4)kemarin di Abepura.

Menurut Renard, bahwa sejak kematian korban keluarga hanya menerima surat kematian serta peti jenasa dari pihak perusahan tanpa ada penjelasan mengapa sampai korban meninggal, apa penyebabnya serta korban bekerja sebagai apa sampai ia dibunuh.

Selama ini, kata Renard, keluarga hanya tahu kalau korban berangkat ke Puncak Jaya mengikuti perusahan untuk bekerja pembangunan jalan, namun keluarga korban tidak mengetahui korban bekerja sebagai apa pada perusahan tersebut. Tiba-tiba mendengar kabar kalau kedua korban meninggal dunia ditembak orang tak dikenal, keluarga bingung dan terpukul.

Namun sebelumnya kata Renard, bahwa keluarga korban Yelimus Ramandei mendapat informasi kalau korban kadang berperan sebagai kurir atau penghubung antara gerembolan bersenjata dengan pihak perusahan.

Namun ketika diterima informasi bahwa Yelimus meninggal ditembak orang tak dikenal, sehingga membuat keluarga bingung.

� Kami dari keluarga korban mendengar isu dari sebagian orang bahwa pelaku adalah TPN/OPM sedangkan isu dari sebagian orang yang bilang bahwa pelaku penembakan tersebut bukan TPM/OPM tetapi oknum aparat keamanan sehingga perlu di pertanyakan siapa pelakunya,� katanya.

Lebih jauh dijelaskan, sebelum korban ditembak mati, korban Yelimus Ramandei sempat mengirim fotonya melalui MMS kepada istrinya di Jayapura pada tanggal 11 April yang lalu, ujar Renard.

Dimana foto yang dikirim korban adalah foto korban bersama empat orang grombolan bersenjata dan dalam foto itu korban dan empat orang tersebut saling berpelukan seperti teman akrap. Sehingga keluarga tidak percaya kalau yang melakukan penembakan terhadap korban dalam anggota TPN/OPM.

Terkait dengan santunan kepada korban, Renard berkata keluarga korban telah menerima uang dari perusahan sebesar Rp 80 juta untuk satu korban sehingga untuk kedua korban perusahaan telah memberikan Rp160 juta yang di terima oleh keluarga.

Disampaikan bahwa ketika perusahan menyerakan uang kepada keluarga, perusaan mengatakan kalau uang tersebut adalah uang sumbangan dari perusahan dan Pemda setempat. Namun demikian pihak keluarga menyesalkan perusahaan yang tidak menjelaskan uang yang diserahkan tersebut untuk apa, apakah sebagai uang santuan, apakah sebagai uang jasa, atau uang kematian.

� Keluarga korban tidak menyalakan siap-siap dibalik peristiwa tersebut serta tidak menuduh siapa pelakunya, namun keluarga korban menilai kematian kedua korban misteri dan perlu dipertanyakan,� tutur Renard

Renard selaku keluarga korban berharap kepada Pemda setempat untuk menggungkap kasus pemembakan di daerah tersebut karena bukan hanya sekali tetapi sudah berulang-ulang kali terjadi.

Renard menambahkan bahwa agar penembakan di tempat tersebut tidak terulang lagi dan memakan korban kedepan lagi Pemda setempat harus mencari akar persoalan penyebab penembakan di tempat tersebut, kalau pelaku penembakan tersebut oknum aparat keamanan mengapa mereka lakukan itu, dan kalau pelaku penembakan itu adalah OPM apa maunya mereka.

� Hal itu merupakan tugas yang berat bagi Pemda setempat, tetapi Pemda harus mampu melakukan hal tersebut agar tidak ada lagi korban berjatuhan kedepannya,� ungkap Renard.[eka]

Kamis, 22 April 2010 00:00
Ditulis oleh Eka/Papua



Cari Blog Ini

Ads Banner

 

Resources

Site Info

My Blog List

About this blog

Followers

Papua Posts Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template